Jakarta, MERDEKANEWS -- Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan bahwa penahanan pendiri sekaligus CEO Telegram Pavel Durov, bukanlah keputusan politis.
"Saya telah melihat berita bohong mengenai Prancis setelah penangkapan Pavel Durov. Prancis sangat berkomitmen pada kebebasan berekspresi dan berkomunikasi, pada inovasi, dan pada semangat kewirausahaan--dan akan tetap begitu," tulis Macron di media sosial X pada Senin.
Ia mengatakan bahwa penangkapan Durov di tanah Prancis terjadi sebagai bagian dari penyelidikan yudisial yang sedang berlangsung.
"Itu sama sekali bukan keputusan politik. Terserah kepada hakim untuk memutuskan masalah tersebut," ujarnya.
Durov ditangkap pada Sabtu (23/8) sekitar pukul 8 malam ketika ia turun dari jet pribadinya di Bandara Bourget di Paris.
Pria keturunan Prancis-Rusia berusia 39 tahun itu, yang terdaftar sebagai orang yang dicari di Prancis, baru saja tiba dari Azerbaijan.
Otoritas yudisial Prancis memutuskan pada Minggu (25/08) malam untuk memperpanjang masa penahanan Durov, yang dibatasi hingga 96 jam, demikian laporan Le Point.
Di akhir masa penahanannya, Durov seperti dilansir dari antarsnews, harus dibebaskan atau dibawa ke hadapan hakim untuk kemungkinan didakwa.
Setelah melakukan penyelidikan awal, Kepolisian Peradilan Nasional Prancis mengeluarkan surat perintah penggeledahannya.
Penyelidikan difokuskan pada dugaan kurangnya moderasi Telegram, yang menurut polisi memungkinkan aktivitas kriminal terus berlanjut tanpa hambatan di aplikasi perpesanan tersebut.
Telegram sendiri menyatakan bahwa CEO dan pendirinya, Pavel Durov tidak menyembunyikan apa pun.
"Tidak masuk akal untuk mengeklaim bahwa platform atau pemiliknya bertanggung jawab atas penyalahgunaan platform tersebut," demikian pernyataan Telegram.
-
Prancis Semakin Membara, Belum Ada Tanda Kerusuhan Mereda alih-alih mereda, kerusuhan justru semakin membara dan meluas ke berbagai wilayah