merdekanews.co
Selasa, 06 Agustus 2024 - 13:55 WIB

Kerusuhan Berlatar Islamophobia dan Xenophobia di Inggris, Pelaku Penusukan Orang Islam?

Gaoza - merdekanews.co
Kerusuhan di Inggris. (Foto: istimewa)

Jakarta, MERDEKANEWS -- Peristiwa penusukan di wilayah Southport, kawasan barat laut Inggris pada Senin, 29 Juli 2024 lalu, menewaskan tiga bocah perempuan, berbuntut menjadi kerusuhan di Inggris.

Peristiwa penusukan di tempat menari bertemakan Taylor Swift dan sesi yoga untuk anak itu memakan korban tiga anak perempuan usia 6,7, dan 9 tahun tewas ditusuk, delapan anak dan dua orang dewasa juga turut cedera.

Peristiwa itu akhirnya memantik sentimen Islamofobia atau kebencian terhadap orang Islam. Massa mencoba membakar masjid di Southport pada 31 Juli 2024. Massa itu merupakan demonstran setempat yang kemudian mencoba melempar batu-batu ke polisi, juga ke arah masjid itu.

Kerusuhan dengan nuansa kebencian terhadap muslim juga merembet ke London. Massa berunjuk rasa di dekat Downing Street dan meneriakkan, "Selamatkan anak-anak kita!" dan "Kami inginkan negara kami kembali!"

Sunderland juga menjadi rusuh pada Jumat (2/8) malam lalu. Delapan orang ditangkap polisi. Minggu (4/8) lalu, kerusuhan pecah di tempat penampungan pencari suaka di Rotherham.

Para perusuh mencoba membakar tempat itu. 240 Orang pencari suaka harus diungsikan karena 700 orang rusuh menggeruduk tempat mereka.

Sebanyak 378 penangkapan sejauh ini telah dilakukan secara nasional sejak kerusuhan bermula pada Selasa (30/08), menurut Dewan Kepolisian Nasional Inggris.

Polisi mengatakan mereka bekerja "sepanjang waktu" untuk mengidentifikasi dan menangkap lebih banyak orang.



Dilaporkan Aljazeera, kerusuhan ini muncul karena ada misinformasi yang menyebar cepat di kalangan masyarakat Inggris. Misinformasi itu kemudian mengasapi sentimen anti-imigran dan anti-muslim.

Pada awal peristiwa, hanya sedikit informasi detail mengenai peristiwa penusukan maut di Southport. Informasi hanya sebatas kabar bahwa pelaku adalah anak 17 tahun.

Ketiadaan informasi itu kemudian memantik spekulasi. Publik lokal kemudian menduga bahwa pelaku penusukan adalah imigran muslim. Kebencian menyebar terhadap muslim. Tersebut lah nama yang diviralkan sebagai nama pelaku, yakni Ali Al Shakati. Ternyata itu cuma hoax.

Pelaku sebenarnya adalah Axel Rudakubana, usia 17 tahun, terlahir dari orang tua beragama Kristen asal Rwanda di Cardiff, Wales. Axel Rudakubana bukan seorang muslim. Demikian dilansir Aljazeera.

Rosa Freedman, seorang profesor di Universitas Reading, mengatakan kerusuhan tersebut merupakan hasil dari keterlibatan pemerintah Konservatif sebelumnya dengan kelompok-kelompok sayap kanan yang "rasis" tersebut.

"Alih-alih menyembunyikan wajah mereka, mereka kini mulai tampil... kita tidak dapat menyalahkan Partai Buruh yang baru berkuasa selama empat minggu terakhir," katanya.

Sementara itu, para agitator atau biang kerok seperti Tommy Robinson telah memicu ketegangan.

Terlahir dengan nama Stephen Christopher Yaxley-Lennon, aktivis sayap kanan dan salah satu pendiri English Defence League (EDL) itu telah sibuk mengunggah video yang menghasut 800.000 pengikutnya di X untuk mengecam kaum Muslim, migran, lembaga politik, dan polisi.

Ia mengunggah dari jauh, kabarnya di Siprus. Seorang hakim Pengadilan Tinggi mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Robinson setelah ia tidak hadir di Pengadilan Kerajaan pada hari Senin untuk sidang kasus penghinaan terhadap pencemaran nama baik yang ia kalahkan terhadap pengungsi Suriah Jamal Hijazi.

Influencer Andrew Tate, yang telah menyatakan tersangka Southport tiba di Inggris dengan perahu, dan anggota parlemen Nigel Farage, juga dituduh memicu perpecahan.

Perdana Menteri Inggris Keir Starmer mengutuk pengunjuk rasa yang menargetkan komunitas Muslim dan komunitas etnis minoritas lainnya, termasuk serangan terhadap masjid.

Ia juga mengecam "kekerasan yang tidak berperikemanusiaan" oleh orang-orang yang menunjukkan hormat ala Nazi.

(Gaoza)