Jakarta, MERDEKANEWS - Senior Advisor Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Vivi Alatas mengatakan ada sejumlah upaya dalam mengatasi permasalahan anak putus sekolah, seperti dengan memastikan besaran dan sasaran penerima Program Indonesia Pintar (PIP).
"Pemberian bonus transisi dan memastikan besaran dan sasaran penerima PIP tepat," kata Vivi Alatas dalam Economist Gathering 'The Urgency of Investing in Children during Prabowo Presidency' yang digelar INDEF di kawasan Jakarta Pusat, Senin (29/7/2024).
Kemudian memadukan PIP dan Program Keluarga Harapan (PKH) dengan memastikan syaratnya terpenuhi dan menentukan penerimaan PIP/PKH di kelas terakhir jenjang pendidikan sebelumnya sehingga keputusan orangtua untuk anaknya melanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi atau langsung bekerja berdasar pada informasi yang lengkap.
"Pada saat ijazah ada di tangan itu godaan yang paling besar untuk memilih anaknya diteruskan (sekolah) atau mencari pekerjaan," katanya.
Untuk itu, menurut dia, reformasi kebijakan untuk meningkatkan hasil pendidikan harus fokus pada akses dan kualitas pendidikan.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Riset INDEF Berly Martawardaya menyatakan bahwa modal bisa diundang datang atau dipinjam. Infrastruktur bisa dibangun dalam beberaoa tahun dan teknologi bisa di beli atau di pelajari. Tapi membangun manusia untuk mengisi 2045 perlu dimulai dari investasi ke anak sekarang.
Berly membandingkan negara Jepang, Korea Selatan, China dan Malaysia yang fokus investasi ke anak di segenap penjuru negara pada fase awal pembangunan sudah memanen hasil investasinya dengan memiliki ekonomi yang sejahtera, inovatif dan rendah kesenjangan, Banyaknya anak yang tidak melanjutkan pendidikan ke SMA meningkatkan risiko Indonesia terjebak di jebakan pendapatan menengah (middle income trap) sehingga perlu kebijakan komprehensif untuk mengatasi,. (Viozzy)