
Jakarta, MERDEKANEWS -- Menteri Pendidikan Jerman Bettina Stark-Watzinger menolak seruan pengunduran dirinya terkait dengan dugaan perannya dalam mempertimbangkan sanksi terhadap para ilmuwan universitas yang mendukung hak mahasiswa pro-Palestina untuk melakukan demo di kampus-kampus.
Petisi pengunduran diri Stark-Watzinger tersebut telah diserukan oleh lebih dari 2.500 akademisi negara itu. “Saya tidak melihat alasan untuk melakukan hal (pengunduran diri) tersebut,” kata Stark-Watzinger menjawab pertanyaan pers di Berlin.
Pernyataan menteri tersebut muncul setelah pemecatan seorang pejabat tinggi kementerian pendidikan pada akhir pekan lalu karena tanggapan yang gagal terhadap perselisihan mengenai kebebasan akademik dan hak untuk melakukan protes.
Sabine Doering, yang bertanggung jawab terhadap perguruan tinggi di Jerman, dilaporkan telah mempertimbangkan rencana untuk memberikan sanksi, berupa pemotongan keuangan, kepada para profesor universitas yang menentang penutupan kamp protes pro-Palestina di sebuah universitas di Berlin.
“Saya tidak memberikan perintah terkait dengan konsekuensi pendanaan yang diperiksa, dan saya juga tidak menginginkannya,” ucap Stark-Watzinger.
Lembaga penyiaran publik Jerman ARD melaporkan pekan lalu tentang email yang menunjukkan bahwa tinjauan hukum telah diminta di dalam kementerian mengenai pertimbangan pemotongan dana akademisi.
Stark-Watzinger telah menyatakan bahwa dia telah mengatur agar fakta-fakta kasus tersebut diselidiki secara menyeluruh dan transparan. Ia seperti dilansir antaranews, menegaskan bahwa pemeriksaan potensi konsekuensi menurut undang-undang pendanaan memang diminta dari departemen terkait.
Pada Minggu (16/06), lebih dari 2.500 akademisi menandatangani surat yang menuntut agar Stark-Watzinger mengundurkan diri atas dugaan upayanya menghukum dosen universitas yang mendukung hak mahasiswa pro-Palestina untuk melakukan protes.
“Akademisi di Jerman mengalami serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap hak-hak dasar mereka pada peringatan 75 tahun Undang-Undang Dasar,” kata para ilmuwan dalam sebuah pernyataan.
Para akademisi menegaskan tindakan yang diambil oleh kementerian baru-baru ini membuat posisi Stark-Watzinger sebagai menteri tidak dapat dipertahankan.
“Perintah internal untuk memeriksa sanksi politik semacam itu merupakan tanda ketidaktahuan konstitusional dan penyalahgunaan kekuasaan secara politik,” ucap kalangan akademisi.
Adapun pada 8 Mei, lebih dari 300 akademisi dari sejumlah universitas di Berlin menyatakan dukungan mereka terhadap kamp protes pro-Palestina di Fress University of Berlin dan membela hak mahasiswa untuk berdemonstrasi.
-
Syarat Normalisasi Seenak Jidat Netanyahu Ditolak Arab Saudi Mereka menegaskan lagi bahwa normalisasi dengan Israel tidak akan terjadi tanpa berdirinya negara Palestina
-
Israel Langgar Kesepakatan Gencatan Senjata, Serang Lebanon: 25 Tewas, Ratusan Lainnya Terluka Israel melanggar kesepakatan gencatan senjata. Negara Zionis itu menyerang kota di selatan Lebanon
-
Laznas Yakesma Gelar Run For Humanity dalam Rangka Peduli Gizi Anak di Palestina Laznas Yakesma Gelar Run For Humanity dalam Rangka Peduli Gizi Anak di Palestina
-
Cuaca Dingin di Gaza, UNICEF: Tujuh Bayi Meninggal dalam Keadaan Membeku tujuh bayi baru lahir dan bayi dilaporkan meninggal akibat cuaca dingin dan kurangnya tempat perlindungan yang memadai di Gaza
-
Paus Fransiskus Singgung Aksi Brutal di Gaza dalam Khotbah Natal, Israel Meradang! Secara khusus, dalam khotbah bertajuk "Urbi et Orbi" Paus Fransiskus mengecam keras situasi kemanusiaan di Jalur Gaza