merdekanews.co
Rabu, 17 April 2024 - 20:05 WIB

Restorative Justice: Metamorfosa Kearifan Lokal Indonesia

Viozzy - merdekanews.co
Kombes Pol. Dr. Jean Calvijn Simanjuntak, S.I.K., M.H (Foto dok Pribadi)

Jakarta, MERDEKANEWS - Diskursus mengenai restorative justice selalu menjadi isu hangat dan menarik dalam penegakan hukum pidana di Indonesia. Sebab, aparat penegak hukum mulai gencar menerapkannya, dan mendapat respons positif dari masyarakat.

Secara sederhana restorative justice merupakan proses penyelesaian pidana dengan melibatkan korban, pelaku, keluarga korban dan pelaku, serta masyarakat terdampak, bertujuan untuk menyembuhkan serta memulihkan kembali keadaan yang telah rusak. Lantas, apakah restorative justice merupakan sesuatu yang baru dalam penegakan hukum di Indonesia?

Konsep restorative justice bukan sesuatu yang baru bagi Indonesia, bahkan dapat dianggap sebagai metamorfosa kearifan lokal yang eksistensinya diakui secara konstitusional. Menurut Clifford Geertz, substansi kearifan lokal adalah norma-norma yang berlaku di suatu masyarakat yang diyakini kebenarannya serta menjadi acuan dalam tindakan maupun perilaku sehari-hari (Geertz, 1983). Dalam masyarakat Indonesia, penyelesaian konflik atau perselisihan berdasarkan nilai-nilai restorative justice ini telah lama dipraktikkan, terutama pada masyarakat adat yang hukum adatnya masih bertahan.

Penulis pernah melakukan kajian pelaksanaan restorative justice berdasarkan hukum adat Batak, Jawa, Bali, Lombok, dan Dayak. Hasil penelitian tersebut telah dipublikasi melalui buku "Restorative Justice: Metamorfosa Kearifan Lokal Indonesia" yang diterbitkan tahun 2023. Berbagai bentuk kearifan lokal tersebut merupakan entitas yang menentukan harkat dan martabat manusia dalam komunitasnya, serta mewakili keberadaan nilai-nilai kearifan lokal dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang merupakan rahim sekaligus roh restorative justice di Indonesia.

Dalam adat Batak, dikenal istilah Hula-hula, Dongan Tubu, dan Boru untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat yang digerakkan oleh Lembaga Dalihan Na Tolu. Peranan dalihan na tolu sangat penting karena adanya interaksi langsung antara korban, pelaku, dan keluarga serta pimpinan adat yang lebih mengutamakan prinsip kekerabatan, penghormatan adat-istiadat, dan perlindungan terhadap korban untuk pemenuhan rasa keadilan. Ketua adat dapat dikatakan sebagai mediator dalam penyelesaian masalah hukum.

Penyelesaian sengketa dengan mengutamakan keharmonisan, terdapat dalam esensi hidup adat Jawa. Salah satu contoh pepatah Jawa yang mengandung makna yang sangat dalam tentang kehidupan yang rukun dan saling berbagi dan bergotong-royong adalah pada umumnya mengutamakan "pager mangkok tinimbang pager tembok", yang memiliki makna mendalam tentang mengutamakan berbuat baik kepada tetangga atau orang lain.

Nilai-nilai restorative justice juga telah lama hidup dalam masyarakat adat Bali melalui awig-awig untuk mengatur kehidupan bersama. Kearifan lokal yang terpelihara dengan baik di komunitas adat Suku Sasak di Lombok juga mengonfirmasi nilai-nilai persaudaraan, perdamaian, dan harmoni dalam tatanan kehidupan masyarakat melalui berugaq sekepat, yang dilembagakan menjadi Bale Mediasi.

Salah satu tujuan pembentukan Bale Mediasi adalah pengakuan pemerintah sebagai wujud perlindungan, penghormatan, dan pemberdayaan terhadap keberadaan lembaga adat dalam menjalankan fungsi mediasi. Selain itu, Bale Mediasi juga bertujuan untuk mencegah dan meredam konflik atau sengketa di masyarakat lebih dini, serta terselenggaranya penyelesaian sengketa di masyarakat melalui mediasi demi terciptanya suasana yang rukun, tertib, dan harmoni.

Restorative justice juga kental dalam nilai-nilai kearifan lokal yang hidup di kalangan masyarakat adat Dayak di Kalimantan, yang mengedepankan prinsip adil ka'talino, bacuramin ka'saruga, dan basengat ka'jabuta dalam menyelesaikan perkara. Dalam kepercayaan masyarakat Dayak, kehidupan masyarakat selalu mengutamakan nilai-nilai kerukunan, antara lain: kesatuan kemanusiaan, saling percaya, pemenuhan kebutuhan, sikap toleransi, bekerja sama, saling hormat menghormati, dan penyelesaian konflik.

Tradisi yang telah lama hidup dalam masyarakat adat Batak, Jawa, Bali, Lombok, dan Dayak di atas menggambarkan bahwa nilai-nilai restorative justice merupakan bagian dari mekanisme penyelesaian sengketa di Indonesia, sehingga seharusnya tidak ada hambatan dalam penerapannya karena memiliki landasan filosofis, yuridis dan sosiologis yang kuat, yaitu dipandang sebagai pendekatan berbasis nilai-nilai kemanusiaan, memberi landasan pengakuan mengenai kesatuan masyarakat adat sebagai pengemban nilai-nilai local wisdom yang telah lama diterapkan dalam kehidupan komunitas adat di Indonesia.

 

Penulis

Peserta Didik (Serdik) Sespimti Dikreg-33 Tahun Ajaran 2024

Kombes Pol. Dr. Jean Calvijn Simanjuntak, S.I.K., M.H (Viozzy)






  • Strategi Penguatan Mekanisme Restorative Justice Strategi Penguatan Mekanisme Restorative Justice Fokus restorative justice yaitu memperbaiki kerugian yang disebabkan oleh kejahatan dengan melibatkan korban, melihat pertanggungjawaban pelaku dan mencegah kerugian yang serupa di masa mendatang


  • Meneladani Gerakan Moral Jenderal Hoegeng Meneladani Gerakan Moral Jenderal Hoegeng Hoegeng bukan superman, melainkan orang biasa yang mempunyai integritas, tidak memikirkan pangkat, jabatan, kekayaan atau memperkaya diri. Dia menjalankan jabatannya dengan kejujuran dan ketulusan