
Jakarta, MERDEKANEWS -- Carut marut aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) dalam mencatat perolehan suara Pemilu 2024 disebut bisa menjadi pintu masuk untuk mengusut dugaan kecurangan. Hal itu dikatakan Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay.
Ia mengatakan data yang diinput dalam Sirekap juga tidak lengkap. Selain itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) justru menunda rekapitulasi suara Pemilu 2024 di tingkat kecamatan.
"Sangat mungkin (ada kecurangan). Memastikannya saya tidak tahu. Tetapi sangat mungkin karena datanya belum lengkap, kemudian ada upaya untuk menyetop dulu," kata Hadar di Bakoel Koffie Cikini, Jakarta, Selasa (20/2).
Hadar mengatakan saat ini muncul dugaan kekacauan Sirekap untuk mengutak-atik suara partai politik tertentu. Menurut Mantan Komisioner KPU RI itu seperti dilansir cnnindonesia, mestinya KPU segera meluruskan ke publik terkait kekacauan yang terjadi.
"Sekarang ada spekulasi ini partai tertentu ini kemarin cuma sekian juta kok sekarang jadi berkali lipat juta perolehan suaranya," ujarnya.
Ia mengatakan kecurangan-kecurangan yang terjadi itu bisa membuat hasil Pemilu 2024 menjadi tidak sah. Namun, hingga kini publik belum bisa memastikan adanya kecurangan tersebut.
"Ya juga bisa (hasil pemilu tidak legitimate). Tapi kita harus pastikan bahwa itu memang kecurangan yang betul dilakukan. Karena sampai sekarang pun kita belum bisa memastikan," katanya.
Hadar pun mendorong Sirekap diaudit secara independen. Ia mengatakan banyak pihak yang memiliki wewenang dan keterampilan untuk melakukan hal tersebut.
"Jadi kalau mereka serius, mau betul-betul memastikan pekerjaan mereka itu dipercaya ya mereka harus buka ruang partisipasi termasuk dalam model untuk mengaudit Sirekap itu," kata Hadar.
Hadar meminta agar KPU segera menyelesaikan kekacauan terkait Sirekap. Ia menilai ada keanehan dengan sikap KPU yang tidak merespon secara cepat atas kekacauan-kekacauan itu.
"Bawaslu juga jangan malah disuruh setop. Kalau disetop seolah-olah selesai. Harusnya mempercepat proses ini semua. Tidak ada duit? Tidak mungkin. KPU itu duitnya banyak sekali. Tidak ada tenaga? Tidak mungkin. Dia bisa kumpulkan beberapa universitas yang ahli IT untuk cek dan verifikasi. Jadi aneh saja kalau mereka kemudian lambat merespons semua," ujarnya.
-
Terungkap, SIPP PN Jakpus sebut Fakta Berbeda Kasus NCD Bodong Hary Tanoesoedibjo Dalam data berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Pusat, menyebut hal sebaliknya dari klaim perusahaan milik Hary Tanoesoedibjo tersebut.
-
Salah Satunya ASN, Ini Peran 3 Tersangka Pegawai KPK Gadungan FFF (50) aparatur sipil negara (ASN) Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur
-
18 Personel Polri Diduga Terlibat Kasus Pemerasan, Jenderal Listyo Sigit Tak Ragu Tindak Tegas Para Pelaku Terhadap pelanggaran-pelanggaran, saya kira kita juga tidak pernah ragu untuk melakukan tindakan tegas dan itu menjadi komitmen kami
-
Polisi Pemeras WN Malaysia di DWP 2024 Harus Dipecat dan Dihukum Berat! Para pelaku sudah mencoreng nama baik Indonesia di dunia internasional, karena yang mereka peras bukan warga Indonesia, tapi warga Malaysia
-
Polisi Diingatkan Jangan Peras Masyarakat dengan Dalih Pemeriksaan Narkoba! mengingatkan polisi tidak memanfaatkan pemeriksaan narkoba untuk memeras masyarakat