merdekanews.co
Kamis, 01 Februari 2024 - 08:55 WIB

Sespim Polri : Moralitas, Tegas, Humanis

Viozzy - merdekanews.co
Kasespim Lemdiklat Polri Irjen Pol. Prof. Dr. Chryshnanda Dwilaksana, M.Si.

Jakarta, MERDEKANEWS -- Sespim (Sekolah Staf dan Pimpinan) Polri merupakan sekolah pengkaderan atau untuk menyiapkan calon pimpinan tingkat lokal, regional, nasional dalam tugas kepolisian. 

Polisi menyelenggarakan tugasnya pada ranah birokrasi dan ranah masyarakat, itu yang dikenal dengan Pemolisian. Maka hakekat dari Sespim adalah Pendidikan bagi calon Pemimpin dalam Pemolisian dalam level Pertama, level Menengah maupun Level Tinggi yang paradigmanya " Keamanan Dalam Negeri yaang mendukung Proses Pembangunan Nasional. 

Pemolisian dapat dipahami sebagai segala usaha dan upaya kepolisian dalam menyelenggarakan tugasnya pada tingkat manajemen maupun operasional dalam ranah birokrasi, maupun ranah masyarakat, dengan atau tanpa upaya paksa untuk mewujudkan dan memelihara keteraturan sosial (keamanan, ketertiban masyarakat *kamtibmas*). 

Sespim sejatinya lembaga pendidikan yang berbasis pada moral, yang maknanya adalah pada kesadaran, tanggung jawab dan disiplin. Selain itu juga menegakan kejujuran, kebenaran dan keadilan. Sespim Polri secara konseptual dapat dilihat dalam konstruksi Pendidikan, Pemimpin, Polisi.

Dengan demikian, Sespim merupakan Lembaga Pendidikan yang Membangun dan Merawat Peradaban bagi Semakin Manusiawinya Manusia, dalam konteks Keamanan Dalam Negeri yang Mendukung Pembangunan Dalam Negeri. Hakekat polisi dalam pemolisiannya adalah kemanusiaan, keteraturan sosial dan peradaban. 

Keteraturan sosial dalam konteks polisi dan pemolisiannya terefleksi dari sistem keamanan dan pengamanan hingga terjaminnya keamanan dan rasa aman secara pribadi, di ranah publik, ranah lingkungan hidup dan kehidupan, ranah ekonomi dan industri, ranah mayantara hingga ranah forensik. 

Keamanan dalam negeri dalam pendekatan pemolisian di era kenormalan baru dijabarkan pada pemolisian yang berbasis wilayah, berbasis fungsi dan berbasis dampak masalah secara konvensional, elektronik dan forensik. Konteks pemolisian yang fungsional ditunjukan adanya sinergitas dan harmoninya model konvensinal dan konterporer yang mampu diimplementasikan secara proaktif dan adanya penyelesaian masalah untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. 

Keamanan dalam negeri menjadi simbol peradaban kedaulatan ketahanan dan daya saing suatu bangsa. Keamanan dalam negeri konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia dibangun berlandaskan demokrasi yang mencakup :

  1. Supremasi hokum
  2. Adanya jaminan dan perlindungan HAM
  3. Transparansi
  4. Akuntabilitas
  5. Berorientasi pada peningkatan kualitas hidup masyarakat
  6. Adanya pembatasan dan pengawasan kewenangan

Keamanan dalam negeri dalam konteks mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan memberdayakan kekayaan dan keindahan serta kebhinekaan salah satunya melalui masyarakat yang sadar wisata. 

Sistem pengamanan untuk keamanan dalam negeri dibangun melalui :

1. Tegak dan kokohnya idiologi bangsa

2. Political will yang kuat

3. Keamanan secara ekonomi

4. Keamanan secara sosial budaya

5. Keamanan secara siber maupun forensik

6. Keamanan infrastruktur dan sistem-sistem pendukungnya

7. Sumber daya manusia yang profesional, cerdas, bermoral dan modern

8. Sistem-sistem pelayanan publik yang prima

9. Sistem monitoring dan evaluasi serta sistem akuntabilitas kepada publik yang transparan dan akuntabel

10. Sistem-sistem yang siap dalam kondisi emerjensi maupun kontijensi.

Keamanan dalam negeri merupakan dasar bagi suatu bangsa untuk dapat bertahan hidup tumbuh dan berkembang. Menjaga dan merawat kedaulatan bangsa agar dapat berdayatahan, berdaya tangkal bahkan berdaya saing. Di samping hal itu juga untuk mendapatkan pengakuan dari bangsa bangsa lain di dunia. 

Keamanan di dalam negeri secara astagatra dapat dilihat dari sisi geografi, sumber daya alam, demografi, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan, keamanan. Delapan pendekatan tersebut dapat dikembangkan dalam hukum, teknologi dan media.

Konflik antar sesama anak bangsa dapat menggunakan isu-isu dari gatra dari semua lini. Konteks konflik sosial dari isu akan menjadi labeling hingga kebencian. Penggunaan media di era post truth dengan hoax akan sangat berdampak tatkala masyarakatnya mudah terprovokasi atau mudah percaya atas sesuatu informasi. Model berita hoax didesain orang yang memiliki kompetensi mengaduk-aduk fakta dengan kebohongan mengubah kebenaran menjadi pembenaran, yang terus diviralkan hingga diyakini sebagai kebenaran.

Keamanan dalam negeri merupakan keteraturan sosial untuk mendukung produktifitas agar masyarakat dapat bertahan hidup tumbuh dan berkembang. Dalam konteks melindungi mengayomi melayani dan menegakkan hukum maka keamanan dan rasa aman wujud harmoni dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.  

Bisnis keamanan biasanya dikuasai atau dilakukan dengan gaya premanisme. Premanisme merupakan benalu bagi kehidupan sosial yang kontra produktif  anarkis dan merusak peradaban. Apa yang dilakukan para preman memaksa, mengancam, bahkan melakukan anarkisme sehingga aman namun tidak ada rasa aman.

Terjaminnya keamanan dan rasa aman masyarakat merupakan refleksi peradaban suatu bangsa. Dalam konteks ini tentu saja berbasis pada demokrasi di mana supremasi hukum dapat diimplementasikan sebagai mana hukum menjadi panglima. 

Supremasi hukum ditunjukan tegaknya hukum secara beradab, terkontrolnya keteraturan sosial dan adanya jaminan dan perlindungan HAM.  Pembangunan dan perbedayaan infrastruktur dan sistem-sistem teknologi untuk adanya keteraturan sosial merupakan bentuk perlindungan dan pengayoman

Tingkat kualitas keteraturan sosial dapat ditunjukan pada indeks keamanan yang meliputi: Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial budaya, Keamanan dan rasa aman. Di era digital indeks keamanan dilihat secara virtual maupun secara aktual.

Mewujudkan dan memelihara keteraturan sosial di era digital model smart policing dapat menjadi model yang menharmonikan dan mensinergikan antara conventional policing, electronic policing dan forensic policing. Basis implementasinya di dukung back office, application yang berbasis artificial intellegent, internet of things yang menampilkan indeks keamanan dalam wujud info grafis, info statistik maupun info virtual secara real time.

Keamanan dalam negeri dalam memberikan pelayanan kepada publik pada konteks negara demokrasi. Pelayanan keamanan, keselamatan, hukum, administrasi, informasi dan kemanusiaan dilakukan oleh aparat yang profesional cerdas bermoral dan modern yang mengikis bahkan menghilangkan model premanisme dan anarkisme. Keamanan dan rasa aman menjadi standar bagi warga masyarakat untuk beraktifitas menghasilkan produksi untuk dapat hidup dan meningkat kualitas hidupnya.

"Non scholae, sed vitae discismus" Kita belajar bukan untuk sekolah, tetapi untuk hidup.

Pendidikan apapun latar belakangnya, tujuannya adalah mendidik. Mendidik dalam konteks pendidikan adalah untuk memanusiawikan manusia atau semakin manusiawinya manusia. Pendidikan landasan utamanya moralitas yang dibangun dengan pendekatan kesadaran. Pendidikan yang keras dan tegas untuk menanamkan disiplin agar kelak mampu menghadapi berbagai masalah atau tantangan atas hidup dan kehidupan, namun tetap humanis yang penuh welas asih. Tujuannya tetap bagi kemanusiaan, agar kelak para pemimpin dengan kekuatan dan kewenangannya mampu mengambil keputusan untuk memanusiakan manusia demi semakin manusiawinya manusia dalam lingkup maupun konteks level apapun. 

Pendidikan yang di luar bagi semakin manusiawinya manusia sejatinya bukan pendidikkan karena bisa menjadi anti bagi kemanusiaan, keteraturan sosial maupun peradaban. Pendidikkan yang ada bisa menjadi semacam balas dendam, mengeksploitasi para murid atau peserta didik. Bisa saja dirasuki unsur kebrutalan yang merusak peradaban, karena dihasilkannya adalah kaum luka batin yang berdampak pada berbagai penyimpangan atas kemanusiaan. 

Pendidikkan dimulai dari gurunya atau pengajarnya. Peran dan fungsi guru berpengaruh besar atas hasil didik dari pendidikkan. Kualitas guru bukan sebatas pada intelektualnya namun juga moralitasnya. Guru menjadi kunci bagi keberhasilan suatu pendidikkan. Pendidikkan yang mendidik dan memcerahkan setidaknya dapat dilihat dari :

1. Lembaga atau wadah yang merupakan institusi pendidikkan menjadi ikon pencerahan dan pencerdasan bagi Otak, Otot dan Hatinuraninya.

2. Implementasi atas visi dan misi pendidikan dilaksanakan berbasis pembangunan karakter secara konsisten dan konsekuen.

3. Kualitas guru sebagai tenaga pengajar/pendidik adalah orang-orang yang mampu menjadi ikon dan layak dijadikan panutan atas pikiran perkataan dan perbuatannya.

4. Sistem pengajaran pelatihan dan pengasuhannya berbasis pada standar-standar pendidikan yang universal dan global walaupun dapat menggunakan kearifan lokal.

5. Kurikulum pelajarannya berbasis pada pencerdasan intelektual, emosional dan sosial 

6. Pola pengajarannya dibangun dengan landasan kesadaran, tanggung jawab dan disiplin.

7. Infrastruktur dan sistem-sistem pendukungnya atau sarana prasarananya untuk mendukung proses belajar berlatih dengan pendekatan holistik dan sistemik yang dinamis sesuai dengan perubahan maupun kebutuhan kekinian.

8. Tradisi dan nuansa akademis yang membudaya dalam lingkungan lembaga pendidikkan.

9. Ada wadah bagi penampungan pemikiran dan ide-ide kreatif seperti jurnal maupun penerbitan.

10. Kualitas rekrutmen peserta didik berbasis pada kejujuran transparan akuntabilitas secara moral, secara administrasi, secara hukum yang berbasis pada standar nasional maupun internasional.

11. Para peserta didik dapat merasakan dirinya tercerahkan.

12. Prestasi hasil didik yang  mampu menjadi ikon kemanusiaan, keteraturan sosial dan peradaban.

13. Pengakuan dan apresiasi dari masyarakat luas atas prestasi dan kinerja hasil didik yang profesional cerdas bermoral dan modern.

Masih banyak yang dapat dikembangkan untuk membangun lembaga pendidikkan. Namun ke 13 point tersebut setidaknya dapat menjadi acuan bagi upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan upaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Pendidikan bukanlah sebatas persyaratan untuk karier melainkan untuk membangun suatu kesadaran, meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam suatu peradaban. 

Moralitas menjadi salah satu kunci penting atas hasil pendidikan. Bisa dibayangkan bagaimana orang yang secara akademik maupun ketrampilannya tinggi namun moralnya rendah, ia bisa menjadi orang jahat yang membahayakan bagi hidup dan kehidupan. Kepandainya tidak lagi bagi kemaslahatan banyak orang. Bisa juga dengan kepandaiannya menipu bahkan menjajah rakyatnya. 

Bagian lain dari pendidikan adalah: "patuh, taat pada hukum bukan karena  keterpaksaan atau ketakutan melainkan adanya kesadaran untuk memahami bahwa hidupnya tidak hanya sendiri yang juga memikirkan bagi orang lain yang hidup bersama dengan dirinya". Membangun hukum yang menjadi kesepakatan hidup bersama dalam keteraturan sosial dan dapat ditegakan dengan berbasis moralitas yang ditunjukan dari kejujuran, kebenaran dan keadilan.

"Sivis pacem parabelum", kalau ingin berdamai harus siap untuk berperang. Kemampuan memerangi kebodohan, kemiskinan, sikap moralitas yang buruk, korupsi, kolusi, nepotisme dan banyak hal lain yang kontraproduktif inilah musuh biang keladi kehancuran suatu peradaban.

Membangun dan menyelenggarakan pendidikan bukan sebatas mencerdaskan melainkan juga mencerahkan dan mampu menemukan bahkan mengembangan imajinasi. Pencerahan pada suatu pendidikan adalah untuk menemukan keutamaan. Tatkala pendidikan sebatas persyaratan maka cara-cara instan hingga yang melanggar etikapun akan dihalalkan. Tatkala guru status sosialnya rendah maka kualitas pendidikan akan jauh dari memuaskan. 

Hasil didik merupakan cermin dari kualitas lembaga pendidikan. Maka pendidikan wajib mengajarkan dan menanamkan kesadaran tanggung jawab dan disiplin untuk menemukan keutamaan kepada para siswanya. Pendidikan memang bukan segala galanya namun melalui pendidikan dapat mengetahui segala sesuatu. 

Pendidikan menjadi ruang transformasi pengetahuan keterampilan moralitas agar semakin manusiawinya manusia. Guru sebagai kunci pendidikan menjadi energi transformasi yang mencerahkan hidup dan kehidupan para muridnya. Kualitas guru dalam hidup dan kehidupannya harus dirawat dan diperhatikan kesejahteraanya. tatkala para guru sulit dalam hidup dan kehidupannya dan tidak mendapatkan tempat yang layak dalam stratifikasi sosial maka pendidikan akan redup bahkan padam. Tatkala para guru kehilangan semangatnya maka tinggal menunggu waktu bencana suatu bangsa akan tiba. Bukan diserang dari luar melainkan saling serang sesama anak bangsa. Karena tidak mampu hidup dalam suatu peradaban dan mudah diadu domba. Hidup dalam suatu peradaban diperlukan kemampuan untuk memahami, membatasi, empati, peduli, saling menghormati, dan mampu saling menghidupi.

Peserta didik di era digital kadang merasa sudah lebih tahu dari guru-gurunya. Maka para guru bukan sekedar memberitahu apa dan bagaimana namun menjadikan siapa melalui pengajaran akan moralitas, nilai nilai kemanusiaan, soliditas, merawat kebhinekaan, patriotisme. 

Kecerdasan intelektual saja tidaklah cukup dalam mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara. Romo Mangun mengatakan  "Pada Pendidikanlah Tergantung Masa Depan Bangsa". Jangan berharap masa depan lebih maju kalau pendidikannya amburadul. Di sinilah Guru kadang dituntut menjadi superman yang bisa segala hal, namun energi menjadi super terabaikan. Mungkin kalau dikritik tajam ada yang membantah dan membela diri dengan memamerkan segala seremonialannya. Puja puji dan pengakuan serta penghargaan disana sini. Namun dalam fakta lagi-lagi guru dijadikan ganjel pelengkap penderita. 

Cerita duka lara ada di mana mana. Namun sejatinya karya guru-guru yang mencintai pekerjaannya tidaklah sia sia. Setiap jaman ada orangnya setiap orang ada jamannya. Guru tetaplah menjadi pilar bangsa. Muridmu yang bengal sekalipun mengakui siapa guru yang mulia. Entah ia kelak menjadi apa saja, akan tetap ingat keteladananmu. Walau sikap dan perilakunya nyebelin itu tanda sayang dan cinta kepada guru. Memandaikan manusia memang bukan hal mudah. Tidak mungkin dengan teriakan : siap grak, pinter grak. Semua membutuhkan proses panjang dan perjuangan.

Lembaga pendidikan kepolisian merupakan pengejawantahan atas "Pengembangan Ilmu Kepolisian". Ilmu kepolisian sebagai ilmu antar bidang yang mempelajari tentang:

1. Masalah sosial khususnya yang berkaitan atau berdampak pada keteraturan sosial

2. Hukum dan keadilan

3. Kejahatan dan penanganannya

4. Pemolisian

5. Isu isu penting yang terjadi dalam masyarakat. 

6. Teknik dan teknis dasar umum dan khusus kepolisian

 

Paradigma ilmu kepolisian dapat dilihat secara :

1. Filosofis : 

Pengembangan ilmu kepolisian dapat dikaji dan dijelaskan secara epistimologi, ontologi, metodologi maupun aksiologi.

2. Geo Politik dan Geo Strategis

Pengembangan ilmu kepolisian menjadi pilar NKRI dan konteks keamanan dan keteraturan sosial

3. Yuridis 

Pengembangan ilmu kepolisian dilandasi aturan hukum dan dapat dikembangkan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku

4. Globalisasi dan Modernisasi

Pengembangan ilmu kepolisian merupakan suatu kebutuhan atas perubahan yang begitu cepat

5. Akademis

Pengembangan ilmu kepolisian dapat di kembangkan berbagai strata keilmuan (S1, S2 dan S3), pengembangan kepemimpinan dan majerial, kompetensi khusus dan fungsional (Cyber, Forensik, untuk hal-hal yang bersifat ekstra ordinary)

6. Pragmatis, 

Ilmu kepolisian dapat dikembangkan pada konsentrasi : keselamtan (safety) contoh (safety driving centre), keamanan (private security, industrial security, public security, cyber security maupun forensic security)

Pengembangan ilmu kepolisian sejalan dengan yang ilmu yang dipelajari (Masalah sosial khususnya yang berkaitan atau berdampak pada keteraturan sosial, Hukum dan keadilan, Kejahatan dan penanganannya, Pemolisian,Isu isu penting yang terjadi dalam masyarakat) setidaknya dapat dikembangkan pada Fakultas :

1. Polisi dan Pemolisian

2. Keamanan 

3. Keselamatan

4. Intelejen 

5. Hukum dan Penegakan Hukum

6. Penyelidikan dan Penyidikan

7. Forensik

8. Siber dan Teknologi Kepolisian

9. Kajian Konflik Sosial

10. Kajian Terorisme

11. Kajian Kejahatan Luar Biasa

12. Manajemen Sekuriti dan Sebagainya

 

Kurikulum dan pengajaranya dapat dikategorikan sebagai berikut :

1. Pengajaran dasar ilmu kepolisian

a. Filsafat ilmu pengetahuan

b. Etika Publik

c. Metodologi Penelitian

 

2. Pengajaran pokok ilmu kepolisian

a. Ilmu-ilmu sosial 

b. Ilmu hukum, penegakan hukum dan keadilan

c. Ilmu kriminologi

d. Ilmu administrasi dan operasionalnya

e. Ilmu teknologi informasi

f. Hubungan antar suku bangsa (konteks masyarakat Indonesia yang multikultural)

g. Ilmu humaniora dan sebagainya.

 

3. Kapita Selekta yang berkaitan demgan isu isu penting dan aktual yang terjadi dalam masyarakat antara lain :

a. Idiologi 

b. Politik

c. Ekonomi

d. Sosial budaya

e. Keamanan

f. Pertahanan dan sebagainya.

 

Pendukung pengembangan ilmu kepolisian dengan adanya:

1. Pusat penelitian dan pengkajian

2. Lembaga-lembaga independen pendukung penelitian dan pengkajian 

3. Forum atau asosiasi dosen pengajar, alumni maupun pemerhati ilmu kepolisian

4. Penerbitan buku

5. Jurnal ilmiah

6. Laboratorium sosial

 

Pengembangan pendidikan untuk kompetensi khusus dan pragmatis yang dapat dikembangkan antara lain:

1. Safety Driving Centre

2. Security Training Centre

3. Sekolah Penyidik

4. Pendidikan Ilmu Kepolisian Level D1 dan D3

5. Kursus-kursus singkat 

6. Pelatihan pelatihan bagi master trainer dan trainer dan sebagainya.

Sespim Polri yang Presisi merupakan lembaga pendidikan yang mendidik dan menyiapkan kader pemimpin Polri masa depan sebagai polisi yang profesional Cerdas Bermoral dan Modern (PCBM). Para alumninya kelak saat menjadi pemimpin mampu mewujudkan Polri dalam Pemolisiannya sebagai Penjaga Kehidupan, Pembangun Peradaban, Pejuang Kemanusiaan.

Kepolisian dapat dimaknai sebagai institusi, sebagai fungsi dan sebagai petugas yang PCBM sebagai penjaga kehidupan pembangun peradaban dan pejuang kemanusiaa  dapat dijabarankan sebagai berikut  :

  1. Polisi yang profesional menunjukkan pada kompetensi atau keahliannya yang berbasis pada ilmu kepolisian dalam mengimplementasikan smart policing. Petugas yang ahli memiliki mental dan fisik yang siap menjadi pelayan pelindung dan pengayom masyarakat. Di samping itu juga sebagai aparat penegak hukum dan keadilan bangsa dalam mewujudkan dan memelihara keteraturan sosial. Yang mampu diimplementasikan pada operasi yang bersifat rutin, khusus atau kontijensi yaitu kondisi ekstrim sekalipun, agar tetap terwujud dan terjaga keteraturan sosial
  2. Cerdas bermoral mampu ditunjukkan bahwa polisi merupakan jalan hidup atau panggilan hidup sebagai patriot bangsa. Yang dibangun atas dasar kesadaran tanggung jawab dan disiplin serta mampu menunjukkan kreatifitas maupun inovasinya. Untuk mewujudkan polisi sebagai penjaga kehidupan, pembangun peradaban sekaligus pejuang kemanusiaan. Yang memiliki spirit kebangsaan nasionalisme yang tinggi sebagai anak bangsa dalam membangun dan membuat bangsa menjadi berdaulat bertahan dalam kondisi aman damai dan sejahtera. Spirit patriotisme merupakan spirit rela berkorban dengan penuh kesadaran tanggung jawab dan disiplin karena kecintaan dan kebanggaan dalam profesi dan sebagai anak bangsa.
  3. Modern konteks pemolisian yang berbasis pada ilmu pengetahuan dan teknologi yang mampu mendukung pada sistem smart policing yang tergelar dalam model conventional policing, electronic policing dan forensic policing. Sehingga mampu memberikan pelayan prima (cepat tepat akurat transparan akuntabel informatif dan mudah diakses) di bidang pelayanan : keamanan, keselamatan, hukum, administrasi, informasi dan kemanusiaan.
  4. Penjaga Kehidupan. Polisi dengan pemolisiannya sebagai penjaga kehidupan yaitu keberadaan polisi adalah mampu menjamin keamanan dan rasa aman sehingga warga masyarakat dapat beraktifitas untuk berproduksi. Produktifitas tersebut membuat masyarakat dapat bertahan hidup tumbuh dan berkembang. Polisi sebagai "co producer" tidak bermain main dengan hal-hal yang ilegal dan tidak membiarkan penyimpangan yang contra productive (tidak terima suap dan tidam melakukan pemerasan). 
  5. Polisi sebagai pembangun peradaban di mana keberadaan Polisi sebagai penegak hukum dan keadilan mampu menunjukkan bahwa hukum sebagai simbol peradaban. Di dalam proses penegakkannya adalah untuk menyelesaikan konflik secara beradab. Mencegah agar jangan terjadi konflik yang lebih luas. Membangun budaya tertib. Agar ada kepastian. Bagian dari mencerdaskan kehidupan bangsa.
  6. Polisi sebagai pejuang kemanusiaan

Walaupun dengan upaya paksa sekalipun konteks humanisme ini yang menjadi dasar yaitu pada produktifitas dan peradaban serta keteraturan sosial, sehingga segala usaha dan upaya yang dilakukan pada tingkat manajemen maupun operasional dengan atau tanpa upaya paksa adalh tetap bagi semakin manusiawinya manusia.

Ketiga kredo tadi dibangun dengan kesadaran. Kesadaran konteks ini adalah mampu memahami peran dan fungsinya sebagai polisi penjaga kehidupan, polisi sebagai pembangun peradaban dan polisi sebagai pejuang kemanusiaan. Birokrasi kepolisian menjadi ikon peradaban. Ikon kecepatan kedekatan dan persahabatan. Keberadaan polisi mampu mengurangi rasa takut warga masyarakat akan adanya gangguan kriminalitas. Polisi dengan pemolisiannya bekerja secara proaktive problem solving. Membangun kemitraan, mengutamakan pencegahan dan keberaannya diterima dan didukungbwarga masyarakat yg dilayaninya. 

Pada era digital dan era kenormalan baru maka konteks pemolisian dikembangkan dalam model "smart policing" yang merupakan contemporary policing yang berbasis community policing sehingga adanya harmoni antara conventional policing, E policing dan Forensic policing yang mampu memberikan pelayanan prima (cepat tepat akurat transparan akuntabel informatif dan mudah diakses) kepada masyarakat.

"Polisi kehebatannya bukan pada pangkat jabatan, kepandaian atau kewenangannya, melainkan pada perilakunya, manakala mampu menhadi role model/ikon dan panutan yang dipercaya masyarakat. Sejalan dengan spirit polisi penjaga kehidupan, pembangun peradaban dan pejuang kemanusiaan yang PCBM. Maka semangat atau spirit sespim sebagai lembaga pendidikan bagi calon-calon pemimpin di masa depan di level first line supervisior, midle manager maupun top manager dalam menyelenggarakan pendidikannya menunjukkan lembaga pendidikan kepolisian yang dinamis dan modern yang memiliki visi membangun kader-kader pimpinan kepolisian bahkan sebagai pimpinan bangsa di berbagai lini kehidupan yang mampu membawa bangsa yang memiliki daya tahan, berdaulat, rakyatnya aman, sejahtera, adil dan makmur. 

Untuk mewujudkan proses pengkaderan bagi penyiapan calon polisi yang PCBM dan kader pimpinan Polri di masa depan maka beberapa point-point penting yang dibutuhkankan antara lain sebagai berikut:

1. Kebijakkan pimpinan sebagai political will mendukung perwujudan visi misi dan tujuan Sespim

2. Pemimpin yang Transformatif

3. Menyiapkan dan membangun infrastruktur dan sistem-sistem pendidikan dan latihan yang visioner modern dengan model-model :

a. Implementasi conventional policing, E policing dan Forensic policing 

b. Penanganan operasi yg bersifat rutin, khusus maupun kontijensi 

c.  Studi kasus atas issue issue penting yang terjadi dalam masyarakat

d. Manajemen media untuk mengatasi dan menghadapi era post truth, 

e.  Forensik Policing untuk menghadapi gangguan keteraturan sosial atas serangan teror dari nuklir, mikro biologi dan kimia dan sebagainya.

f. Pemolisian yang berbasis wilayah, berbasis fungsional dan dampak masalah seperti: ideologi politik ekonomi, sosial budaya hingga penanganan konflik-konflik sosial skala besar dalam negeri termasuk terorisme hingga bencana alam,

g. Model-model intelejen dan fungsi teknis kepolisian lainnya 

h.  Model kajian dan rekayasa sosial dalam masyarakat yang modern dan demokratis dan sebagainya

i. Model infrakstruktur dan sistem-sistem ini bisa dibangun dalam model laboratorium, simulator dan paktek lapangan yang sesuai konteksnya.

4. Membangun dan menyiapkan SDM yang profesional sebagai tenaga staf pengajar dan pelatih yang memiliki kualitas sebagai guru mentor dan panutan. Karena guru merupakan Ikon Pendidikan. Guru menjadi kunci dalam pendidikan dan merupakan tokoh sentral dalam pendidikan untuk mengajarkan, mentransformasi, memotivasi, menginsprasi, mendampingi, menjadi konsultan bagi para taruna untuk memiliki karakter sebagai prajurit patriot yang profesional. Spiritualitas guru inilah yang hendaknya menjadi acuan dalam pendidikan berkrakter untuk menyadarkan dan menanamkan rasa tanggung jawab, jiwa korsa dan semangat kemanusiaan.

Pendidikan menjadi ikon kejujuran, kebenan dan keadilan dimana guru-guru adalah para pejuang kemanusiaan. 

5. Program-program pendidikan dan pengasuhan dapat dibangun dalam berbagai model dinamis 

a. Pola pendidikan yang mencakup akademik secara konsep teoritikal, training untuk skill problem solving (dengan model-model yang tercakup pada point 2 dan skenario-skenario melalui sistem-sistem simulasi modern maupun laboratorium serta praktek lapangan) dan penanganan berbagai isu aktual yang terjadi agar para taruna juga memahami dunia luar apa yang menjadi isu aktual. Semua itu dalam pengaturan silabus yang mencakup teoritikal dan model proaktif prediksi, antisipasi dan solusi.

b. Pengasuhan ini sebagai sistem transformasi olah raga dan olah rasa (religi, seni, tradisi, hobby, komuniti hingga teknologi) model-modelnya dapat disesuaikan secara dinamis. Penerapan art policing pada pembinaan mentaf fisik dan spiritual.

c. Di samping itu pola mentorship pola coach dibangun pola-pola penanaman budaya kepolisian sehat, edukatif dan visioner dalam membangkitkan jiwa polisi yang PCBM dengan berbasis kesadaran, tanggung jawab dan disiplin.

d. Pola tanggap tanggon trengginas dikembangkan dengan pola-pola visioner modern sebagai pengkaderan pimpinan masa depan.

6. Sistem belajar mengajar dengan nuansa akademis, nuansa kepolisian yang modern dan nuansa kehidupan yang menjadi ikon peradaban untuk menumbuhkan jiwa-jiwa pemimpin Polri yang PCBM bahkan pemimpin bangsa di masa depan.

7. Sistem monitoring dan evaluasi prestasi dan berbagai kendala pendidikkan atas para anggota tetap, dosen, instruktur, pelatih hingga para peserta didik secara online dan dalam sistem big data sehingga sistem pendidikan ini fair dan mampu menunjukkan pola pendidikan yang mampu menjadi icon world class education.

8. Sistem reward and punishment yang berbasis pada sistem-sistem penilaian kinerja atau SOP atau etika taruna yang termaktub dalam peratutan-peraturan Kalemdiklat maupun kode etik peserta didik sespim atau berbagai peraturan lainnya secara konsisten dan konsekuen diimplementasikan dan ditegakan.

9. Sistem pendidikan lanjutan secara nasional maupun internasional pada jenjang akademik, training dan benchmark serta untuk seminar atau berbagai kegiatan simposium nasional maupun internasional.

10. Pemeliharaan dan perawatan semua aset-aset pendukung pendidikan :

a. lingkungan kampus dan perkantoran, lingkungan latihan, lingkungan pembinaan-pembinaan olah raga dan olah rasa (religi, seni, tradisi, hobby, komunitas dan teknologi) dan sebagainya.

b. Pembinaan karier personil Akpol dalam promosi, mutasi dan demosi.

c. Kesejahteraan personil pada asrama dan lain-lain.

d. Infrastruktur sarpras/ logistic.

e. Rumah sakit dan pelayanan kesehatan.

f. Tempat ibadah dan sebagainya.

Lembaga pendidikan menjadi ikon peradaban kekuatan kedaulatan dan kemajuan hingga modernitas suatu bangsa. Sespim dengan spirit-spirit di atas menjadi lembaga pendidikan acuan kebanggaan yang berstandar World Class Executif Studies.

Polisi dan Pemolisiaannya yang Presisi diwujudkan dan polisi yang PCBM. Polisi bekerja dalam ranah birokrasi dan ranah masyarakat, benang merahnya itulah yang dikatakan pemolisian. Policing (pemolisian) merupakan segala upaya kepolisian pada tingkat manajemen maupun operasional, dengan atau tanpa upaya paksa untuk mewujudkan dan memelihara keteraturan sosial. 

Dengan demikian spirit polisi dalam pemolisiannya  secara manajerial maupun operasional adalah untuk kemanusiaan dengan PCBM (profesional, cerdas, bermoral dan modern) dalam memberikan pelayanan kepada publik. Pelayanan kepolisian kepada publik mencakup: Pelayanan keamanan, Pelayanan keselamatan, Pelayanan hukum, Pelayanan administrasi, Pelayanan informasi serta Pelayanan kemanusiaan.

Standar pelayanan kepolisian kepada publik adalah cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel, informatif dan mudah diakses. Polisi dalam menegakan hukum adalah demi semakin manusiawinya manusia, yang merupakan upaya membangun peradaban agar terwujud dan terpeliharanya keteraturan sosial. 

Konteks inilah yang dikatakan tujuan pemolisian adalah untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan terjaminnya keamanan dan rasa aman serta terwujudnya keteraturan sosial. Pola pola pemolisian bisa dikembangkan sesuai dengan corak masyarakat dan kebudayaannya yang berbasis wilayah, berbasis fungsi dan berbasis dampak masalah. 

Model pemolisian dapat dibuat sebagai acuan pengembangan kualitas kepemimpinan, infrastruktur dan model modelnya sebagai berikut:

1. Model pemolisian yang berbasis wilayah :

a. Border policing (pemolisian di kawasan perbatasan)

b. Maritime policing (pemolisian di kawasan maritim atau kepulauan atau kawasan pantai) 

c. Industrial policing (pemolisian di kawasan industri)

d. Disaster policing (pemolisian di kawasan rawan bencana)

e. Bisa dikembangkan dari model orientasi kegiatan masyarakatnya (community oriented policing) pada masayarakat perkotaan, pertanian, nelayan, perkebunan, buruh dan sebagainya

2. Model pemolisian yang berbasis pada fungsinya : fungsi utama, fungsional maupun fungsi pendukung sebagai berikut:

a. Road safety policing (pemolisian berbasis pada road safety atau lalu lintas

b. Paramilitary policing, model pemolisian ala paramiliter

c. Cyber policing, pemolisian dalam memberikan pelayanan secara virtual 

d. International policing, pemolisian internasional seperti : pasukan misi perdamaian PBB, laision officer, hubungan kerjasama internasional dalam penanganan kejahatan, studi banding dan pertukaran kemampuan polisi, dan sebagainya.

e. Emergency policing, model pemolisian menghadapi situasi kegawat daruratan dan sebagainya.

3. Model Pemolisian yang berbasis dampak masalah :

a. Democratic policing

b. Electronic policing, pemolisian secara elektronik yang merupakan model pemolisian di era digital atau era revolusi industri 4.0

c. Forensic policing sebagai model pemolisian di era kenormalan baru dan sebagainya.

Memahami polisi dan pemolisiannya dari model di atas adalah secara holistik atau sistemik yang tidak dipahami secara parsial.

Polisi dalam pemolisiannya dalam bertindak tegas sekalipun spiritnya tetap untuk melindungi, mengayomi danmelayani agar ada keteraturan sosial. Hal ini menunjukan bahwa manusia adalah aset utama bangsa maka di situlah hakekat pemolisian untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa. 

Polisi dengan pemolisiannya dalam menegakan hukum untuk menyelesaikan konflik atau masalah dengan cara yang beradab, mencegah agar konflik meluas atau semakin besar, melindungi mengayomi melayani korban dan pencari keadilan, membangun budaya tertib, adanya kepastian serta edukasi.

Keberhasilan pelakasanaan tugas polisi dengan pemolisiannya bukan semata-mata pada pengungkapan perkara namun juga dilihat dari keteraturan sosial dan tingkat kepercayaan publik serta kualitas pelayanannya. Polisi dalam pelayanannya kepada publik merupakan ikon atau simbol kemanusiaan, peradaban dan keteraturan sosial. 

Polisi dalam pemolisiannya dilihat dari tingkat profesionalismenya, kecerdasannya, moralitasnya dan modernitasnya. Membangun kepolisian yang profesional, cerdas, bermoral dan modern dapat dibangun melalui : 

1. Pembangunan pendidikan yang berlandaskan kesadaran, tanggung jawab dan disiplin

2. Kepemimpinan yang tranformasional

3. Keteladanan 

4. Penanaman nilai nilai kemanusiaan, peradaban dan keteraturan sosial

5. Membangun infrastruktur dan sistem sistemnya yang berefek pada budaya malu dan kualitas pelayanan publik yang prima. Polisi melalui pemolisiannya  merupakan bagian bahkan refleksi dari masyarakat yang dilayaninya. Soft Power dari Kebiasaan yang baik akan membawa kepada hati nurani yang baik

Kalau kita melihat siaran NHK ( TV Nasional Jepan ) yang disiarkan suasana teduh damai dengan berbagai pendekatan seni budaya. Hal tersebut dilakukan dan dipertontonkan serta diajarkan bagaimana mempertahankan hidup dengan tetap menghargai kehidupan. Ada film tentang sikap pemain dan suporter sepak bola yang kalah bertanding tetap menunjukan sikap yang hormat ada rasa terimakasih dan juga menunjukan sesuatu yang humanis beradab. Sebelum meninggalkan stadion mereka membersihkan sisa-sisa kotoran dan menunjukan stadion bisa lebih bersih dari sebelum pertandingan. 

Ada sebuah analogi just kiding/ joke antara polisi Jepang dengan polisi Indonesia. Pada saat polisi Indonesia berkunjung ke Jepang dan melihat polisi Jepang melakukan tindakan yang humanis, dialogis, polisi Indonesia memuji mujinya. Polisi Jepang itu heran, mengapa harus dipuji. Dan mengatakan ini hal yang biasa karena merupakan pekerjaan kami. Pada suatu kesempatan polisi Jepang ke Indonesia dan melihat polisi Indonesia melakukan tindakan kekerasan, melakukan hal-hal yang berbeda dengan sebagaimana keutamaan polisi, polisi Jepang komplain : mengapa anda melakukan penyimpangan? Polisi Indonesia terheran heran, saya tidak menyimpang, Ini pekerjaan saya. 

Kita bisa melihat tata cara adat orang Jepang meminum teh "cha no yu" betapa mereka sangat lembut dan menghormati dan menikmati atas nikmat rasa meminum teh. Saya bukan memuja muja Jepang lebih hebat, namun yang ingin saya tunjukan adalah kebiasaan yang baik akan membawa kepada hati nurani yang baik. 

Kebiasaan ini diajarkan dilatihkan terus menerus sehingga menjadi habitus dan semua dijalankan secara reflek. Bangsa berbudaya akan menghargai seni budaya dan mampu menata keteraturan sosial dan mengemas menjadi pariwisata. Sumberdaya yang ada akan dibangun dalam kemanusiaan, keteraturan sosial dan peradaban. Kebiasaanpun akan menjadikan suatu keahlian . “Kebiasaan yang baik membawa kita pada hati nurani yang baik”. 

Kebiasaan sebagai sesuatu yang telah terpola, berulang dari waktu ke waktu untuk mengerjakan sesuatu yang terstruktur. Kebiasaan hampir-hampir mendekati insting (reflek), kalau dilatih terus menerus akan menjadi suatu kepekaan dan keahlian. Sering kali kita melihat pemain-pemain acrobat, mereka sangat mahir melakukan berbagai atraksi yang tidak semua orang bisa/berani melakukan. Kebiasaan melakukan sesuatu yang baik memang harus dilatih dengan penuh ketekunan, apalagi kebiasaan yang memerlukan kompetensi. Tanpa pendidikan dan latihan sulit bagi seseorang mempunyai kebiasaan yang baik. 

Kebiasaan yang baik akan menjadikan seseorang memiliki hati nurani yang baik. Keahlian yang berguna/ bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia dimulai dari pendidikan dan latihan untuk membiasakan yang baik.Dasar dari pendidikan dan latihan yang baik dimulai dari kesadaran dan tanggung jawab. Membangun kesadaran dan tanggung jawab melalui sistem/mekanisme untuk merubah mind set seseorang. Membangun mind set, dalam masyarakat diperlukan rekayasa sosial yang didukung dengan sistem, program dan teknologi. 

Kebiasaan yang baik perlu dijabarkan indikator-indikatornya, sehingga kebiasaan yang baik dapat dinilai kompetensinya. Dalam suatu organisasi maupun institusi, kebiasaan yang baik dapat dikategorikan sebagai perilaku organisasi. Perilaku organisasi dapat dibuat acuan pada etika kerja yang berisi apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Etika kerja menjadi bagian dari SOP (standard operational procedure) yang terdiri dari, job description dan job analysis, standar keberhasilan tugas, sistem penilaian kinerja, dan sistem reward dan punishment.

Kebiasaan baik tidak akan muncul tatkala banyak peluang untuk menyimpang, kesadaran tanggung jawabpun akan ikut menghilang tatkala tidak ada sistem yang unggul. Tatkala kebiasaan yang baik tidak ada maka keahlianpun tidak didapatkan. Menjadi ahli karena terbiasa dan mempunyai kompetensi. Tatkala disatukan pada komitmen dan keunggulan yang akan menjadi karakter. Karakter dapat dipahami dari komitmen, integritas dan keunggulan. Itu semua dimulai dari sang pemimpin dan kepemimpinannya. Tatkala pemimpin mampu menunjukan sesuatu dengan penuh dengan cinta dan kasih sayang untuk melindungi, mendidik dan mampu menjadi ikon maka ini juga akan  mampu bagi  pembangunan karakter dan untuk menyiapkan masa depan yang lebih baik.

Prof Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa polisi adalah kumpulam orang baik. Polisi bekerja melalui O2H ( otak otot dan hati nurani ). Maka pemimpin dalam kepemimpinannya perlu empati, kepekaan kepedulian dan bela rasa.

Empati Seorang Pemimpin

Sebuah cerita klasik dari relief candi Mendut, tentang burung berkepala dua bisa kita jadikan analogi untuk melihat pemimpin dan kepemimpinannya. Kepala bagian atas memakan buah-buahan dan makanan-makanan yang segar, enak, dan manis. Kepala yang satunya (kepala bawah) memakan sisa-sisa dari apa yang dimakan oleh kepala atas. 

Suatu ketika kepala bawah protes kepada kepala atas agar sesekali diberinya makanan yang enak seperti yang dimakannya. Tak disangka kepala atas mengatakan: "Wahai kepala bawah, terimalah dan syukurilah apa yang kau nikmati. Kita toh satu tembolok. Jadi, makanlah apa yang menjadi makananmu."

 Mendengar jawaban seperti itu, kepala bawah merasa dilecehkan. Dalam hati ia berkata: "Kalau begitu aku akan makan sembarangan, toh satu tembolok juga". Pada suatu hari kepala bawah nekat makan jamur beracun. Matilah burung berkepala dua tadi.

Cerita di atas dapat dikaitkan kepada pemimpin dan gaya kepemimpinannya yang kelihatan anggun dan berwibawa. Ia menempatkan posisi pada menara gading dikelilingi kemewahan puja puji dan berbagai kenikmatan duniawi. Di lain pihak, anak buah yang menjadi bawahannya seakan budak yang dijadikan ganjalan penyangga kemegahannya itu. Ia tak mempedulikan kesedihan dan kesusahan bawahannya. Ia juga tidak mempedulikan kesengsaraan masyarakat luas akibat kebijakan yang diambilnya. 

Cepat atau lambat bawahan, anak buah ini bisa saja nekad, melakukan harakiri, melakukan tindakan fatal yang muaranya memang pimpinan tadi akan rontok di singgasananya. Mereka bisa saja nekad karena pemimpin sudah lupa  emimpin tidak jarang malahan menyakiti mereka. Anak buah sudah biasa sengsara, tidak usah dimanja nanti malah nglunjak dan repot mengatasinya, demikian pikir sang pemimpin.  

Bayangkan saja, betapa tega seorang pemimpin menjadikan bawahannya sebagai ganjel kesuksesan dan keberhasilannya. Empati seorang pemimpin terhadap anak buah seharusnya merupakan kesegaran roh dan jiwa mereka dalam bekerja. 

Pemimpin yang berempati tidak mematikan tetapi menyadarkan, membangkitkan, menghidupkan, memberi daya gerak dan daya untuk menjadi dinamis tumbuh dan berkembang. Dirinya bukan menjadi matahari tetapi justru menjadi bulan, memberi pencerahan dan penerangan di saat kegelapan. Di saat terjadi kesesatan, di saat terjadi kelesuan, di saat terjadi keputusasaan pemimpin tampil sebagai sang penuntun, pembimbing, bintang pedomam,  arah, dan tujuan. Hidupnya siap berkorbaan dalam membangun dan mencapai sasaran. Tak gentar terhadap hambatan, tantangan, ancaman yang bisa merusak dan mematikan dirinya maupun keluarganya. 

Jiwa solidaritas seorang pemimpin akan melegenda. Pemimpin dikenang bukan dari kekayaannya, kezalimannya, tetapi karena kerendahatiannya, empatinya, rasa senasib sepenanggungan, kerelaan berkorban, kemampuan membawa kemajuan, menempatkan pada tempat sebagaimana yang seharusnya. Dadi ratu kudu ono lelabuhane, ora ono lelabuhane ora ono gunane. Ratu iku anane mung winates dadi kawulo tanpo winates.

"Saya lebih senang dan bangga berada di tengah-tengah anak buah saya," demikian dikatakan oleh Jend. Sudirman. Walau sakit dan harus ditandu, ia ikut bergerilya untuk merasakan apa yang menjadi penderitaan anak buahnya. Kehebatan seorang pemimpin bukanlah pada dirinya dan tebar pesonanya, tetapi ada suatu transformasi menjadi kebaikan dan selalu ada pebaikan. 

Mahatma Gandi sebagai pemimpin berani dan mau memberi teladan dengan menenun sendiri pakaiannya. Ia tidak harus dengan berjas dasi. Martin Luther King Jr, pemimpin pergerakan antirasialis di Amerika, pun memperjuangkan hak-hak kaumnya dan berempati untuk tidak dengan kekerasan. Bahkan, ia pun menjadi korban kekerasan yang menghilangkan nyawanya. Demikian pula Mahatma Gandhi.

Lagi-lagi pemimpin memang yang akan memberi warna menjadi bintang pedoman arah dan tujuan. Menginspirasi, mampu memberdayakan dan mengajak anak buahnya mewujudkan mimpi-mimpinya. Di zaman modern ini pemimpin diituntut untuk berani, cerdas, dan murah hati, yang melayani. Dia mau menjembatani dan mau memahami bahkan menjadi role model bagi rekan dan bawahannya.  Ki Hajar Dewantoro tokoh pergerakan nasional pendidikan mengajarkan filosofi

1. Ing Ngarso Sung Tulodo

2. Ing Madyo Mangun Karso

3. Tut Wuri Handayani.

Keutamaan Pemimpin dalam Kepemimpinannya setidaknya mencakup :

1. Menjadi role model. Menjadi suatu ikon/role yang menginspirasi dan menjadi panutan serta kebanggaan 

2. Memotivasi memberi spirit untuk menumbuhkan daya juang dan kratifitas serta nyali untuk melakukan kebaikan dan perbaikan

3. Memahami keutamaan apa yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya

4. Memiliki kesadaran untuk belajar dan memperbaiki kesalahan di masa lalu, 

5. Siap menghadapi berbagai tantangan, tuntutan dan harapan di masa kini

6. Menyiapkan masa depan yang lebih baik 

7. Visioner, proaktif dan problem solving, mampu memprediksi, mengantisipasi dan memberikan solusi

8. Komunikatif dan membangun Soft Power maupun Smart Power

9. Dinamis dan mampu mengatasi disrupsi dengan kreatif dan inovatif

10. Membawa dampak positif, dipercaya dan memdapat dukungan secara internal maupun eksternal

Pemimpin simbol dan sumber energi. Pemimpin itu memberi warna, cerah kusam hingga gelap yang merupakan refleksi kinerjanya. Pemimpin mewakili dari banyak orang dan mengemban amanah atas kekuasaan dan kekuatan untuk mengelola dan memberdayakan sumber daya yang ada. Pemimpin sang pemimpi. Pemimpin yang tidak memiliki mimpi bukan pemimpin. 

Mimpi dalam konteks ini bukanlah halayan atau bualan pepesan kosong melainkan memiliki pemikiran yang visioner. Agar mampu memperbaiki kesalahan di masa lalu, menjaga marwah dan nilai nilai luhur yg telah dirintis para pendahulunya. Mampu dan siap di era kekinian dan mampu menyiapkan masa depan yang lebih baik. Pemimpin dengan kepemimpinanya merupakan legacy. 

Pemimpin memiliki gaya kepemimpinan dari otoriter hingga demokratis yang gaya-gaya tersebut dapat diterapkan sesuai dengan konteksnya. Pemimpin ini bagai dirigen yang memainkan orkestra dengan harmoni menyanyikan lagu-lagu indah. Pemimpin merupakan kekuatan untuk menggerakkan dan memainkan kinerja sesuai standar standar yang dibuatnya untuk dapat mencapai tujuan.

Pemimpin sebagai simbol dan sumber energi. Kemampuan menjadi simbol dan sumber energi akan muncul dari upaya mewujudkan mimpinya agar dapat menjadi kenyataan. Pemimpin sebagai simbol energi, keberadaannya mampu menjadi kekuatan baru penyegaran dan harapan. Pemimpin sumber energi kekuatan dan kekuasaannya mampu menghasilkan kinerja yang berguna bagi terwujud dan terpeliharanya kehidupan serta meningkatnya kualitas hidup banyak orang. Pemimpin yang mampu menjadi simbol dan sumber energi ini akan mampu membawa apa saja yang dipimpinnya mendapatkan kepercayaan banyak orang. Dan mengangkat harkat dan martabat secara lingkup kecil terbatas hingga lingkup yang luas bahkan mengglobal. 

Kekuatan seorang pemimpin pada energi yang dihasilkan dapat dilihat dari kebijakan-kebijakannya. Kita dapat belajar dari gelar Sultan Agung hanyokro kusumo senopati ing ngalogo sayidin panoto gomo khalifatuloh. Secara bebas dapat dimaknai sebagai Raja sang pemimpin besar, kusuma bangsa panglima perang pemimpin agama dan utusan Tuhan. Kekuatan dan kekuasaan pemimpin menjadi sangat penting dan mendasar untuk memiliki ketahanan, daya tangkal bahkan daya saing. Karena dalam hubungan apapun senantiasa ada hubungan kekuatan.

Sespim lembaga pendidikan yang mendidik calon-calon pimpinan di masa depan didasarkan pada moralitas, kesadaran, tanggung jawab untuk menghasilkan pemimpin yang mampu mewujudkan dan dan memelihara keamanan dalam negeri dan mendukung pembangunan nasional.

Suatu bangsa yang berdaulat memiliki ketahanan atas berbagai gerusan dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Selain itu juga memiliki kemampuan memberikan jaminan keamanan dan rasa aman bagi warganya untuk bertahan hidup tumbuh dan berkembang atau meningkat kualitas hidupnya. 

Kamanan dalam negeri adalah keteraturan sosial  secara idiologi, politik, ekonomi, sosial, budaya secara pribadi, di ruang publik, profesi dan berbagai pekerjaan, lingkungan hidup, dan mayantara yang dapat mendukung produktifitas maupun upaya upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat. 

Keamanan dalam negeri diwujudkan dalam keteraturan sosial sehingga terjaminnya keamanan segala sumberdaya negara dari manusianya, kekayaan alamnya, idiologi, politik ekonomi dan sosial budayanya untuk dapat bertahan hidup tumbuh dan berkembang sehingga berdaulat, berdaya tahan, berdaya tangkal bahkan berdaya saing.

Cdl (Viozzy)