merdekanews.co
Minggu, 28 Januari 2024 - 18:25 WIB

Presiden Boleh Memihak dan Berkampanye

Ganjar Sebut Pernyataan Jokowi Cederai Etika Politik dan Moral Pemerintahan, Anies Bilang Begini

Jyg - merdekanews.co
Presiden Joko Widodo. (foto: istimewa)

Jakarta, MERDEKANEWS -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa presiden boleh memihak dan berkampanye dalam pemilu. Hal itu disampaikan Jokowi usai menghadiri seremoni penyerahan Pesawat A-1344, Helikopter Fennec, dan Helikopter Panther Tahun 2024 di Lanud Halim Perdana Kusuma pada Rabu (24/01) lalu.

Pernyataan tersebut memantik respons banyak pihak. Kegaduhan memantik seluruh negeri. Terlebih, statemen itu keluar di tengah-tengah masa kampanye Pemilu 2024.

Menyusul kegaduhan itu, Presiden Jokowi bahkan kembali buka suara terkait pernyataan presiden boleh memihak dan berkampanye.

Sembari menunjukkan print kertas besar bukti pasal dalam UU Pemilu yang mengatur hal tersebut. Jokowi menjelaskan, maksud dirinya mengungkap hal itu karena berawal dari pertanyaan wartawan.

"Itu kan ada pertanyaan dari wartawan mengenai menteri boleh kampanye atau tidak. Saya sampaikan ketentuan dari peraturan perundang-undangan, ini saya tunjukin (menunjuk kertas print berisi pasal UU Pemilu). Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 jelas menyampaikan di Pasal 299 bahwa presiden dan wakil presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye, jelas," jelas Jokowi dalam YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (26/01).

Jokowi mengatakan pasal tersebut sudah jelas. Jokowi meminta pernyataannya tidak ditarik ke mana-mana. "Itu yang saya sampaikan ketentuan mengenai UU Pemilu, jangan ditarik ke mana-mana," ucapnya.

Jokowi juga memberikan bukti print Pasal 281 berisi syarat jika presiden dan wakil presiden kampanye. Pasal itu menjelaskan tentang kampanye yang tidak menggunakan fasilitas negara dan cuti di luar tanggungan.

"Kemudian juga Pasal 281 juga jelas bahwa kampanye dan pemilu yang mengikutsertakan presiden dan wakil presiden harus memenuhi ketentuan, tidak menggunakan fasilitas dalam jabatan kecuali fasilitas pengamanan, dan menjalani cuti di luar tanggungan negara," ujarnya.

Jokowi mengatakan ketentuan tersebut sudah jelas mengatur hak presiden dan wakil presiden boleh kampanye. Jokowi meminta agar pernyataannya tidak diinterpretasikan negatif.

"Sudah jelas semua kok, sekali lagi jangan ditarik ke mana-mana, jangan diinterpretasikan ke mana-mana. Saya hanya menyampaikan ketentuan perundang-undangan karena ditanya," ucapnya.

Namun apa lacur, statemen presiden boleh memihak dan berkampanye dalam pemilu sudah menimbulkan kegaduhan banyak pihak. Calon presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo menyebut, pernyataan Jokowi sarat intervensi dan konflik kepentingan. Menurutnya, statemen tersebut kurang elok diucapkan oleh seorang presiden yang masih menjabat.

"Maka rasanya statement yang pertama menurut saya lebih pas untuk diterapkan, kalau statement yang kedua rasanya harus dikoreksi karena kita mempertaruhkan demokrasi ini dengan potensi intervensi dari mereka yang sedang memegang kuasa," kata Ganjar usai menghadiri acara Deklarasi Dukungan dari Paguyuban Kiai Kampung di Lapangan Purabaya, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Sabtu (27/01).

Ganjar menambahkan, pernyataan itu dapat mencederai etika politik berserta moral pemerintahan di Indonesia. Sebab, seorang Presiden sepatutnya bersikap netral dan tidak menunjukkan keterpihakan Presiden terhadap salah satu paslon dalam pilpres 2024.

"Saya kira agak berbahaya kalau dilakukan, meskipun tentu saja kalau secara hukum itu diperbolehkan, maka itu akan menjadi perdebatan dan hari ini perdebatannya sudah terjadi. Maka kata KPU orang yang incumbent (pertahanan) itu harus izin pada dirinya sendiri, itulah namanya conflict of interest jadi akan semakin rumit," kata Ganjar.

"Rasanya segera kembalikan netralitas kepada mereka yang memang punya potensi untuk bisa menyalahgunakan, TNI, Polri, ASN, Kepala Daerah," ujar Ganjar.

Sebelum Ganjar, calon presiden nomor urut 1 Anies Baswedan juga merespons pernyataan Jokowi. Anies di Kompleks Kepatihan, Kota Yogyakarta, Rabu (24/01) lalu, meminta masyarakat mencerna, menakar dan menimbang omongan orang nomor satu di Indonesia tersebut.

"Karena sebelumnya yang kami dengar adalah netral, mengayomi semua, memfasilitasi semua, jadi kami serahkan ke masyarakat Indonesia untuk mencerna dan menilai," kata Anies.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu bahkan menyinggung soal komitmen untuk menjaga Indonesia tetap menjadi negara hukum, di mana penguasa tunduk oleh hukum berlaku.

"Jangan sampai jadi negara kekuasaan, di mana hukum diatur oleh penguasa. Nah kita ingin penguasa diatur oleh hukum," tegasnya.

Ia melanjutkan menjadi negara hukum berarti seluruh pihak yang menjalankan kewenangan pemerintahan merujuk pada aturan hukum berlaku. Bukan berdasarkan selera maupun kepentingan yang melekat pada dirinya atau kelompoknya.

"Bernegara itu mengikuti aturan hukum, jadi kita serahkan kepada aturan hukum. Menurut aturan hukumnya bagaimana. Ini kan bukan selera, saya setuju atau tidak setuju, aturan hukumnya bagaimana," tegas Anies.

Ia juga meminta para ahli hukum tata negara menelaah pernyataan Jokowi tersebut. Menurut Anies ahli hukum tata negara perlu menelaah apakah pernyataan Jokowi tersebut sejalan dengan ketentuan hukum berlaku atau tidak.

"Untuk memberikan opininya, sebetulnya aturan hukum kita bagaimana sih. Karena begini, kalau tidak nanti kita akan mengatakan itu benar atau salah berdasarkan pandangan subjektif masing-masing," kata Anies.

"Negara ini negara hukum ya pakai aturan hukum. Kalau aturan hukumnya bilang tidak boleh, ya berarti tidak boleh, kalau aturan hukumnya bilang boleh, ya berarti boleh," sambungnya.



Adapun isi lengkap Pasal 299 dan Pasal 281 UU No 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu sebagai berikut;

Pasal 299

(1) Presiden dan wakil Presiden mempunyai hak melaksanakan Kampanye

(2) Pejabat negara lainnya yang berstatus sebagai anggota Partai Politik mempunyai hak melaksanakan Kampanye.

(3) Pejabat negara lainnya yang bukan berstatus sebagai anggota Partai Politik dapat melaksanakan Kampanye, apabila yang bersangkutan sebagai:
a. calon Presiden atau calon Wakil Presiden;
b. anggota tim kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU; atau
c. pelaksana kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU.


Pasal 281
(1) Kampanye Pemilu yang mengikutsertakan Presiden, Wakil Presiden, menteri, gubenur, wakil gubenur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota harus memenuhi ketentuan:
a. tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. menjalani cuti di luar tanggungan negara;
c. tidak terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan Pasangan Calon, calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, serta tidak memiliki potensi konflik kepentingan dengan tugas, wewenang dan hak jabatan masing-masing.

(Jyg)