merdekanews.co
Sabtu, 18 November 2023 - 03:15 WIB

Siapa Punya Wewenang Cabut Label Halal Produk Diduga Terafiliasi dengan Israel?

Jyg - merdekanews.co
Ilustrasi. (foto: istimewa)

Jakarta, MERDEKANEWS -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) semakin gencar mengajak masyarakat Indonesia untuk melakukan boikot terhadap produk yang terafiliasi dengan Israel.

MUI bahkan mempertimbangkan pencabutan sertifikat halal atas produk dari perusahaan yang terbukti memberikan keuntungan untuk mendukung agresi militer Israel.

Menanggapi hal itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Muhammad Cholil Nafis pada Kamis (16/11), mengatakan bahwa MUI tidak akan dan tidak berhak memcabut sertifikasi halal sebuah produk yang telah memenuhi prosedur. 

"Sertifikasi halal adalah kewenangan BPJPH dan terkait fatwa MUI untuk berhenti menggunakan produk Israel bukan berarti produk yang datang dari Israel langsung haram, itu salah," katanya.

Kiai Cholil menegaskan bahwa fatwa MUI itu adalah imbauan untuk mengharamkan dukungan kepada Israel yang melakukan agresi kepada Palestina. Bukan berarti produk yang sudah halal kemudian menjadi haram dikonsumsi. 

Fatwa ini sifatnya adalah rekomendasi karena selama ini perusahaan yang terafiliasi dengan Israel telah menyumbang keuntungannya untuk amunisi Israel dalam menyerang Palestina. 

"Yang dimaksud haram diantaranya mendukung perusahaan yang menyumbangkan dana kepada Israel. Sehingga direkomendasikan semaksimal mungkin masyarakat Indonesia untuk tidak menggunakan produk Israel atau yang menyumbang keuntungan untuk Israel," ucapnya.

Karena bagi umat Islam wajib hukumnya untuk membela Palestina atas kezaliman yang dilakukan Israel. Membela Palestina, kata dia seperti dikutip rrpublika, dapat dilakukan dengan cara berdoa, berdonasi, dan melakukan perundingan.

Namun karena melalui aksi seluruh dunia dan tuntutan PBB saja tidak didengar, maka MUI mengimbau untuk memutus kekuatan Israel melalui bidang ekonomi. Salah satunya adalah tidak lagi membeli produk mereka.

"Hal ini pernah dilakukan oleh Rasulullah saat perang dahulu dengan memboikot semua ekonomi kaum Quraisy," kata dia.

Adapun jika ada produk yang masih tersedia di rumah maka tetap digunakan dan dimanfaatkan. Jika sudah habis, maka tidak perlu lagi membelinya.

Akan tetapi jika ada produk yang tidak bisa terganti. Misal, obat yang harus diminum produksi mereka lalu jika tidak minum maka menyebabkan kematian maka tidak apa-apa tetap menggunakannya selama tidak ada penggantinya.

MUI sebagai majelsi ulama tidak etik untuk membuat daftar nama produk yang dilarang tersebut. Karena bukan karakter ulama untuk  menunjuk produk tertentu.

Perlu diingat MUI tidak mengajak untuk membenci produk-produk Israel. Tidak boleh ulama mengajak kepada kebencian.

Hanya saja tujuan fatwa ini adalah agar perusahaan terafiliasi berhenti mendukung Israel. Kemudian Israel tak lagi memiliki sumber dana sebagai kekuatan mereka dan berhenti untuk melakukan agresi terhadap Palestina. 

Kiai Cholil bersyukur jika fatwa ini menjadi momentum masyarakat melirik UMKM dan produk lokal. Sehingga usaha anak bangsa menjadi lebih berkembang.

"Lebih baik kita memang membeli produk sekitar kita, misal belanja di warung tetangga, atau belanja sayuran produk masyarakat sekitar sehingga mereka terus berproduksi,"ujar dia.

Sementara PP Muhammadiyah menghargai sikap masyarakat serta usulan MUI untuk memboikot atau mencabut sertifikat halal produk-produk yang mendukung Israel terkait kebiadaban di Gaza, Palestina.

"Tentu kita hargai juga sikap politik kekuatan masyarakat untuk boikot ini dan boikot itu sebagai bagian dari komitmen untuk bersikap," kata Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir di Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Bantul, DIY, Jumat (17/11).

Lebih jauh, Haedar menekankan, komitmen dukungan untuk Palestina yang kini dijajah Israel lewat agresi militer harus lebih dari sekadar meneriakkan boikot terhadap produk-produk tertentu.

Ia mencontohkan Muhammadiyah yang telah menggalang dana hingga puluhan miliar untuk membantu rakyat Palestina di samping pembangunan sekolah di Beirut, Lebanon selama lima tahun terakhir bagi anak-anak korban agresi tentara Zionis.

"Dan akan trus kita kembangkan sekolahhnya, karena mereka terus hidup dari perang ke perang itu kan menjadi generasi yang menderita," ucap Guru Besar Ilmu Sosilogi tersebut.

Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan sertifikasi halal yang terdapat pada produk terafiliasi dengan Israel harus dicabut. MUI menyebut ada lebih dari 50 produk yang diduga terafiliasi dengan Israel.

Wakil Sekjen MUI Bidang Hukum dan HAM, Ikhsan Abdullah mengatakan pihaknya akan segera mengkajinya. "Nanti (produk) yang terafiliasi melakukan pembiayaan untuk perang makanya itu sertifikasi halalnya harus dicabut," kata Ikhsan di Gedung MUI, Jakarta, Rabu (15/11) lalu.

Hal ini merujuk pada poin 4 Fatwa MUI Nomor 83 Tahun 2023 tentang Fatwa Haram Produk Pendukung Israel.

"Mendukung agresi Israel terhadap Palestina atau pihak yang mendukung Israel baik langsung maupun tidak langsung hukumnya haram," demikian kutipan poin 4.

"Bukan kemungkinan lagi itu, itu harus dicabut (status halal)," kata Ikhsan kembali menegaskan.

Menurutnya, upaya ini sebagai salah satu cara agar produk pendukung Israel tak boleh masuk ke Indonesia. Dengan demikian, dia berharap gerakan boikot yang difatwakan MUI bisa melumpuhkan ekonomi perusahaan-perusahaan pendukung Israel.

"Kalau sudah dicabut sertifikasi halalnya itu, maka enggak akan laku di Indonesia, karena tidak boleh masuk di Indonesia," ujarnya.

Ikhsan menjelaskan salah satu syarat sebuah produk masuk ke Indonesia adalah harus bersertifikat halal. Hal itu berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Jaminan Produk Halal, semua produk yang masuk, beredar dan diperdagangkan di Indonesia wajib bersertifikasi halal.

Namun dia mengatakan pencabutan sertifikasi halal bukan berarti produk tersebut haram. Hanya saja, produk tanpa sertifikasi halal tak boleh dijual di Indonesia.

"Kami ini sudah tidak merekomendasikan, tapi sudah memfatwakan haram hukumnya, tidak merekomendasikan lagi," tegasnya.

Dia mengatakan boikot terhadap perusahaan-perusahaan yang terafiliasi dengan zionis Israel dilakukan untuk menyetop sumbangan pembelian mesin perang.

"Karena kalau itu terus-menerus dilakukan mereka akan semakin terus bisa membeli mesin perang dan menghanguskan etnis Palestina, itu tidak boleh terjadi," jelas Ikhsan.

(Jyg)