merdekanews.co
Jumat, 09 Maret 2018 - 17:01 WIB

Partai Koalisi Khawatir Jokowi Hadapi Kotak Kosong

Kinanti Senja - merdekanews.co
Presiden Joko Widodo

Jakarta, MERDEKANEWS -- Sekretaris Jenderal Partai NasDem Johnny G. Plate tak berharap Pilpres 2019 hanya diikuti calon tunggal. Pasalnya, hingga kini belum ada satu pun pesaing Joko Widodo yang memiliki suara mencukupi ambang batas 20 persen suara sah nasional dan parlemen.

"Kita berharap ada kontestasi pilpres, Pak Jokowi jangan lawan kotak kosong," kata Plate di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, (9/3/2018).

Begini kalkulasinya, jumlah kursi Parlemen memungkinkan adanya empat pasangan calon. Namun, realitanya, Pilpres 2019 kemungkinan diikuti dua pasangan calon karena lima dari sepuluh parpol sudah menyatakan dukungan kepada Jokowi.

"Secara teori poros tiga mungkin, secara realitas politik, Nasdem melihat akan dua paket. Dan kami tidak berharap satu paket," ujar Plate.

Pengamat politik Universitas Paramadina Hendri Satrio menyebut upaya memunculkan Jokowi sebagai calon tunggal dalam Pilpres 2019 dinilai sebagai blunder. Jokowi akan kalah jika melawan kotak kosong.

"Jokowi akan selalu menang kalau melawan tokoh lain, seperti Prabowo dan Anies Baswedan. Namun, begitu ditanya pilpres hari ini siapa yang Anda pilih? Jokowi atau selain Jokowi, maka Jokowi akan kalah dengan kotak kosong," ungkap Hendri dalam diskusi bertajuk Jokowi, Pilpres, dan Kita di Warung Daun, Jakarta, Sabtu, 3 Maret 2018.

Hal itu harus disikapi koalisi pendukung Jokowi di Pilpres 2019 mendatang. Calon tunggal belum menjamin mengantarkan Jokowi kembali ke istana.

Peneliti LSI Denny JA, Rully Akbar, cukup menyayangkan makin kecilnya peluang capres alternatif muncul di pilpres 2019. Padahal, banyak nama alternatif yang mungkin bisa menjadi pilihan sebagai pemimpin yang berkualitas untuk Indonesia.

Dia mengatakan, dengan koalisi besar PDIP yang mengusung Joko Widodo sebagai capres bersama, beberapa parpol di parlemen memunculkan dominasi politik atas capres tertentu. Menurut dia, banyak partai politik merasa kalah sebelum bertanding. "Hal ini mematikan demokrasi dengan defisit kader terbaik partai untuk capres," ungkap Rully kepada wartawan, Rabu (7/3).

Dengan tertutupnya peluang kader partai atau tokoh terbaik bangsa diusung sebagai capres maka akan sangat sulit capres alternatif muncul sebagai pilihan untuk memimpin bangsa ini. Desain pilpres seperti ini, menurut dia, sama saja mengarah kepada calon tunggal.

"Dan ini adalah kegagalan partai politik yang makin banyak bermunculan, tetapi tidak menghasilkan kaliber pemimpin nasional," ungkapnya.

Lawan Jokowi

Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra mengatakan, calon di Pilpres 2019 sama dengan Pilpres 2014. Namun, kali ini dia memprediksi hanya akan ada satu calon tunggal di Pilpres mendatang.

"Jadi enggak banyak gunanya dibicarakan lagi sekarang ini, yang ada di mata saya mungkin calon tunggal atau mungkin juga dua pasangan calon, ulang Pemilu 2014," kata Yusril.

Menurut Yusril, adanya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu juga memperbesar kemungkinan adanya calon tunggal. Kemungkinan calon tunggal, kata dia, bisa dipatahkan dengan adanya poros ketiga selain poros Joko Widodo dan Prabowo Subianto.

"Kecuali muncul poros ketiga, tapi poros ketiga pun hanya berdasar hasil 2014, menurut saya ini tidak masuk akal dan kami kalah di MK, meskipun kami tidak setuju hal itu, dan pemilu ini tidak akan dipakai sekarang dipakainya nanti di 2024," ungkapnya.

Kendati demikian, kata Yusril, partainya belum melakukan pembahasan terkait koalisi Pilpres 2019. Yusril menekankan akan mengkampanyekan kotak kosong dan menjadi partai oposisi.

"Kalau kami berkomunikasi sih dengan semua partai dengan semua orang, tapi kalau misalnya calon tunggal barangkali PBB akan kampanye dukung kotak kosong dan jadi kekuatan oposisi utama di Republik ini," ucapnya.
  (Kinanti Senja)