merdekanews.co
Kamis, 03 Agustus 2023 - 13:32 WIB

Transaksi Janggal Rp115 Miliar di BPK Mulai Terendus, Ada Karangan Bunga Menohok Eks Wakil Ketua BPK

Gunawan Arianto - merdekanews.co
Majelis Anti Korupsi yang menuliskan: "Selamat Jalan Bapak AJP dan Madame, Koruptor Rp11 M dan Perusak BPK"saat serah terima jabatan (sertijab) anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Slamet Edy Purnomo yang menggantikan Agus Joko Pramono. 

Jakarta, MERDEKANEWS - Aroma transaksi mencurigakan Rp115 miliar di BPK mulai tercium. Bau tidak sedap itu terendus saat serah terima jabatan (sertijab) anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Slamet Edy Purnomo yang menggantikan Agus Joko Pramono. 

Saat setijab itu karangan bunga khusus menohok Agus Joko Pramono (AJP) yang dikaitkan dengan dugaan transaksi janggal tersebut.

Usai sertijab pada 1 Agustus 2023, ada karangan bunga yang diparkir di halaman BPK, beasal dari Majelis Anti Korupsi yang menuliskan: "Selamat Jalan Bapak AJP dan Madame, Koruptor Rp11 M dan Perusak BPK".

Saat dimintai tanggapan, Solihin, pegawai di BPK yang berada di lokasi menyatakan bersyukur. 

"Ya, gitu mas. Kan sekarang orangnya sudah pensiun. Enggak di BPK lagi," kata dia. 

Sebelumnya, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana berjanji akan mengecek temuan transaksi mencurigakan sebesar Rp115 miliar yang diduga mengalir ke mantan Wakil Ketua BPK, AJP. 

"Saya harus cek. Saya gak hapal karena banyak sekali kasus yang naik ke saya," kata Ivan, Jakarta, dikutip Minggu (30/7/2023). 

Berdasarkan informasi dari sumber, PPATK sebenarnya telah mengantongi transaksi mencurigakan Rp115 miliar yang terjadi di Kebumen, Jawa Tengah, milik Wakil Ketua BPK, yang pensiun pada Agustus ini. 

Direktur Eksekutif Center of Energy and Recources Indonesia (CERI), Yusri Usman mendorong PPATK untuk segera melaporkan segala bentuk transaksi mencurigakan aparatur negara ke penegak hukum. 

"Wajib dilaporkan ke penegak hukum, tergantung apa pidana asalnya, itu penting. Jika terkait judi, narkoba dan perdangangan orang, penyelundupan lebih pas ke Polri (Bareskrim atau Polda). Tapi jika korupsi, lebih tepat ke KPK, Kejagung atau Bareskrim Polri," kata Yusri. 

Dia pun siap melaporkan temuan ini bila memang PPATK tidak sanggup. Namun ya itu tadi, buktinya harus kuat.

"Jika ada bukti kuat wajib kita laporkan. Itu sama saja mencopet uang rakyat," tegasnya. (Gunawan Arianto)