merdekanews.co
Sabtu, 22 Juli 2023 - 12:15 WIB

Ketum Korpri Prof Zudan Ingatkan Para Dosen PNS Juga Bisa Diberi Sanksi Disiplin oleh Menteri

Jyg - merdekanews.co
Ketua Umum KORPRI, Zudan Arif Fakhulloh, SH., MM. (Foto: istimewa)

Jakarta, MERDEKANEWS -- Ketua Umum KORPRI, Prof. DR Zudan Arif Fakhulloh, SH., MM banyak yang bertanya dan meminta penjelasan kepada dirinya terkait pencopotan gelar profesor mantan Wakil Ketua Majelis Wali Amanat (WMA) UNS Hasan Fauzi dan mantan Sekretaris MWA UNS Tri Atmojo.

Diketahui, pencopotan gelar profesor dilakukan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) sebagai hukuman disiplin pada Peraturan Pemerintah tentang disiplin PNS.

"Banyak yang menanyakan kepada saya sebagai Ketua Umum Korpri yang intinya ingin mendapatkan penjelasan apakah seorang dosen  bisa diberi sanksi dan dicabut gelar profesornya," kata Prof Zudan dalam keterangan persnya di Jakarta, Sabtu (22/07).

Zudan mengungkap, dalam UU nomor 5 Tahun 2014 tentang aparatur Sipil Negara sudah diatur secara jelas bahwa PNS di Indonesia dibagi dalam dua jenis jabatan yaitu jabatan struktural dan jabatan fungsional.

Jabatan struktural misalnya kepala bagian, kepala dinas, dirjen dan lain-lain. Jabatan fungsional itu seperti peneliti, dosen, widya iswara yang didalamnya terdapat jenjang jabatan fungsionalnya seperti peneliti utama, guru besar, widya iswara utama dan lain-lain.

"Dalam sistem hukum Kepegawaian di Indonesia, yang sudah diatur dalam UU ASN dan PP Manajemen ASN, PP Disiplin PNS, setiap PNS dapat diberikan reward dan punishment," kata Zudan.

"PNS yang berprestasi diberikan penghargaan dan PNS yang melanggar disiplin PNS diberikan sanksi," sambungnya.

Dikatakan, PNS yang tidak metaati ketentuan kewajiban dan melakukan pelanggaran terhadap larangan sesuai PP 94 tahun 2021 dikenakan hukuman disiplin. "Sanksi disiplin ini dijatuhkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) yaitu Menteri, Gubernur dan Bupati, Walikota," ucapnya.

"Oleh karena itu, apabila ada PNS baik dalam jabatan struktural maupun fungsional melanggar disiplin pegawai maka bisa dijatuhkan hukuman disiplin bagi PNS," katanya.

Lebih jauh ia memaparkan, hukum disiplin terhadap PNS ada 3 tingkatan, yaitu  disiplin ringan, sedang dan berat sesuai Pasal 8 PP No. 94 tahun 2021 tentang Disiplin PNS.

"Jadi seorang professor yang melanggar disiplin PNS bisa diberi sanksi. Misalnya sanksi  ringan adalah teguran tertulis," katanya.

"Sedangkan sanksi disiplin berat sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat 4 bisa berupa turun jabatan setingkat, pembebasan dari jabatannya menjadi pelaksana selama 12 bulan dan pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri," urainya.

Dalam kasus di UNS, dua professor UNS ini mendapatkan sanksi berat sesuai Pasal 8 ayat (4) PP nomor 94 tahun 2021. Sedangkan sanksi yang terberat adalah diberhentikan sebagai PNS.

Penjatuhan hukum disiplin kepada dosen  PNS di UNS adalah memang kewenangan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Bagi dosen yang melanggar disiplin PNS, juga bisa diberikan sanksi.

"Sanksi bagi Dosen PNS baik yang sudah bergelar professor maupun belum professor, yang terberat adalah sanksi pemberhentian sebagai PNS. Bila ini terjadi, maka otomatis guru besarnya juga copot," kata Zudan.

"Namun bila bila diberi sanksi penurunan jabatan menjadi pelaksana maka yang bersangkutan tetap berstatus sebagai PNS sampai memasuki batas usia pensiun," jelasnya.


Upaya Administratif 

Untuk PNS yang tidak puas atas putusan sanksi disiplin, Zudan mengatakan, PPK dapat mengajukan Upaya administratif yang terdiri dari keberatan dan banding administratif  yang sudah ada pengaturannya dalam Pasal 2 PP No. 79 tahun 2021.

Ia memgatakan, upaya adminsitratif ini dapat dilakukan dengan mengajukan keberatan kepada PPK, ke PTUN dan untuk PNS yang mendapat sanksi didiplin berat, dapat mengajukan Upaya adminsitratif berupa Banding kepada Badan Pertimbangan Aparatur Sipil Negara (BP ASN).

"Saya sebagai Ketua Umum Korpri menjadi anggota BP ASN. Ketum Korpri merupakan anggota BPASN sesuai Pasal  24 ayat (1) huruf e dan ayat (5) PP No. 79/2021 tentang Upaya Administratif dan BPASN, dengan susunan keanggotaan, Ketua Menpan, wakil ketua Kepala BPN, anggota Setkab, Menkumham, Kepala BIN, Jaksa Agung dan Ketua Korpri," katanya. 

Selanjutnya, ASN yang tidak puas terhadap putusan BPASN dapat mengajukan upaya hukum kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (ps. 18 PP79/2021).

"Saya sebagai ketua Umum Korpri mengajak kapada semua ASN di semua jabatan, baik struktural maupun fungsional untuk memahami dengan sungguh-sungguh tentang disiplin pegawai ini dan jangan sampai melakukan pelanggaran. Tetap taat asas, bekerja dalam bingkai ssistem aturan dan etika birokrasi," pungkas Prof. Zudan.

(Jyg)