
Jakarta, MERDEKANEWS - Sebanyak 76 guru besar dari berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta, mendesak Arief Hidayat mundur dari jabatan ketua dan hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Lantaran pernah dua kali melakukan pelanggaran moral dan etika.
Menariknya, dalam surat himbauan itu, tersemat artikel yang cukup menggelitik, bertajuk: "Etika, Budaya dan Hukum." Surat tersebut disampaikan Jentera Bivitri Susanti, pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI), serta Widodo Dwi Putro, pengajar Fakultas Hukum Universitas Mataram di Gedung MK, Jakarta, Selasa (20/2/2018).
Saat ditanya artikel delapan halaman tersebut, Widodo menyebut sebagai karya Satjipto Rahardjo, guru besar bidang hukum yang sudah meninggal dunia pada 2010. Satjipto adalah pakar hukum progresif yang keahliannya dijadikan rujukan bagi pada hakim konstitusi, termasuk panutan Arief Hidayat. "Saya pernah menghadiri ketika Prof Tjip sudah tiada, Pak Arief Hidayat pernah mempresentasikan tentang hukum progresif. Artinya, Prof Tjip adalah teladan, cermin bagi Pak Arief," kata Widodo.
Dengan artikel ini, kata Widodo, diharapkan bisa membuka mata hati atau nurani Arief Hidayat untuk mengundurkan diri dari jabatan hakim MK. Para guru besar, mengingatkan, masalah moral dan etika, nilainya lebih tinggi ketimbang hukum.
Dalam surat tersebut, para guru besar menyatakan bahwa negarawan sejati adalah orang yang tidak akan mempertahankan posisi sebagai hakim konstitusi, setelah dijatuhi sanksi atas pelanggaran etika.
Masih tertulis dalam surat tersebut, negarawan sejatinya bukan hanya tidak akan melanggar hukum, namun sangat menjaga etika pribadinya. Untuk menjaga martabat serta kredibilitas MK, para guru besar meminta Arief Hidayat mundur dari jabatan ketua serta hakim MK.
Arief dinilai pernah terbukti melanggar etik dan kehilangan kepercayaan dalam memimpin MK. Tak tangggung-tanggung, Dewan Etik MK dua kali memberikan sanksi kepada Arief.
Pemberian sanksi pertama terjadi pada 2016 karena Arief dianggap melanggar etika dengan membuat surat titipan atau katebelece untuk Jaksa Agung Muda Pengawasan Widyo Pramono untuk "membina" kerabatnya.
Dalam katebelece yang dibuat Arief itu, tersemat pesan khusus untuk Widyo Pramono, agar menempatkan kerabatnya. Bunyi kalimatnya kurang lebih, "Mohon titip dan dibina, dijadikan anak Bapak".
Sansk kedua diberikan dewan etik lantaran Arief terbukti melakukan pertemuan dengan sejumlah Pimpinan Komisi III DPR di Hotel Ayana Midplaza, Jakarta. Pertemuan ini terkait proses uji kelayakan dan kepatutan terkait pencalonan kembali Arief sebagai hakim konstitusi.
#MahkamahKonsitusi#AriefHidayat# (alisya purwanti)
-
Satryo Soemantri Menteri KMP Pertama yang Kena Reshuffle, Digantikan Brian Yuliarto Reshuffle ini merupakan yang perdana dilakukan Prabowo sejak dilantik pada 20 Oktober 2024 lalu.
-
Lahirkan Guru Besar Bidang Ilmu Kimia, Kemenperin Pacu Hilirisasi Industri Sawit Lahirkan Guru Besar Bidang Ilmu Kimia, Kemenperin Pacu Hilirisasi Industri Sawit
-
Guru Besar UAI: Usulan Polri di Bawah Kemendagri Berbahaya Guru Besar UAI: Usulan Polri di Bawah Kemendagri Berbahaya
-
Pernyataan Sikap DGB UI Desak DPR Hentikan Revisi UU Pilkada! nyata-nyata DPR sangat menciderai sikap kenegarawanan yang dituntut dari para wakil rakyat
-
Upaya Lestarikan Keluarga Sakinah, Guru Besar UIN Gagas Ide Fikih Anti Selingkuh Fikih anti selingkuh ini sebagai bentuk upaya melestarikan keluarga sakinah.