merdekanews.co
Selasa, 20 Juni 2023 - 12:45 WIB

Menilik Maksud PDIP di Balik Pertemuan Puan dan AHY, Bukan Pinangan Cawapres

Ind - merdekanews.co
Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP), Puan Maharani dan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). (foto: istimewa)

Jakarta, MERDEKANEWS -- Publik dikejutkan dengan pertemuan antara Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP), Puan Maharani di Kompleks Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (18/06).

Padahal seperti yang diketahui publik, baik PD maupun PDIP selalu bertolak belakang selama dua dekade terakhir. AHY dalam konferensi pers usai pertemuan mengatakan, selama ini kedua partai itu kerap dianggap memiliki hubungan yang tidak begitu baik.

"Namun demikian kita juga tahu dalam kurun waktu dua dekade terakhir ini paling tidak dari 2004 hingga tahun ini seringkali dianggap komunikasi dan hubungan kedua partai belum bisa berjalan dengan sebaik yang diharapkan," ujarnya.

Namun, AHY menegaskan, pihaknya enggan kembali mengungkit masa lalu. Dia berharap hubungan di antara mereka dapat membaik dan dapat terus mencari solusi bersama.

"Tentu saya tidak ingin membahas masa lalu. Tetapi hadirnya kami berdua mudah-mudahan menjadi oase bahwa politik itu seringkali menempatkan seseorang atau partai dalam posisi dan sikap yang berbeda. Tetapi persahabatan kami berdua, Mbak Puan Maharani, yang juga selama ini berhubungan dengan baik dengan kami sekeluarga, mudah-mudahan juga menjadi bentuk yang baik bahwa segala sesuatunya bisa kita carikan solusinya, dibicarakan," kata dia.

Dalam kesempatan yang sama, Puan mengatakan, pertrmuan dia dan AHY berbicara mengenai politik dan cara membangun bangsa.

"Pertemuan ini tentu saja sudah dinanti-nantikan bukan cuma oleh media, oleh kami juga bahwa membangun bangsa dan negara itu bukan hanya bicara politik praktis tapi ada sebelumnya, sesudahnya dan pascanya itu mau seperti apa," ucap Puan.

Lebih jauh Puan mengatakan keduanya sepakat bahwa pertemuan tak boleh berhenti sampai di sini.

"Dan kami bersepakat bahwa ini nggak boleh berhenti sampai di sini, bicara politik itu bukan berarti kemudian stop sampai ini seolah-olah selesai, tapi karena memang politik itu penuh dengan dinamika, sangat dinamis, tentu untuk mencapai satu titik temu di tengah saja perlu waktu untuk bicara-bicara terus, namun kalau tidak pernah ketemu, tidak pernah bicara pastinya akan selalu ada miskomunikasi," katanya.

"Jadi ini mungkin pertemuan yang pertama tapi insyaallah bukan pertemuan yang terakhir. Dan untuk bisa mencapai kesamaan itu tentu kita perlu waktu untuk sering-sering ketemu, supaya bisa ngobrol-ngobrol hal-hal yang memang diinginkan," imbuhnya.

Puan berharap Pemilu 2024 berjalan dengan damai. Dia berharap pemilu bisa membuktikan bahwa pesta demokrasi adalah pestanya rakyat.

"Kami berharap pemilu ke depan itu adalah pemilu yang damai, pemilu yang gembira, pemilu yang bisa membuktikan bahwa pesta demokrasi rakyat itu adalah pestanya seluruh rakyat Indonesia," katanya.

Demokrat dan PDIP berada di dua poros berbeda jelang Pilpres 2024. Demokrat mengusung Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden bersama Partai NasDem dan PKS. Sementara PDIP akan mencalonkan Ganjar Pranowo bersama PPP, Hanura, dan Perindo.

Pengamat politik Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga mengatakan ide pertemuan antara Puan dengan AHY digagas oleh Megawati. Izin Megawati itu merupakan indikasi kuat bahwa dia sudah lunak dengan persoalan-persoalan yang dulu dianggap sangat menyinggung.

Ia menilai Megawati ingin meruntuhkan sekat-sekat yang selama ini ada di antara PDIP dan Demokrat melalui Puan dan AHY. Dengan demikian, Megawati tidak kehilangan 'muka'.

"Cair tapi dia tidak bisa kehilangan muka karena dia yang langsung punya inisiatif misalnya untuk ketemu Pak SBY. Itu kan biasa dalam kultur Jawa. Jadi bisa saja untuk mencairkan hubungan menggunakan media. Media itu anaknya atau orang lain. Namun tujuannya itu bisa tercapai," kata Jamiluddin.

Meski demikian, ia menyebut peluang Megawati bertemu dengan SBY untuk berbicara empat mata sangat kecil. Megawati, kata Jamiluddin seperti dikutip cnnindonesia, justru menggunakan Puan sebagai senjata untuk meraih tujuannya tersebut.

"Kalau kita melihat tipikalnya Ibu Mega yang keras, saya melihat dalam waktu dekat ini peluangnya masih kecil," ucapnya.

Ia juga tak melihat adanya peluang untuk Demokrat berkoalisi dengan PDIP pada putaran pertama. Pasalnya, kedua partai telah memiliki sikap masing-masing.

Pertemuan itu, kata dia, dilakukan hanya untuk mencairkan hubungan agar Pemilu 2024 mendatang bisa berlangsung lebih sejuk dan nyaman, serta melihat langkah politik yang akan dilakukan kedua partai jika Pilpres 2024 digelar dalam dua putaran.

Jamiluddin mengatakan masuknya nama AHY dalam bursa cawapres Ganjar bukan hal yang serius. Menurutnya, upaya itu merupakan salah satu cara PDIP menunjukkan bahwa sosok cawapres yang berpeluang menjadi pendamping Ganjar tak melulu dari partai pendukungnya.

"Itu tidaklah terlalu sungguh-sungguh bahwa PDIP itu ingin menggandeng AHY menjadi cawapres," kata Jamiluddin.

Ia berpendapat PDIP dan Demokrat bisa saja berkoalisi jika Pilpres digelar dalam dua putaran. Demokrat, kata dia, memiliki daya tarik, sehingga membuat PDIP atau partai lain melirik.

Jamiluddin berujar PDIP tak bisa hanya mengandalkan partai pendukung. Ia menyebut Hanura dan Perindo tak memiliki sosok yang layak untuk mendampingi Ganjar di Pilpres mendatang.

"Suka tidak suka kita melihat pada Hanura dan Perindo itu tidak ada yang menonjol kadernya dilihat dari elektabilitas. Kecil kemungkinan kedua partai itu akan ditawarkan oleh PDIP menjadi cawapresnya," ujarnya.

Jamiluddin mengungkapkan dua hal yang membuat Demokrat lebih dilirik yakni pertama, berdasarkan hasil survei lembaga survei independen dan kredibel, elektabilitas Demokrat menunjukkan tren kenaikan. Bahkan berada di posisi tiga menggeser Partai Golkar.

Dengan demikian, Demokrat memiliki prospek yang lebih baik untuk mendulang suara di Pileg maupun Pilpres 2024.

Kedua, elektabilitas AHY sebagai cawapres juga relatif tinggi. Jamiluddin mengatakan AHY hanya kalah dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto jika dibandingkan dengan sesama ketum partai.

"Jadi dilihat dari dua sisi tadi memang suka tidak suka Demokrat itu lebih menjual dalam konteks mendulang suara," ujarnya.

(Ind)