merdekanews.co
Kamis, 15 Februari 2018 - 13:54 WIB

Ini Alasan Jokowi Kejar 125 Juta Sertifikat Tanah di Indonesia

setyaki purnomo - merdekanews.co

Ambon, MERDEKANEWS - Saat berkunjung ke daerah, Presiden Joko Widodo tak hanya hobi bagi-bagi sepeda. Dia juga rajin membagikan sertifikat tanah. Ternyata ada alasan khusus kenapa sang presiden melakukannya.

Saat berada di Ambon, Maluku, Rabu (14/2/2018), misalnya, Jokowi membagikan 4.500 sertifikat tanah kepada masyarakat. Alasannya, sengketa tanah yang masih marak di daerah dipicu kepastian hukum. Di mana, masih banyak masyarakat yang belum memiliki sertikat tanah.

Kenapa belum? Alasannya bisa macam-macam. Bisa karena birokrasi atau uang pelicin. Biasalah, pengen sertifikat tanah keluar cepat, ya sediakan dana pelicinnya. Nah, kalau masyarakat yang kantongnya pas-pasan, jelas tak mampu menyediakan uang pelicin itu.

Saat ini, Jokowi mencatat, bidang tanah di Indonesia perlu 125 juta sertifikat. Untuk itu, mantan Wali Kota Solo dan Gubernur DKI akan terus mengingatkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk menyegerakan sertifikat tanah yang diajukan masyarakat.

"Kenapa ini terus saya kejar, karena setiap saya ke daerah, ke provinsi, ke desa, sama saja keluhan yang masuk telinga saya. Masalah lahan, baik masyarakat dengan pemerintah, masyarakat dengan perusahaan, masyarakat dengan masyarakat, karena belum pegang sertifikat," kata Jokowi saat penyerahan 4.500 sertifikat untuk rakyat di Desa Hattu, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku.

Jokowi bilang, bidang tanah di seluruh Indonesia, jumlahnya mencapai 126 juta sertifikat. Hingga 2017, baru 51 juta bidang tanah yang sudah bersertifikat.

Jokowi mengungkapkan, sebelumnya, hanya 500 ribu sertifikat yang keluar tiap tahun. Untuk itu, perlu perubahan kinerja dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) agar bisa merealisasikan target 126 juta sertifikat.

Oleh sebab itu, Jokowi akan terus mengingatkan Menteri Agraria dan tata ruang (ATR)/Kepala BPN Sofyan A Djalil, terkait target ini. Tahun ini, ditargetkan tujuh juta sertifikat teralisiri. Sementara 2019, targetnya naik menjadi 9 juta sertifikat.

"Kalau tidak, kita terus mengalami masalah sengketa lahan. Tidak apa-apa kantor BPN ngak tidur urus sertifikat, dulu 500 ribu sekarang tujuh juta. Nyatanya juga bisa kemarin 5 juta, maka tahun ini dan tahun depan juga harus bisa. Kerja harus pakai target," tutur Jokowi.

Mantan Wali Kota Solo dan Gubernur DKI ini, menginginkan, semua pihak bekerja dengan target. Dirinya juga bertekad untuk terus mengawal sehingga target tersebut bisa tercapai.

"Saya akan ikuti Kanwil mana yang tidak memenuhi target. Saya sudah janjian ke Pak Menteri (ATR/Kepala BPN), kalau ngak keluar tujuh juta copot. Bekerja memang harus seperti itu, kalau ngak, ya ngak rampung-rampung urusan ini," kata Jokowi.

Dalam kesempatan ini, Jokowi secara simbolis membagikan sertifikat kepada 12 perwakilan masyarakat yang merepresentasikan 4.500 penerima sertifikat yang hadir.

Dalam pembagian sertifikat tanah untuk rakyat ini, selain Menteri ATR/Kepala BPN juga hadir Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono dan Gubernur Maluku Said Assagaff.

Pernyataan Presiden Jokowi, sangat tepat. Bahwa sesama rakyat harus berhadapan karena sengketa tanah. Hanya saja, rakyat kecil yang selalu kalah.

Salah satu contoh yang mengemuka adalah sengketa lahan di Kecamatan Sematang Borang, Kota Palembang, Sumatera Selatan. Di mana, warga kelurahan Sidomulyo dan Srimulyo harus berhadapan dengan pengusaha kakap asal Palembang, H Halim.

Ceritanya, H Halim, pengusaha perkebunan kelapa sawit dan karet mengklaim lahan seluas 405 hektar yang dihuni 8 ribu kepala keluarga di dua kelurahan tersebut. Kemarahan warga memuncak pada 16 September 2017, muncul aksi unjuk rasa yang diwarnai penutupan jalan.

Ratusan warga mengusir petugas BPN yang akan mengukur tanah sengketa yang diklaim milik H Halim yang dikenal dekat dengan Ketum Gerindra, Prabowo itu. Aparat kepolisian bahkan tidak digubris, akhirnya pengukuran dibatalkan.

Pada Agustus 2016, masalah ini sudah pernah disampaikan warga ke DPRD Kota Palembang. Kala itu, Erwin Madjid, Ketua Gerakan Masrakat Sumatera Selatan (Gemass) yang mendampingi warga melapor ke DPRD.

Erwin menyebut H Halim sudah mencaplok tanah milik warga. Padahal, tanah tersebut sudah dimiliki warga sejak zaman nenek moyang mereka. “Dasar warga atas tanah tersebut adalah Surat Camat, Notaris, bahkan warga sudah ada yang memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) dari Badan Pertanahan Nasional,” kata Erwin.

Masih kata Erwin, masyarakat kesulitan ketika akan mengurus sertifikat lahan di kantor BPN. Kondisi inilah yang melahirkan persepsi negatif. Bahwa ada upaya mempersulit rakyat kecil.

  (setyaki purnomo)