merdekanews.co
Senin, 05 Februari 2018 - 08:49 WIB

Bisnis Bengkel Pesawat Memang Perlu Modal Besar tapi Gurih

Setyaki Purnomo - merdekanews.co

Jakarta, MERDEKANEWS - Industri pemeliharaan-perawatan pesawat terbang di dalam negeri tumbuh 9% dalam lima tahun terakhir. Hal itu disampaikan Direktur Jenderal Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional, Kementerian Perindustrian, I Gusti Putu Suryawirawan di Jakarta, Jumat (3/2/2018).

"Dengan pertumbuhan yang cukup tinggi maka industri perawatan pesawat merupakan bisnis yang menjanjikan. Oleh karena itu harus bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya," kata Suryawirawan.

Dia menyampaikan, beberapa bandara di mana industri padat modal-padat teknologi ini dikembangkan adalah Bandara Internasional Sultan Hasanuddin (Makassar) dan Bandara Internasional Frans Kaisiepo (Biak, Papua).

Dengan ada di wilayah tengah dan timur Indonesia, bisa meningkatkan efisiensi sekaligus daya saing industri perawatan-pemeliharaan pesawat terbang ini, baik untuk pasar dalam negeri ataupun luar negeri. "Bukan hanya pesawat, MRO ini dapat digunakan untuk perawatan helikopter yang menjadi salah satu transportasi udara utama kawasan Indonesia timur," ujar Suryawirawan.

Dia menambahkan langkah yang akan dilakukan pemerintah adalah memfasilitasi serta menginformasikan kepada para investor mengenai potensi bisnis itu di Indonesia. "Ada beberapa industri MRO yang telah terintegrasi dengan bandara, di antaranya di Bintan dan Kertajati," kata dia.

Sementara, Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian, Harjanto, menyampaikan, potensi bisnis industri MRO di Indonesia pada 2025 akan mencapai 2,2 miliar dolar Amerika Serikat, naik signifikan dibanding 2016 sebesar 970 juta dolar Amerika Serikat.

Hal itu seiring upaya pemerintah yang memacu pengembangan industri jasa penerbangan dalam negeri sejak 2000 sehingga kinerjanya tumbuh dalam satu dekade terakhir. "Industri MRO kita semakin kompetitif. Saat ini sudah mampu menyediakan berbagai jasa perawatan pesawat, antara lain airframe, instrumen, mesin, radio, perlengkapan kedaruratan, dan line maintenance," paparnya.

Harjanto menyebutkan, pada 2016 maskapai penerbangan dunia mengeluarkan dana sebesar 72,81 miliar dolar Amerika Serikat untuk pemeliharaan-perawatan pesawat terbang mereka.

Dari nilai itu, Amerika Utara menjadi penyumbang terbesar yang mencapai US$21,2 miliar diikuti Eropa sekitar US$20,7 miliar dan Asia Pasifik US$13,3 miliar. Pada 2025, pasar perawatan pesawat di dunia diperkirakan terus meningkat dengan pertumbuhan 3,9% sehingga menjadi 106,54 miliar dolar Amerika Serikat. Asia Pasifik akan mengalami pertumbuhan terbesar, yakni 5,8% dibanding Amerika Utara 0,9 persen dan Eropa 2,3 persen.

Sementara itu, menurut Harjanto, perusahaan MRO di Eropa dan Amerika Utara mulai fokus menggarap industri berteknologi tinggi dan padat modal. Sedangkan untuk jasa perawatan pesawat yang tergolong padat karya, bakal diserahkan kepada pihak lain. "Kondisi ini akan memberikan peluang bagi industri MRO di Asia Pasifik termasuk di Indonesia," ungkapnya.

Peluang bisnis tersebut, perlu ditangkap oleh industri MRO nasional yang saat ini jumlahnya mencapai 32 perusahaan, yang tergabung dalam Indonesia Aircraft Maintenance Service Association (IAMSA). Untuk itu, Kementerian Perindustrian bersama seluruh pemangku kepentingan terkait terus berkolaborasi guna lebih meningkatkan daya saing industri MRO nasional.

Adapun langkah strategis yang perlu dilakukan dalam menunjang hal tersebut, di antaranya adalah pengembangan sumber daya manusia industri, pembangunan kawasan industri terpadu, pemenuhan standar kualitas, dan penguatan industri komponen pesawat. "Kami akan melakukan pembicaraan yang lebih intens bersama produsen pesawat, terutama Airbus dan Boeing agar dapat mendirikan Aircraft Engineering Center di Indonesia," ujar Harjanto.

  (Setyaki Purnomo)