merdekanews.co
Kamis, 29 September 2022 - 08:42 WIB

Jamaah Wihara Tien En Tang Diintimidasi dan Alami Kekerasan, Polisi Jangan Diam

Gunawan Arianto - merdekanews.co
Aksi jamaah Wihara Tien En Tang menuntut pihak kepolisian menindak kasus intimidasi dan kekerasan di rumah ibadah

Jakarta, MERDEKANEWS - Polemik Wihara Tien En Tang makin memanas. Pasalnya, polisi sebagai penegak hukum dan juga pengayom masyarakat, dianggap berpihak pada pengambilan alih tempat ibadah oleh sekelompok orang.

Bahkan, pengambilan alih diwarnai tindak kekerasan terhadap perempuan. Adalah sosok Michele yang menjadi korban penganiayaan, menjadi saksi dari peristiwa, pengosongan rumah ibadah umat Budha itu. 

Wihara yang berada dalam kompek perumahan elite Green Garden itu didatangi sekelompok orang yang mengatasnamakan dari ahli waris pemilik tanah.

Seperti dikatakan Michele. Kejadiannya begitu cepat Kamis sore, 22 September 2022. Persisnya pukul tiga sore, mendadak pria tak dikenal masuk ke dalam tempat ibadah sambil meluapkan emosi.

Saat itu, Michele tengah menunggu mobil jemputan, yang dipesan secara online. Tanpa banyak komentar 5 oknum tersebut, masuk langsung mematikan listrik agar CCTV tidak berfungsi dan mengusir  dengan cara kekerasan, menarik tubuhnya keluar dari wihara.

"Saya sudah bertahan tidak mau keluar. Tapi saja ditarik dan didorong Sampai badan saya kena pagar. Bahkan mereka semprot air ke saya," ujar Michele seraya memperlihatkan tangan dan kakinya biru lebam.

Diakui Michele, dirinya menjadi syok dan terganggu jiwanya sampai saat ini. Masih terbayang kekerasan yang dialaminya itu.

"Saya perempuan. Tidak mungkin saya melawan mereka dengan badan gede, apalagi tampangnya serem. Mereka sungguh kejam," ujar Michele dikutip Kamis, 28 September 2022.

Michele melihat bagaimana aksi kekerasan sekelompok orang itu menduduki wihara. Bahkan, prasasti yang ditandatangani oleh direktur agama Budha dari Kementrian Agama telah dirusak dan di semen. Sehingga tidak terlihat lagi prasasti tersebut.

Begitu juga saat para 'orang-orang' itu memasang spanduk penguasaan. Seolah sudah mendapat 'restu' dari Polda Metro Jaya. Seperti tertulis dalam spanduk, tertera tulisan sesuai LP di SPKT Polda Metro Jaya.

Setelah Michele meminta bantuan anggota Polsek Kebon Jeruk yang datang hanya memonitor tanpa mengambil tindakan dan juga  melaporkan peristiwa yang dialaminya ini ke Polres Jakarta Barat, dengan nomor STTLP/888/B/IX/2022/POLRES METRO JAKARTA BARAT/POLDA METRO JAYA, terkesan oleh dirinya dan pengurus lain, tidak ada respons positif dari pihak polisi secara signifikan. 

Michele tidak habis pikir, upaya dirinya menyelamatkan uang umat dalam brankas, tidak didukung polisi. Seolah dibiarkan tanpa ada kemampuan penegak hukum, membantu pengurus yayasan mengambil aset yang dirampas oleh para orang-oranh tersebut.

Seluruh barang milik yayasan yang berada dalam wihara dirampas dan tidak bisa diambil. Baik berupa uang ratusan juta rupiah, maupun berbagai barang keperluan kerja para pengurus yayasan.

Bahkan mobil dan motor yayasan di dalam garasi juga ikut dirampas dan tidak bisa dikeluarkan. Karena pagar wihara langsung digembok.

"Saya ini hanya salah satu pekerja di wihara ini. Semestinya ada masalah masih bisa diselesaikan di pengadilan. Bukan dengan cara premanisme," tegas Michele.

Diakui Michele, masalah yang terjadi terkait tanah wihara yang telah dihibahkan oleh Amih Widjaya di tahun 2001. Karena berupa tanah seluas 300 meter, dana pembangunan dari pendiri, pengurus yayasan serta mencari dana dari jamaah untuk membangun wihara 3 lantai sampai selesai.

Masalah mulai terjadi, setelah Amih Widjaya meninggal dunia karena sakit dan almarhumah meninggal dan disemayamkan di wihara.

Puncaknya tekanan mulai dirasakan pengurus yayasan di tahun 2017, salah satu anak Amih Widjaya menyoalkan hibah orangtuanya.

Bahkan muncul sertifikat baru, atas kepemilikan tanah tersebut. Dalam hal ini, terjadi dua sertifikat dalam satu obyek yang sama yang diduga adanya pemalsuan keterangan sehingga lahirnya sertipikat ganda 

"Yayasan mempunyai dan menyimpan bukti sertilikat tanah dan surat hibah yang diberikan oleh almarhumah (Bu Ami). Termasuk bukti lain pembangunan Vihara ini," pungkas Michele. (Gunawan Arianto)