merdekanews.co
Sabtu, 03 Januari 2004 - 00:24 WIB

Holding BUMN Migas Tinggal Tanda Tangan Jokowi

Setyaki Purnomo - merdekanews.co

Jakarta, MERDEKANEWS - Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Holding BUMN Migas sudah diparaf semua menteri terkait. Kini tinggal menunggu tanda tangan Presiden Joko Widodo.

"Sudah diparaf semua menteri terkait dan diajukan ke Presiden lewat Sekretariat Negara. Setelah ditandatangani Presiden, maka terbitlah PP Holding BUMN Migas," kata Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media, Harry Fajar Sampurno kepada media di Jakarta, Kamis (1/2/2018).

Harry menjelaskan, setelah PP BUMN Holding resmi diterbitkan, maka aspek legal pembentukan holding dilanjutkan dengan penandatanganan akta inbreng pengalihan saham pemerintah di PT Perusahaan Gas Negara (PGN) ke Pertamina. Otomatis, PGN menjadi anak usaha Pertamina. "Tapi dari aspek korporasi setelah PP nanti harus dibuat Keputusan Menkeu mengenai nilai pengalihan," ujar Harry.

Sebelumnya, lembaga riset Wood Mackenzie menyebutkan, ada sejumlah keuntungan yang akan didapat oleh Pertamina bila pembentukan holding BUMN migas terealisasi. Misalnya, Pertamina bisa memanfaatkan basis pelanggan PGN untuk memperluas jangkauan pemasaran perusahaan.

Sekaligus diharapkan bisa menghindarkan Pertamina dari risiko kelebihan kontrak gas alam cair atau Liquid Nature Gas (LNG).

Sejak 2014, Pertamina menandatangani kontrak impor gas alam cair (liquid natural gas/LNG) sebesar 1,5 juta ton per tahun dari Cheniere Corpus Christi, perusahaan asal Amerika Serikat (AS).

Kontrak pembelian LNG ini dibuat karena diperkirakan Indonesia butuh gas impor mulai 2019.

Dalam neraca gas bumi yang disusun Kementerian ESDM disebutkan, Indonesia butuh impor gas sebanyak 1.777 billion british thermal units per day (bbtud) pada 2019, 2.263 bbtud pada 2020, 2.226 bbtud di 2021, 1.902 bbtud tahun 2022, 1.920 bbtud di 2023, 2.374 bbtud pada tahun 2024, dan 2.304 bbtud di 2025.

Namun, infrastruktur penerima gas yang dimiliki Pertamina saat ini masih belum cukup untuk menampung dan mendistribusikan gas tersebut.

Bila tidak segera diantisipasi, Pertamina terancam mengalami kerugian dikarenakan tidak memiliki infrastruktur gas yang memadai, padahal gas yang sudah terkontrak tetap harus diserap mulai 2019. "Penggabungan usaha ini akan memberikan akses (Pertamina) terhadap pelanggan industri utama PGN yang bisa meringankan risiko kelebihan pasokan," demikian hasil riset Wood Mackenzie.

#HoldingBUMN#JokoWidodo#RiniSoemarno# (Setyaki Purnomo)