
Jakarta, MERDEKANEWS -Menteri Sosial (Mensos) Idrus Marham menggelar rapat kerja perdana bersama Komisi VII DPR, Selasa (30/1/2018). Dalam rapat itu, bekas Sekretaris Jenderal Partai Golkar itu dicecar terkait program pengentasan kemiskinan.
Pasalnya, meskipun penyerapan anggaran 2017 mencapai 96,4 persen, tapi faktanya beberapa wilayah di Indonesia masih banyak yang miskin.
“Saya menginginkan agar ditelusuri data-data kemiskinan yang ada memang amburadul. Catatan kita yang dulu kita masuk dalam Badiklit yang ternyata sampai saat ini nonsense, nggak ada artinya. Karena itu, Pak Menteri bisa evaluasi serentak data kemiskinan karena yang namanya PKH ini kartu seksi kayak pegawai negeri,” kata Anggota Komisi VIII dari F-NasDem Tri Murny dalam rapat.
Dia berharap, Kemensos dapat memperbarui data warga miskin. Hal ini agar salah satu program bantuan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH), dapat tersalurkan secara maksimal. Sebab, menurut Politikus Nasdem itu, kartu PKH ini luar biasa hebatnya. “Dengan memiliki kartu itu, masyarakat akan banyak keuntungan,” katanya.
Menanggapi itu, Idrus Marham mengaku, akan menampung masukan anggota dewan itu. Namun begitu, ia menegaskan, penanganan kemiskinan tidak serta-merta hanya menjadi tanggung jawab kementeriannya. Harus melibatkan lintas kementerian untuk menyelesaikannya.
"Saya kira tadi sudah disampaikan (angka, red) kemiskinan menurun, walaupun hanya nol koma sekian. Tapi saya kira itu sudah ada sebuah progres, kemajuan. Karena itu sebenarnya, meskipun diatur bahwa leading sector penanganan kemiskinan ini adalah Kemensos, penanganan kemiskinan adalah tanggung jawab bersama kita,” kata Idrus di Gedung DPR, kemarin.
Idrus juga meminta, Komisi VIII DPR memberikan waktu kepada Kemensos dalam memodifikasi program-program lanjutannya.
“Saya ingin ada satunya kata dan perbuatan, saya kira ini yang harus kita kembangkan. Ada banyak modifikasi yang bisa kita lakukan. Beri kami waktu. Modifikasi pengentasan (warga dari, red) kemiskinan, pemberdayaan masyarakat ini akan kita rencanakan,” pungkasnya.
Dalam kesempatan itu Idrus juga mengungkapkan, pemerintah pusat akan mendampingi pengelolaan dana otonomi khusus Papua pasca kejadian luar biasa (KLB) gizi buruk dan penyakit campak, khususnya yang terjadi di Asmat.
Menurut Idrus, rencana itu muncul dalam rapat koordinasi antar kementerian di Kemenko PMK untuk menanggulangi persoalan tersebut.Pemerintah, akan mendampingi pengelolaan pemerintahan dan pendampingan terkait pelaksanaan program pemerintah daerah.
“Dari pikiran yang ada dalam rapat, ada pikiran supaya ada pendampingan pengelolaan pemerintahan dan pendampingan pelaksanaan program-program secara profesional,” ujar Idrus.
Selain itu, Idrus juga menuturkan, ada banyak evaluasi dari pemerintah pusat terkait pemanfaatan dana Otsus Papua yang cukup besar.
“Ada banyak evaluasi tentang pemanfaatan dana otsus yang cukup besar. Itu terakhir kalau enggak salah ada Rp8 triliun, dengan rincian untuk Papua Rp5 triliun dan Papua Barat Rp2 triliun,” kata Idrus.
Dia mengaku, karakter pembangunan di Papua tidak bisa disamakan dengan daerah lain. Hal itu juga menjadi dasar pemerintah pusat dalam melakukan pendampingan.
“Kami juga memahami bahwa membangun Papua harus tetap memperhatikan budaya lokal dan ciri daerah Papua. Enggak bisa kita pikir seperti daerah lain, sehingga perlu pendampingan,” tutupnya.
(Aziz)
-
Kemendagri Tegaskan Komitmen Percepatan Pembangunan Papua Barat Daya Kemendagri Tegaskan Komitmen Percepatan Pembangunan Papua Barat Daya
-
KKP Lirik Potensi NTB Jadi Lokasi Sentra Garam KKP Lirik Potensi NTB Jadi Lokasi Sentra Garam
-
Tangkap 2 Kapal Vietnam, KKP Selamatkan Kerugian Negara Rp152 M Tangkap 2 Kapal Vietnam, KKP Selamatkan Kerugian Negara Rp152 M
-
BSKDN Kemendagri Sambut Baik Kolaborasi Perlindungan Masyarakat Miskin dan Pekerja Rentan BSKDN Kemendagri Sambut Baik Kolaborasi Perlindungan Masyarakat Miskin dan Pekerja Rentan
-
Aliansi Vendor Tuntut Pembayaran Hak Atas Pekerjaan Yang Belum Dibayar Kemenperin RI Puluhan perusahaan yang tergabung dalam Aliansi Vendor Kementerian Perindustrian Republik Indonesia memutuskan untuk mengadakan unjuk rasa di depan kantor Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, buntut dari belum dibayarkannya tagihan yang ditaksir mencapai ratusan miliyar Rupiah oleh Kemenperin RI kepada para Vendor.