
MERDEKA NEWS - Majelis hakim harus menolak tanggapan JPU atas eksepsi dan membebaskan Ade Yasin. Sebab, dakwaan jaksa KPK tidak jelas dan imajiner.
"Hakim kalau mau masuk surga harus menolak tanggapan JPU dan membebaskan Ade Yasin," tegas peserta sidang yang hadir di PN Tipikor, Bandung, Jawa Barat, Senin (25/7).
Pengamat politik hukum, Adib Miftahul menilai, hakim harus punya pertimbangan lain. Sebab, jaksa terkesan tidak punya pandangan hukum.
"Ini harus jadi pertimbangan hakim. Jaksa ini aneh dan mungkin gak paham," tegasnya.
Sementara Kuasa Hukum Bupati nonaktif Bogor Ade Yasin, Dinalara Butar-Butar menyebutkan jawaban JPU atas eksepsi Ade Yasin tidak jelas atau Absurd. Untuk itu kata Dinalar majelis hakim harus menolak tanggapan JPU atas eksepsi dan membebaskan Ade Yasin.
Salah satu dakwaan yang tidak jelas diantanya, "Dari dakwaan yang tidak cermat dan imajiner ini, patut diduga bahwa KPK sangat nafsu menjerat AY meski Ihsan (anak buahnya) sudah jelas-jelas mengakui tak diperintah oleh AY," ungkapnya usai sidang tanggapan atas eksepsi oleh Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Negeri Bandung Tipikor, Jawa Barat, Senin (25/7).
Menurutnya, Ihsan Ayatullah yang merupakan Kepala Sub Bidang Kas Daerah pada Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Bogor dalam berita acara pemeriksaan (BAP) telah mengakui, saat mengumpulkan dan memberikan uang kepada BPK bukan atas dasar perintah dari Ade Yasin.
"Ihsan diperiksa berkali-kali oleh KPK, jelas-jelas menyatakan bahwa dia tidak pernah mendapatkan arahan, tidak pernah diperintah, bahkan tidak pernah melaporkan apa pun," terangnya.
Dinalara menyebutkan, Ihsan dalam BAP lainnya terus terang telah memanfaatkan momentum audit laporan keuangan oleh BPK sebagai "ladang bisnis"
"Di BAP Ihsan ternyata dari tahun 2019 bersama dengan Ruli (Kasubag Keuangan Setda Kabupaten Bogor) sudah punya niat terencana mengumpulkan uang dari orang-orang atau SKPD," kata Dinalara.
Dalam BAP Ihsan, tertulis bahwa Ihsan dan Ruli mengumpulkan uang sisa uang dari hasil meminta ke SKPD dan pengusaha untuk "pengamanan" audit BPK.
"Uang tersebut mereka simpan di dalam satu rekening untuk bagi-bagi. Ini membuktikan bahwa mereka sudah mencari keuntungan dari tahun 2019," bebernya.
Dinalara menambahkan, KPK menyeret kliennya ke perkara dugaan suap BPK RI Perwakilan Jawa Barat, tanpa melengkapi alat bukti.
Menurutnya, mengacu pada Pasal 17 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHP), penangkapan terhadap seorang yang diduga melakukan tindak pidana, perlu dilengkapi dengan bukti permulaan yang cukup, yaitu minimal dua alat bukti yang sah.
Pasalnya, KPK usai penangkapan mengumumkan bahwa penjemputan Ade Yasin sebagai saksi di rumah dinas pada 27 April 2022 sebagai sebuah peristiwa operasi tangkap tangan (OTT).
"JPU tidak menjelaskan dalam dakwaannya apa dua alat bukti yang cukup yang dimiliki KPK sehingga terdakwa harus di-OTT," kata Dinalara.
Sementara, jaksa KPK, Roni Yusuf menjawab nota keberatan atau eksepsi terdakwa Bupati nonaktif Bogor, Ade Yasin pada perkara dugaan suap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Jawa Barat.
"Intinya tanggapan kita menolak eksepsi dari kuasa hukum terdakwa, Karena sudah masuk pokok perkara. Bahwa ada juga eksepsi yang masuk ke ranah pra-pradilan," ungkap Roni usai sidang di Pengadilan Negeri Bandung Tipikor, Jawa Barat, Senin.
Menurutnya, tanggapan atas nota keberatan atau eksepsi terdakwa yang ia bacakan menjelaskan bahwa apa yang disampaikan terdakwa. Ia menganggap eksepsi yang dibacakan telah masuk ke pokok perkara dan masuk ke materi praperadilan.
"Bahwa kalau sudah ini, sudah masuk ke materi dakwaan. Karena eksepsi itu kan hanya mengenai pasal 156 KUHP, tidak masuk ke ranah persidangan," kata Roni. (Khairi R)
-
Saatnya KPK Selidiki Kekayaan Penyelenggara Negara yang Tak Lapor LHKPN Hasanuddin menyatakan, penyelenggaran negara yang tak melaporkan harta kekayaannya lewat LHKPN, selain tak taat aturan juga terkesan menyembunyikan harta kekayaannya.
-
Antara 300 Triliun, PPATK dan Komite TPPU Jakarta - Terkait rencana Komisi III DPR RI melaksanakan Rapat Kerja membahas "dugaan transaksi keuangan mencurigakan senilai 300 Triliun" dengan Menkopolhukam, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan pihak terkait lainnya yang sedianya dilaksanakan hari ini, Selasa, 21 Maret 2023 namun batal (ditunda).
-
Siaga 98 Dukung Komisi III DPR RI Panggil Menkopolhukam dan PPATK Terkait Transaksi 300 Triliun di Kemenkeu "Siaga 98 memahami bahwa penyelidikan dapat dilakukan oleh Kemenkeu karena predicate transaction berasal dari transaksi yang terjadi dalam ruang lingkup kementerian keuangan dalam hal ini pajak, kepabeanan dan cuka.
-
Peraturan KPK Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pengelolaan, Benturan Kepentingan di KPK Dugaan potensi terjadinya benturan kepentingan dalam penanganan masalah Harta Kekayaan Tak Wajar Rafael Alun Trisambodo (RAT) akibat pernah satu angkatan kuliah (STAN Angkatan 86) antara RAT dan Alexander Marwata, Pimpinan KPK.
-
Siaga 98: KPK Perlu Bentuk Deputi Khusus Membidangi LHKPN Sudah saatnya KPK mengkaji pembentukan kedeputian khusus yang menangani kekayaan penyelenggara negara yang juga membidangi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).