merdekanews.co
Jumat, 26 Januari 2018 - 22:55 WIB

Berantas Narkoba Di Laut, BNN Minta Dibelikan Pesawat

Muhammad - merdekanews.co
Arman Depari

Jakarta, MERDEKANEWS -Badan Narkotika Nasional (BNN) butuh kapal atau pesawat patroli untuk basmi narkoba di jalur laut. Hal itu dikatakan Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN), Inspektur Jenderal Arman Depari di kantor BNN, Cawang, Jakarta, Jumat (26/1/2018).

Ia mengatakan, bahwa saat ini lebih dari 80 persen penyelundupan narkotika ke Indonesia melalui jalur laut. Namun, institusinya tak bisa berbuat banyak dalam mengatasi masalah tersebut lantaran tidak memiliki 

"Kita juga sebenarnya sudah berkali-kali mengusulkan pengadaan peralatan macam itu. Kita juga nggak perlu kapal standar tempur, kapal pengejaran sudah cukup. Begitu juga dengan heli, ini untuk pengawasan di pantai, dan pesawat ringan seperti jenis cesna juga sangat kita perlukan," kata Arman di kantor BNN, Cawang, Jakarta, kemarin.

Arman kemudian mengungkapkan, BNN sejatinya sudah seharusnya memiliki fasilitas dan sarana seperti BNN-nya Kolombia. Apalagi Presiden Joko Widodo juga telah memukul genderang perang melawan narkoba.

"Di Colombia itu, mereka satuan anti narkotika punya 154 pesawat khusus untuk mengawasi narkoba. Terdiri dari pesawat angkut dan juga pesawat patroli dan juga mereka memiliki 4 Black Hock itu adalah Heli tercanggih di dunia saat ini," ujarnya.

Selain itu, lanjut dia, jika berkaca dari luasnya wilayah yang dimiliki Indonesia, jumlah pegawai BNN juga seharusnya ditambah agar bisa disebar secara merata ke seluruh penjuru pelosok negeri. Pasalnya, jumlah pegawai BNN saat ini masih jauh dari standar yang dibutuhkan.

"Seharusnya Indonesia memiliki 65 ribu personil, namun kini BNN baru memiliki lima ribu personil. Baik itu yang menempati BNN pusat, BNN provinsi, BNN Kabupaten, BNN kota," paparnya.

Terungkapnya kasus penyelundupan narkotika di Aceh Timur beberapa waktu lalu, menurut Arman, merupakan salah saru contoh pentingnya pengetatan pengawasan dan penjagaan di perairan Indonesia. Apalagi, pengungkapan kasus penyeludupan narkoba melalui jalut laut seperti di Aceh itu, di mana empat orang ditetapkan sebagai tersangka dengan total sabu yang diungkap mencapai 250 kg, bukan untuk yang pertama.

"Penyelundupan ini terjadi karena memang tidak ada pengawasan di jalur laut. Bukan hanya kurang tapi tidak ada pengawasan dan di situ banyak sekali pelabuhan-pelabuhan ilegal. Entah tikus atau namanya yang jelas pelabuhan itu ilegal," paparnya.

Dengan berkaca dari kondisi ini, Arman berharap, sejumlah institusi negara bisa serius untuk saling bersinergi dalam mencegah penyelundupan tersebut. Sebab, meski selama ini segala hal yang berkaitan dengan narkoba hanya diserahkan ke BNN, namun institusi yang dipimpin Budi Waseso ini tidak bisa melakukan penanganan peredaran narkoba di kawasan laut karena terkendala fasilitas.

"Inilah saatnya institusi negara terkait masalah ini bisa saling bersinergi. Karena kalau diserahkan ke BNN semua, BNN kapal aja nggak punya, bagaimana? Jadi jangan dilihat ini kerjaan BNN. Narkotika ini sudah jadi tanggung jawab kita bersama. Kita kan punya Kementerian Kelautan dan koordinator di situ ada Bakamla, (TNI) Angkatan Laut, ada TNI, ada Polri, ada Bea Cukai. Mari kita bersinergi," tandasnya.

Arman kemudian mengingatkan, daerah seperti pantai Timur Sumatera dari Aceh hingga Lampung, dan Kepri adalah daerah yang paling rawan disusupi penyelundup narkoba. Begitu juga dengan daerah sekitar pantai Utara Selatan Kalimatan.

"Biasanya penyelundupan narkoba ini dari Penang Malaysia mengunakan speed both yang diantar oleh jaringan sindikat Malaysia kemudian di titik tertentu di selat malaka dijemput oleh sindikat dari Indonesia. Ini menjadi salah satu perhatian kita mudah-mudahan komitmen kita dan instansi terkait dengan upaya yang kita lakukan ini bisa memutus suplay narkoba dari negara tetangga," ujarnya (Muhammad)