merdekanews.co
Jumat, 14 Januari 2022 - 20:45 WIB

Terkait Kritik GMPG, Pengamat: Elite Golkar Harus Pikir Ulang Majukan Airlangga Jadi Capres

Hadi Siswo - merdekanews.co
Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto

 

Jakarta, MERDEKANEWS - Kritik Gerakan Muda Partai Golkar (GMPG) soal rendahnya elektabilitas Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum harus menjadi atensi. Sebab hal ini diyakini bakal berdampak terhadap citra partai berlogo partai beringin ini di Pemilu mendatang. 

"Apa yang disampaikan GMPG merupakan autokritik yang bagus untuk Airlangga dan Partai Golkar," ucap Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin, kepada wartawan, Jumat (14/1). 

Pernyataan senada disampaikan pengamat politik Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Usni Hasanudin. Menurut Usni, kenyataan ini harus jadi konsern Golkar lantaran pendekatan yang dilakukan untuk mengerek tingkat keterpilihan Airlangga sebagai calon presiden (capres) pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 belum memubahkan hasil. 

"Apa yang disampaikan GMPG itu, kan, sesuai dengan hasil survei sejumlah lembaga, capaian Partai Golkar, dan pengalaman yang mereka rasakan selama ini. Jadi itu tidak bisa dinafikan. Para elite Partai Golkar harusnya mulai mereformulasi strateginya jika memang ingin mengusung kadernya sebagai capres," tuturnya. 

Menurutnya, ada berbagai cara yang dapat dilakukan Partai Golkar. Mengganti capres ataupun mengubah pendekatan dalam meraih simpati publik. 

"Jika terus memaksakan seperti ini ya Partai Golkar akan kembali mengulang pengalaman dua pilpres (pemilihan presiden) sebelumnya," tegasnya. Partai Golkar tidak mengusung capres pada Pilpres 2014 dan 2019. 

Inisiator GMPG, Sirajuddin Abdul Wahab, sebelumnya menyebut, elektabilitas Airlangga memprihatinkan. Pangkalnya, tingkat keterpilihannya hanya 0,8% berdasarkan hasil survei Voxpol Center dan versi riset Indikator Politik Indonesia 0,2%. 

Dia menambahkan, capaian tersebut berdampak sistematik terhadap reputasi Golkar. Padahal, pengurus dan kader di DPR sudah menebah baliho Airlangga di sejumlah daerah. 

"Ini dapat dianggap bahwa masyarakat tidak tergerak memberikan dukungan. Jika ada kenaikan, maka kenaikan itu dapat dipastikan sebagai angka yang perlu dipertanyakan sumber dan kredibilitasnya," ujarnya, beberapa waktu lalu. 

Apalagi, imbuh Sirajuddin, perolehan kursi di DPR berkurang 6 saat dipimpin Airlangga. Sekarang, Golkar hanya memiliki 85 kursi; sedangkan sebelumnya, yang merupakan hasil Pemilu 2014, berhasil meraih 91 kursi. 

Oleh karena itu, dia beranggapan, Airlangga tidak maksimal dalam "memanaskan" mesin partai. Pun demikian dengan pembagian kerja bidang-bidang, banyak penempatan kader yang tidak sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. 

"Ini mengakibatkan absennya penyelenggaraan program kerakyatan Partai Golkar di masyarakat. Padahal, itu merupakan bagian langkah memperbaiki citra partai di mata publik," tutup Sirajuddin.
  (Hadi Siswo)