merdekanews.co
Senin, 30 Oktober 2017 - 17:40 WIB

Mata Uang Garuda Nyusruk, Bos BI Malah Sibuk Pencitraan

setyaki purnomo - merdekanews.co
Presiden Direktur Center of Banking Crisis (CBC) Achmad Deni Daruri

Jakarta, MerdekaNews - Pemerintahan Joko Widodo boleh saja berbangga dengan capaian perekonomian nasional yang masih bagus ketimbang negara lain. Namun, nilai tukar rupiah terus anjlok. Bahkan sudah menembus Rp13.600 per US$.

President Director Center for Banking Crisis, Achmad Deni Daruri bilang, dibandingkan dengan pelemahan mata uang regional seperti Singapora, posisi rupiah lebih terjun bebas. Terkesan kuat, Bank Indonesia (BI) tidak berbuat apa-apa alias tidak hadir untuk menyelamatkan NKRI. "Kemana jurus-jurus BI yang selama ini digembar-gemborkan mampu menstabilkan rupiah? Yang terjadi, mata uang kita semakin terpuruk," papar Deni di Jakarta, Senin (30/10/2017).

Pelemahan mata uang di Asia, kata Deni, memang lebih disebabkan oleh membaiknya perekonomian di Amerika Serikat (AS). Dan, tren perekonomian AS terus bergerak positif, baik kebijakan fiskal maupun  kebijakan moneter yang ditelorkan bank sentral AS yakni the Fed.

Sementara bank sentral negara lain seperti Singapura, telah menyiapkan intrument moneter yang inovatif dan antisipatif. Sehingga, perkembangan perekonomian di AS tidak signifikan memengaruhi mata uang  Singapura. "Nah, sekarang instrumen BI untuk menjaga stabilitas rupiah itu bagaimana? Kelihatannya kok adem ayem saja," tegas Deni.

Deni bilang, otoritas moneter Singapura, menggunakan pertukaran mata uang Singapore dollar sebagai instrumen utama kebijakan  moneter, bukan suku bunga. :Ini memudahkan, otoritas bank central untuk melakukan penyesuaian kebijakan terhadap inflasi dan pertumbuhan ekonomi global," paparnya.

Namun berbeda dengan rupiah, lanjut Deni, BI kelihatan agak gugup mengantisipasi perkembangan ekonomi Amerika, sehinga intrument BI tidak inovatif hanya intervensi pasar,  yang hanya menghabiskan cadangan devisa tanpa efek maksimal  pengaruhnya.  "Dalam hal ini, BI harus inovatif dan dan antispatif terhadap kondisi perekonomian global, khususnya ekonomi AS," tutur Deni.

"Semoga gubernur BI yang akan habis masa jabatan Mei 2018 (Agus Martowardojo), punya jurus baru untuk menguatkan nilai tukar rupiah. Membuktikan kepada dunia bahwa kita punya gubernur BI yang berkualitas, bukan jurus berkampanye untuk terpilih lagi menjadi Gubernur BI periode berikutnya," pungkas Deni. (setyaki purnomo)