
Jakarta, MERDEKANEWS - Oligarki ekonomi, atau penguasaan aset negara oleh segelintir orang atau kalangan yang dekat kekuasaan, sangat berbahaya. Jangan pernah bermimpi Presiden Joko Widodo bisa merealisasikan pertumbuhan ekonomi tinggi.
"Oligarki ekonomi di Indonesia berkorelasi positif dengan ketimpangan dan disinyalir menjadi penyebab lambatnya pertumbuhan ekonomi," kata Direktur Eksekutif Megawati Institute, Arif Budimanta dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (27/12/2017).
Kata anggota Komite Ekonomi dan Industri nasional (KEIN) ini, oligarki ekonomi dapat menerangkan, mengapa sejak reformasi yang diharapkan bisa menegakkan demokratisasi serta keadilan ekonomi, justru melahirkan kesenjangan ekonomi.
"Hal ini terindikasi dari meningkatnya rasio gini di berbagai bidang, termasuk penguasaan lahan atau tanah hingga aset keuangan," papar Arif.
Dengan nada miris, Arif mengatakan, saat ini, kekayaan terkonsentrasi pada segelintir penduduk. Bahkan, sejumlah kajian menyebutkan, 1% rumah tangga terkaya di Indonesia mampu menguasai 45,4% dari total kekayaan negara.
Arif mengingatkan, oligarki ini terjadi, lantaran tingkat pengembalian kapital pelaku ekonomi lebih besar ketimbang pertumbuhan ekonomi nasional. Serta, ada unsur patrionalisme kapitalisme, yaitu penguasaan modal yang berbasis kekuatan aset yang dimiliki kelompok, atau jaringan keluarga, dan diwarisi dari waktu ke waktu.
"Oligarki juga berasosiasi dengan pemerintah yang lebih birokratis dan lebih intervensionis, juga dengan perkembangan pasar finansial yang kurang berkembang. Penguasaan di tangan oligarki dapat merusak perkembangan institusi yang penting bagi pertumbuhan ekonomi," ucap Arif.
Untuk itu, Arif merekomendasikan pemerintahan Joko Widodo, mempercepat redistribusi aset dan akses untuk meningkatkan penguasaan aset masyarakat bawah.
Serta, mempercepat pelaksanaan kebijakan dana desa, menjadikan koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional, dan perlunya fokus menjadikan UKM sebagai tulang punggung perekonomian seperti yang terjadi di Taiwan, Jerman, dan negara-negara di kawasan Skandinavia.
Sementara itu, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Syarkawi Rauf menuturkan, oligarki cenderung membuat pasar terkonsentrasi yang mengakibatkan praktik monopoli dan kartel atau persekongkolan antarusaha dalam mengatur harga sehingga konsumen membayar dalam tingkat harga yang tidak wajar.
Sebelumnya, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro menegaskan penurunan kemiskinan dan ketimpangan masih akan menjadi prioritas pada 2018.
"Pemerintah akan melaksanakan strategi kebijakan yang menyasar 40 persen penduduk termiskin, dengan perhatian khusus pada penyediaan jaminan dan bantuan sosial tepat sasaran, pemenuhan kebutuhan dasar, dan perluasan akses usaha mikro, kecil, dan menengah," kata Syarkawi.
Kebijakan prioritas nasional penanggulangan kemiskinan fokus pada jaminan dan bantuan sosial tepat sasaran. Meliputi Program Keluarga Harapan (PKH) bagi 10 juta keluarga termiskin, rastra, bantuan pangan non-tunai dan bantuan pendidikan bagi 19,7 juta anak usia sekolah bagi keluarga sangat miskin, miskin dan rentan.
Adapula bantuan iuran kesehatan bagi 92,4 juta penduduk miskin dan rentan (termasuk bayi baru lahir), serta subsidi energi bagi masyarakat sangat miskin, miskin dan rentan, dan perluasan kepesertaan jaminan kesehatan dan jaminan sosial ketenagakerjaan.
Untuk pemenuhan kebutuhan dasar, lanjutnya, pemerintah fokus terhadap percepatan kepemilikan identitas hukum (akta kelahiran, NIK), terfasilitasinya akses terhadap pelayanan kesehatan untuk mengurangi angka stunting, penyediaan infrastruktur dasar seperti sanitasi, air minum, jalan, dan jembatan, bantuan pembiayaan KPR swadaya, sejahtera tapak, dan satuan rumah susun, serta penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi juga dibidik sebagai penggerak ekonomi rakyat, dengan memperhatikan aspek registrasi usaha skala mikro dan kecil, pengembangan sarana dan prasarana usaha bagi UMKM, fasilitasi sertifikasi, standardisasi, merek, dan pengemasan, juga akses UMKM untuk mendapat kredit, dan perbaikan tata kelola dan kelembagaan koperasi.
Wirausaha juga menjadi fokus pembangunan, dengan target meningkatkan partisipasi wirausaha untuk meningkatkan jumlah tenaga kerja. Persentase wirausaha terhadap jumlah penduduk Indonesia pada periode 2016-2017, tercatat masih sangat kecil, yakni 3,1%.
#MegawatiInstitute#PresidenJokowi#PertumbuhanEkonomi# (Setyaki Purnomo)
-
Presiden Jokowi Bantah Buka Ekspor Pasir Laut, Ini Penjelasannya Sekali lagi, bukan (pasir laut), nanti kalau diterjemahkan pasir beda loh ya
-
Presiden Jokowi Berkantor di IKN Mulai Hari Ini Hingga Sehari Jelang Purnatugas Presiden Jokowi bakal berkantor di IKN, Kalimantan Timur, mulai Selasa (10/09), sampai sehari jelang akhir masa jabatannya
-
Sebut Semua Orang Bisa Jadi Jurnalis di Era Digital, Jokowi: Harus Cek dan Ricek Berita Hoaks Harus cek dan ricek mana yang benar dan mana yang hoaks atau berita bohong
-
Presiden Jokowi Rencananya Berkantor di IKN Mulai 10 September Hingga 19 Oktober Beliau kerja di sana sambil mengundang yang terkait untuk rapat
-
Presiden Jokowi Resmikan RS Kemenkes, Kini Berobat Tak Perlu ke Luar Negeri tidak ingin masyarakat yang sakit harus pergi ke negara tetangga, seperti Singapura dan Malaysia