merdekanews.co
Jumat, 17 Januari 2020 - 14:19 WIB

Salah Borong Saham di 2018, Keuangan Taspen Goyang?

Setyaki Purnomo - merdekanews.co

Jakarta, MERDEKANEWS - Satu lagi, perusahaan asuransi pelat merah yang bakal dirundung masalah keuangan. Adalah PT Taspen (Persero), dikhawatirkan bakal mengalami penurunan nilai portofolio saham yang diinvestasikan di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 2018. Waduh gawat.

Dikutip dari cnbcindonesia,com, Jakarta, Kamis (16/1/2020), Taspen berpotensi menelan kerugian alias potential loss pada portofolio saham senilai Rp3,52 triliun. Turunnya nilai portofolio tersebut terjadi ketika Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi 2,53% pada periode 2018. Angka potential loss Rp3,52 triliun itu, dipicu penurunan perolehan saham (nilai pembelian) Rp 16,57 triliun dengan nilai saham yang dihargai di pasar pada akhir tahun (2018), senilai Rp13,04 triliun.

Mengacu laporan keuangan Taspen 2018, rincian portofolio itu merupakan investasi untuk program Tunjangan Hari Tua (THT) PNS dengan klasifikasi tersedia untuk dijual, sehingga mengecualikan saham yang diukur pada nilai wajar.

Angka tersebut juga sudah memasukkan investasi saham di Program Pensiun senilai Rp5,81 triliun dan investasi oleh anak usaha sebesar Rp74,81 miliar. Seluruh portofolio saham Taspen tersebut disajikan dalam laporan keuangan dengan klasifikasi saham perusahaan BUMN dan perusahaan swasta.

Untuk kelompok saham perusahaan BUMN, portofolio perseroan mengalami potensi penurunan nilai sebesar Rp2,14 triliun, atau rerata 14,35%. Penurunan itu terutama dibebani turunnya nilai saham PT Jasa Marga Tbk (JSMR) Rp296,94 miliar (30,31%); PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) Rp263,38 miliar (63,66%); dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) Rp479 miliar (14,29%-15,24%). Saham lain adalah PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) Rp193,76 miliar (33,53%); dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) Rp 173,06 miliar (33,19).

Di kelompok perusahaan swasta, koreksi saham yang paling membebani portofolio Taspen adalah PT Harum Energy Tbk (HRUM) sebesar Rp 414,76 miliar (81,89%); PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) Rp266,21 miliar (47,8%); dan PT BW Plantation Tbk (BWPT) Rp254,78 miliar (70,02%).

Saham swasta lainnya adalah, PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) Rp128,93 miliar (30,85%); PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) Rp72,02 miliar (30,8%); dan PT Steel Pipe Industry Indonesia Tbk (ISSP) Rp69,53 miliar (71,81%).

Terkait dengan potential loss ini, CNBC Indonesia sudah mencoba menghubungi Direktur Utama Taspen Iqbal Latanro. Namun hingga Kamis siang (16/1/2020), pesan singkat tak bisa menjangkau dua nomor yang bersangkutan, begitu pula sambungan telepon tidak juga masuk dalam jangkauan.

Dalam perbincangan dengan CNBC Indonesia pada program Closing Bell, Jumat (10/1/2020), Iqbal menegaskan, perseroan selalu menjalankan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG), termasuk dalam hal investasi.

"Taspen menerima premi kurang lebih Rp 8 triliun per tahun, tapi harus membayar klaim Rp 11 triliun per tahun, ada gap besar. Ditutup dari mana? Investasi. Kita punya arahan investasi Kementerian Keuangan, distribusikan ke SBN, obligasi pemerintah termasuk, lalu ada saham, ada deposito, dan investasi langsung," kata Iqbal.

Perseroan, katanya, diperbolehkan untuk berinvestasi langsung, salah satunya dengan mendirikan anak perusahaan yang bisnis intinya berkaitan dengan Taspen. "Tapi selama ini (anak usaha) masuk core business, misal kami punya Taspen Life, yang top up asuransi untuk PNS yang bisa (manfaatnya) lebih besar. Kami juga punya PT Bank Mandiri Taspen, untuk penyaluran pembayaran," jelas mantan Dirut PT Bank Tabungan Negara (Persero/BTN) Tbk itu.

Adapun untuk saham, kata Iqbal, porsinya kecil. Dalam laporan keuangan 2018, Iqbal menjelaskan bahwa nilai investasi konsolidasian sampai dengan 31 Desember 2018 sebesar Rp216,75 triliun, atau 94,05% dari RKAP 2018.

Komposisi penempatan investasi 2018 yakni:
- Obligasi Rp 126,02 triliun atau 58,15%
- Sukuk Rp 28,35 triliun atau 13,08%
- Deposito Rp 26,61 triliun atau 12,28%
- Reksa dana Rp 15,10 triliun atau 6,97%
- Saham Rp 13,14 triliun atau 6,06%
- Investasi langsung Rp 2,83 triliun atau 1,31%
- KIK EBA Rp 2,43 triliun atau 1,12%
- Investasi pada entitas asosiasi Rp 1,58 triliun atau 0,73%
- MTN Rp 550 miliar atau 0,25%
- Properti investasi Rp 115,87 miliar atau 0,05%

"Seluruh premi yang kami terima masuk pencadangan, THT [tunjangan hari tua] itu 100%. Dana yang ada terakumulasi, kami tempatkan di bidang investasi, nah hasil investasi itulah menjadi pendapatan Taspen. Dari sisi lain kami mendapat penggantian dana operasional, yang kita peroleh dari pembayaran pemerintah kepada Taspen sebagai pengelola dapen," katanya.

"Seluruh premi yang diterima dijadikan cadangan untuk bayar [klaim], pendapatan yang kami peroleh dari pengelolaan cadangan ini yang sudah terakumulasi kurang lebih Rp 250 triliun," imbuh Iqbal.

Iqbal menjelaskan ada beberapa hal yang menjadi pegangan dalam hal strategi alokasi investasi karena sudah menjadi arahan pemegang saham. "Kami mengelola GCG secara optimal, misalnya SOP yang sudah dijalankan dengan baik dan tertata dengan baik. Prinsip CGC ini yakni disiplin terhadap aturan, kemudian tentu kita membuat GCG yang kuat, termasuk pemisahan fungsi yang jelas, tentu di dalamnya disiplin terhadap SOP, yang mengatur instrument apa yang kita beli, AUM, sekuritas yang mengelola, detail-detailnya, tentu kita sadar bahwa investasi harus dijaga dengan baik dan efeknya jangka panjang," paparnya.

  (Setyaki Purnomo)