merdekanews.co
Jumat, 22 November 2019 - 20:58 WIB

Setelah Paloh, Bamsoet Setuju Usulan Suhendra Presiden Tiga Periode

Setyaki Purnomo - merdekanews.co
Pengamat Intelijen Senior, Suhendra Hadikuntono Bersama Ketua MPR-RI Bambang Soesatyo

Jakarta, MERDEKANEWS - Adalah pengamat intelijen senior Suhendra Hadikuntono, pencetus pertama Joko Widodo (Jokowi) tiga periode. Gagasan ini disambut sejumlah pentolan partai politik. Mulai Ketum Partai Nasdem, Surya Paloh diikuti Politisi Senior Partai Golkar Bambang Soesatyo.

Ide Suhendra tentang suksesi Jokowi tiga periode tercetus di kediamannya, Jl Denpasar, Kuningan, Jakarta Selatan. Selanjutnya, gagasan itu mengalir ke Gondangdia, markas Partai NasDem yang dipimpin Surya Paloh. Tak berhenti di situ, gagasan Jokowi Tiga Periode kini didukung Bamsoet, sapaat akrab Bambang Soesatyo yang kini menjabat Ketua MPR.

Dukungan Bamsoet, disampaikan saat menerima pengurus harian Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang dipimpin Sekjen PWI, Mirza Zulhadi di Gedung MPR-RI, Senayan, Jakarta, Rabu (20/11/2019).  Hadir pula Ketua Dewan Kehormatan PWI, Ilham Bintang; Ketua bidang Pendidikan PWI Nurjaman Mochtar; Ketua bidang Kerja Sama Antar Lembaga PWI, Zulkifli; dan Wakil Sekjen PWI, Pro Suprapto.

Dia menyatakan siap menggandeng PWI untuk mensosialisasikan amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, salah satunya kemungkinan presiden dapat dipilih tiga kali atau untuk tiga periode."Mungkin perlu juga pemilihan presiden diamendemen, misalnya masa jabatan bisa dilakukan untuk tiga periode,” kata Bamsoet.[

Sebelumnya, Senin (18/11/2019), dalam sebuah wawancara dengan media berbahasa Inggris, Surya Paloh juga sependapat agar presiden dapat dipilih untuk periode ketiga masa jabatannya. Adapun Suhendra melontarkan idenya pada Senin (11/11/2019) kepada para awak media agar MPR mengamandemen Pasal 7 UUD 1945 agar presiden dapat dipilih kembali setelah menjabat dua periode.

Suhendra terang-terangan usulannya itu memang ditujukan agar Presiden Joko Widodo yang sejak 20 Oktober 2019 menjabat untuk periode keduanya, dapat dipilih kembali pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendatang.

Selain demi kesinambungan pembangunan nasional yang sedang digalakkan Presiden Jokowi, termasuk pemindahan ibu kota negara dan proyek-proyek strategis lainnya, usia harapan hidup manusia Indonesia juga kian meningkat. "Jadi sayang kalau ada pemimpin performanya bagus dan usianya masih muda, harus pensiun dini. Itu akan menjadi kerugian besar bagi bangsa ini," ujar Suhendra saat dikonfirmasi soal idenya yang diadopsi Surya Paloh dan Bamsoet, di Jakarta, Kamis (21/11/2019).

Di sisi lain, kata Suhendra, bila Presiden Jokowi dapat dipilih kembali pada Pilpres 2024, maka itu akan mengunci para menteri yang punya hidden agenda (agenda terselubung) untuk maju dalam pilpres mendatang agar tetap fokus bekerja hingga 2024. Bila tidak, Suhendra memprediksi, para menteri hanya akan fokus bekerja selama dua tahun, selebihnya mereka akan berjalan sendiri-sendiri sesuai agenda politik masing-masing.

"Kalau performa Presiden Jokowi pada periode kedua ini tidak bagus, maka rakyat juga tidak akan memilihnya kembali. Jadi ini juga untuk memacu Presiden Jokowi untuk meningkatkan kinerja atau produktivitasnya," tukas Suhendra.

Menurut Suhendra, kini nasib amandemen Pasal 7 UUD 1945 ada di tangan Bamsoet selaku Ketua MPR RI yang berwenang melakukan amandemen konstitusi. "Menurut saya sih, MPR langsung eksekusi saja, toh masukan sudah banyak. Saya yakin rakyat pasti mendukung. Bukankah MPR merupakan representasi rakyat?" tanya Suhendra yang juga pendiri Hadiekuntono's Institute (Research, Intelligence, Spiritual) ini.

Bila Paloh yang merupakan representasi Nasdem, dan Bamsoet yang merupakan representasi Golkar sudah setuju amandemen Pasal 7 UUD 1945, kata Suhendra, bola kemudian ada di tangan PDIP. "Bila PDIP setuju, maka tak bisa dibendung. Sebab kursi PDIP, Golkar dan Nasdem di MPR sudah mayoritas," cetusnya.

Suhendra juga menepis anggapan bahwa usulannya itu tidak demokratis dan dapat menghambat regenerasi. "Demokrasi itu 'kan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Kalau rakyat memang menghendaki Presiden Jokowi bisa dipilih lagi, tapi kita menutup pintu, justru itu anti-demokrasi. Konstitusi bukan kitab suci. Hanya kitab suci yang tak boleh diamandemen," tandasnya.
    
    
    

  (Setyaki Purnomo)