merdekanews.co
Sabtu, 28 September 2019 - 17:23 WIB

Perkuat Komitmen Sektor Penerbangan, Indonesia Hadiri Sidang Majelis ICAO Ke-40 di Montreal Kanada

Gaoza - merdekanews.co

Jakarta, MERDEKANEWS – Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara mewakili Indonesia menghadiri pertemuan Sidang Majelis Organisasi Penerbangan Sipil International (International Civil Aviation Organization/ICAO) ke-40 di Montreal, Kanada yang berlangsung sejak 24 September hingga 4 Oktober 2019. P

Direktur Jenderal Perhubungan Udara Polana B Pramesti, bertindak sebagai ketua delegasi hadir dan aktif dalam pertemuan tersebut menyoroti beberapa hal penting terkait dalam sektor penerbangan dunia.


Pertama Indonesia siap untuk memberi saran maupun bantuan teknis kepada negara yang membutuhkan untuk meningkatkan keselamatan penerbangan. Kedua, perlunya perhatian dan peningkatan terhadap peran perempuan dalam dunia penerbangan sipil, dan Indonesia merupakan negara yang sepenuhnya mendukung peningkatan kapasitas perempuan di dunia penerbangan sipil. 

“Hal tersebut dibuktikan dimana  Saya saat ini merupakan wanita pertama yang menjabat sebagai Direktur Jenderal dalam penerbangan sipil indonesia. Dan  Indonesia saat ini memiliki 640 ATC perempuan, 339 pilot perempuan, 177 perempuan yang menjadi pesonel teknis telekominikasi penerbangan,” tutur Polana saat berpidato dalam kegiatan tersebut. 

Hal ketiga yang menjadi pokok pembahasan adalah keseimbangan perwakilan negara-negara anggota ICAO di dewan yang  juga menjadi anggota di Komisi Navigasi Penerbangan.
Hingga saat ini ICAO terdiri dari 193 negara anggota seiring masuknya dua anggota baru Dominica dan Tuvalu. 
Keempat, perlindungan terhadap lingkungan menjadi perhatian sebagaimana pentingnya bahan bakar alternatif untuk pesawat terbang. Untuk itu penting dirumuskan menjadi kebijakan dari ICAO sebagai pemicu bagi negara anggota dan industri penerbangan untuk mengembangkan industri bahan bakar alternatif.

Kelima, mengingat tragedi penerbangan Lion JT 610 yang menggunakan pesawat jenis  Boeing 737-8 MAX pada Oktober 2018, program pemantauan keselamatan penerbangan dimasa depan tidak hanya menjadi tanggung jawab pihak tertentu tetapi ini tanggung jawab bersama semua pemangku kepentingan di industri penerbangan untuk saling berkerjasama dalam mengatasi permasalahan tersebut.

Dalam majelis tersebut Polana juga menyampaikan juga sejumlah prestasi Indonesia di sektor penerbangan selama beberapa tahun terakhir antara lain: Level impelementasi Universal Safety Oversight Audit Programme (USOAP) Indonesia di atas rata-rata negara di kawasan Asia Pasifik dan dunia secara global. Pemenuhan standar keselamatan internasional ditandai dengan dihapuskan larangan operasi Uni Eropa (UE) dan diraihnya rating kategori I dari Federal Aviation Administration (FAA), tingkat implementasi efektif USAP mencapai target terbaru pada Program Keamanan Global (GASep) serta Indonesia telah secara aktif terlibat dalam Committee on Aviation Environmental Protection (CAEP) sejak putaran ke 9 hingga sekarang dan telah menjadi anggota penuh sejak putaran ke 11 yang dimulai pada 2016. 

Indonesia juga telah menyiapkan implementasi Carbon Offsetting and Reduction Scheme for Internasional Aviation (ICAO CORSIA) bersama dengan beberapa negara dalam komitmen pengurangan emisi CO2 dan saat ini sedang dalam proses akreditasi pengukur independen untuk CORSIA. Juga telah meluncurkan sistem Aiport Collaborative Decision Making (A-CDM) serta sistem penanggulangan bencana penerbangan akibat debu vulkanik yakni Integrated Webbased Aeronautical Information System Handling (IWISH) yang dapat digunakan sebagai alat alternative oleh ICAO dan negara – negara anggota lainnya. 

Tak kalah penting, sejumlah bandar udara di Indonesia juga meraih penghargaan seperti Bandar Udara Terbaik Pertama untuk kategori 15-25 juta penumpang dan Bandar Udara Terbaik Asia – Pasifik ke -2 serta meraih penghargaan Airport Service Quality Award. 

  (Gaoza)