merdekanews.co
Jumat, 16 Agustus 2019 - 11:09 WIB

RUU Pertanahan Bertentangan dengan Keinginan Jokowi

MUH - merdekanews.co
Firman Subagyo

MERDEKANEWS -Rancangan Undang-undang (RUU) Pertanahan yang tengah dibahas, jika diteliti secara mendalam, ternyata bertentangan dengan keinginan Presiden Jokowi  untuk menarik investasi besar-besaran guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi. 

Selain itu, RUU ini juga bertentangan dengan komitmen Presiden untuk menyelesaikan konflik agraria secara cepat dan tepat.

Penilaian tersebut, dikemukakan Anggota Panitia Kerja (Panja) RUU Pertanahan dari Fraksi Partai Golkar, Firman Subagyo, Kamis (15/8).

Firman menjelaskan, dari serangkaian pengamatan dan keinginan Presiden yang termuat di berbagai media, Jokowi semua ingin agar RUU Pertanahan ini dapat membantu untuk menuumbuhkan iklim investasi yang menggairahkan sehingga mendorong atau mendukung capaian target pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen pada lima tahun mendatang. 

“Faktanya, RUU Pertanahan ini malah mereduksi berbagai kewenangan lintas kementerian dan lembaga. Artinya, iklim investasi justru semakin buruk, karena tidak ada kordinasi yang holistik di tiap kementerian/lembaga,” ujar Firman.

Politisi senior Partai Golkar ini juga mengemukakan, keinginan Presiden Jokowi untuk mempercepat penyelesaian berbagai konflik agraria yang menahun terbantu dnegan adanya UU Pertanahan ini. Namun, ternyata dalam pembahasan, RUU Pertanahan justru tidak seperti yang diinginkan Kepala Negara, potensi konflik malah bakal tinggi jika RUU Pertanahan disahkan secara tergesa.

Karena itu, Firman yang kini ditempatkan di Komisi II dan menjadi anggota Panja RUU Pertanahan menilai,  Fraksi Partai Golkar di DPR melihat belum urgensi jika RUU Pertanahan disahkan dalam periode ini. 

“Kita ingin RUU ini menjawab 5 persoalan pokok terkait penyempurnaan UU Pokok Agraria. Kita melihat justru sebaliknya, jika disahkan, akan berpotensi menimbulkan banyak persoalan baru,” katanya.

Kelima persoalan ini lanjutnya, ketimpangan struktural agraria yang tajam, konflik agraria yang muncul secara struktural dan belum tuntas, kerusakan ekologi yang meluas, laju alih fungsi lahan yang berdampak pada ketahan pangan, dan struktur agraria yang belum berkeadilan.

Sikap Golkar sama dengan Kemenkumham

Pada bagian lain penjelasannya, Firman mengatakan, dalam mencermati pembahasan RUU Pertanahan, Fraksi Golkar katanya juga mendengar bahwa dalam rapat  terbatas atau ratas di Istana, semula Presiden Jokowi meminta pada menko perekonomian untuk mengkordinasi antarkementerian guan membuat DIM yang komprehensif, tapi tidak berjalan dan Kementerian ATR/BPN kurang aktif. Pada ratas terakhir, Presiden meminta kepada Wapres Jusuf Kalla untuk ikut membantu menyelesaikan soal ini, tapi sampai saat ini wapres belum mengumumkan. 

“Artinya, maslaah RUU Pertanahan memang masih perlu pembahasan mendalam, dan kita tidak ingin disahkan segera,”katanya.

Masih dalam kaitan ratas khusus RUU Pertanahan di Istana tersebut, Firman mengatakan, pihaknya setuju dengan pandangan yang disampaikan menteri hukum dan HAM Yasonna Laoly yang mengungkapkan bahwa RUU Pertanahan ini berkaitan enggan kewenangan beberapa kementerian  dan sampai saat ini masukan kementerian terkait belum sepenuhnya diakomodasi dalam RUU.

Masih mengutip pernyataan menkumham ini, Firman mengatakan, mengingat masa sidang pembahasan RUU di DPR akan segera berakhir, maka disarankan agar penyusunan DIM dilakukan melalui rapat panitia antar kementerian. 

Menkumham juga menegaskan, RUU pertanahan perlu dibahas kembali dan disepakati di internal pemerintah dnegan mengikutsertakan semua kementerian yang terkiat dengan RUU Pertahanan. 

“Fraksi Golkar di DPR sama dengan pandangan Menkumham bahwa RUU Pertanahan ini perlu dibahas lagi secara mendalam dengan melibatkan kementerian/lembaga terkait dan juga berbagai pihak yang bersentuhan langsung dengan RUU ini,” ujar Firman.


  (MUH)