merdekanews.co
Minggu, 03 Desember 2017 - 23:01 WIB

Lepas Dari Pelecehan Militer Myanmar

Astaghfirullah, ABG Rohingnya Dijual dan Dijadikan Budak Seks

Kaira Saqila - merdekanews.co
Pengungsi Rohingnya.

Bangladesh, MERDEKANEWS – Lepas dari mulut buaya tapi dicengkram harimau. Begitulah nasib para pengungsi Rohingya. Mereka banyak yang dijadikan budak seks.

Masya Allah. Para gadis dan perempuan Rohingnya di kamp penampungan pengungsi di Cox Bazar, Bangladesh, dijual dan dijadikan budak seks. Data tersebut disampaikan oleh para korban dan lembaga bantuan internasional sebagaimana dikutip Al Jazeera.

Kahrtoun, bukan nama sebenarnya, mengatakan kepada Al Jazeera, gadis berusia 15 tahun itu dijual menjadi budak seks setelah tiba di Bangladesh dengan perahu guna meloloskan diri dari kebrutalan militer di Myanmar.

Dia berada di kamp pengungsi Bangaldesh, sementara ayah, ibu dan saudara perempuannya tewas terkena sambaran mortir militer Myanmar saat melakukan sweeping terhadap warga Rohingya.

Ketika Khartoun tiba pada September 2017, dia didekati dua perempuan di tepi pantai dan mengatakan bahwa keduanya siap menolongnya.

"Mereka mengatakan kepada saya agar saya mengikutinya untuk dirawat dan membantu mendapatkan suami," kata Khartoun.

Sebagai gantinya, dia disekap selama tiga minggu untuk dijual kepada seorang pria Bangladesh. Pria ini memerkosanya dan melakukan pelecehan seksual selama 12 hari.

Sebelumnya sejumlah dokter yang bertugas di bawah payung PBB menemukan wanita-wanita etnis Rohingya menjadi korban perkosaan militer Myanmar dengan kondisi mengerikan di kamp pengungsi Bangladesh.

Tasunba Nourin, seorang dokter di Organisasi Internasional untuk Migran (IOM) mengatakan kepada Reuters, para korban perkosaan banyak yang mengalami luka termasuk akibat gigitan, vagina robek, dan ada tanda-tanda senjata api digunakan untuk menembus alat vital wanita.

Nourin Tasnupa, yang bekerja di sebuah klinik milik PBB di kamp pengungsi dekat perbatasan Bangladesh-Myanmar, mengatakan, hampir semua wanita Rohingya korban selamat mengalami pukulan, perkosaan, gigitan di bagian payudara dara dan alat kelaminnya.

Seorang perempuan yang sedang menggendong anak kecil berusia enam tahun meneteskan air mata ketika berbicara dengan wartawan. Dia mengaku diperkosa oleh tiga militer Myanmar.

Wanita lain mengaku mengalami pendarahan selama tiga hari sebelum tiba di perbatasan Bangladesh.

Pramila Patten, Perwakilan Khusus PBB untuk Kekerasan Seks, mengatakan, dia sangat prihatin dengan operasi keamanan di Rahine yang disebut PBB sebagai operasi pembersihan etnis.

Dia menerangkan, para korban selamat itu mengaku mendapatkan kekerasan seks sebagai alat teror guna memaksa warga keluar dari Rakhine. Hampir semua korban kekerasan seks itu mengatakan kepada dokter bahwa para pelakunya mengenakan seragam militer Myanmar.

Lebih dari 430 ribu etnis Rohinya meninggalkan Rakhine menuju Bangladesh sejak Agustus 2017. Saat itu pasukan Myanmar melancarkan operasi keamanan setelah beberapa pos polisi dan pangkalan militer diserbu sejumlah milisi.

Aung San Suu Kyi, pemimpin de facto Myanmar dan peraih Nobel Perdamaian yang dikecam dunia karena dianggap tidak bisa mengendalikan kekerasan, berjanji akan menindak para pelaku kekerasan di Rakhine.

Namun pemerintah Myanmar menolak memberikan izin kepada tim pencari fakta PBB masuk ke Rakhine guna melakukan investigasi atas teror terhadap kaum Rohingya sejak Februari 2017.

 

  (Kaira Saqila)