merdekanews.co
Kamis, 18 Oktober 2018 - 09:00 WIB

Jokowi Batalkan Kenaikan Harga Premium, Faisal Basri Bilang Begini

Setyaki Purnomo - merdekanews.co

Yogyakarta, MERDEKANEWS - Keputusan Presiden Joko Widodo membatalkan kenaikan harga BBM jenis premium, menarik perhatian Ekonom UI Faisal Basri. Dia bilang, evaluasi harga BBM idealnya mempertimbangkan tingkat konsumsi. Khusus premium trennya turun.

"Saat ini orang secara alamiah sebetulnya konsumen telah beralih ke pertalite. (Konsumen) premium tinggal 10-20 persen saja," kata Faisal Basri di University Club, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Rabu (17/10/2018).

Mempertimbangkan tren penurunan konsumsi premium, kata Faisal, seharusnya pemerintah tidak perlu ragu untuk melakukan evaluasi dengan menaikan harga premium. Seiring kenaikan harga minyak dunia.

"Karena pada dasarnya masyarakat tidak perduli mau harga minyak dunia naik atau tidak yang penting dia beli dengan harga segitu, tidak ada keinginan menghemat. Kita lihat di SPBU-SPBU di Jakarta kita lihat orang lebih banyak beli pertamax," kata mantan anggota Satgas Pemberantasan Mafia Migas ini.

Tanpa adanya penyesuaian harga BBM premium, di sisi lain akan memberikan beban keuangan pada Pertamina mengingat premium tidak lagi disubsidi oleh pemerintah.

Oleh sebab itu, ia sepakat aturan yang dibuat oleh pemerintah untuk mengevaluasi harga BBM setiap tiga bulan sekali tetap terus dilaksanakan. "Aturannya sebetulnya sudah bagus dengan dievaluasi atau ditinjau setiap tiga bulan, hanya saya harap itu bisa terus dilaksanakan. Tapi jangan sampai (harga) cuma ditinjau saja tetapi tidak ada perubahan," kata dia.

Sebelumnya Menteri Energi, dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan mengumumkan kenaikan harga BBM jenis premium menjadi Rp7.000 per liter pada Rabu (10/10) di Bali. Kenaikan harga itu, kata Jonan, akan berlaku di Jawa, Madura, dan Bali.

Namun hampir satu jam kemudian, keputusan itu dibatalkan karena masih membutuhkan kajian dan evaluasi Pertamina bersama Pemerintah berkaitan dengan daya beli masyarakat serta pertumbuhan ekonomi.

  (Setyaki Purnomo)