merdekanews.co
Kamis, 28 Juni 2018 - 10:42 WIB

Tangkal Isu Negatif Uni Eropa

Muliaman Apresiasi Mahasiswa RI di Swiss Bikin Simulasi Kelapa Sawit

MUH - merdekanews.co

MERDEKANEWS -Duta Besar RI untuk Swiss, Muliaman D Hadad mengapresiasi mahasiswa Indonesia yang memperkenalkan pendekatan baru dalam memahami isu sawit, melalui simulasi role play yang dikenalkan pada rangkaian Latsis symposium 2018 “Scaling-up Forest Restoration” 6—9 Juni 2018 di ETH (Swiss Federal Institute of Technology) Zurich.

Pesertanya, datang dari berbagai negara untuk mengikuti simulasi kelapa sawit. Dalam rilisnya, Kamis (28/6/2018), Ia mengatakan,  simulasi role play ini untuk menangkal isu negatif produk sawit asal Indonesia, yang digaungkan Eni Eropa. Kalau tidak, ekspor komoditas bisa melorot dan berdampak pada ekonomi nasional.

Muliaman mengatakan, simulasi ini dapat digambarkan bahwa isu sawit bukan masalah sederhana yang hanya dapat dilihat dari satu sisi saja. Karena tidak hanya terkait dengan kepentingan bisnis dan lingkungan hidup, tetapi juga kepentingan pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan petani yang jumlahnya mencapai lebih dari 5 juta jiwa dan menyerap lapangan kerja tak langsung lebih dari 10 juta.

"Simulasi role play ini diharapkan mampu membuka mata, bahkan mengubah pandangan orang Eropa tentang isu sawit dengan perspektif yang lebih komprehensif," ujarnya

Sawit merupakan isu strategis bagi Indonesia karena sektor ini memberikan sumbangan besar bagi perekonomian nasional melalui peningkatan nilai tambah, kinerja nilai ekspor, penyerapan tenaga
kerja, pemerataan kesejahteraan masyarakat, dan kontribusi pada penerimaan negara.

Sementara Nur Hasanah, seorang mahasiswi doktor asal Indonesia di ETH Zurich, Swiss, yang menciptakan sebuah role play ini mengatakan, role play ini untuk menepis isu negatif sawit Indonesia.

"Pada dasarnya simulasi role play ini adalah strategi dan survivor. Bagaimana setiap peserta dituntut untuk mengatur strategi bertahan hidup dengan sumberdaya yang terbatas, tetapi perlu mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan hidup di tengah tantangan yang bertubi-tubi,"ujarnya.

Nur mengaku, butuh waktu empat bulan untuk menciptakan simulasi ini. Simulasi role play ini merupakan bagian dari penelitiannya dalam program doktor di salah satu universitas terbaik di dunia, ETH Zurich.

Gabiya, salah seorang peserta asal Lithuania, mengaku lebih tercerahkan tentang isu sawit melalui simulasi ini.

"Saya tidak membayangkan bagaimana sulitnya para petani sawit skala kecil bisa bertahan hidup dengan segala tantangan yang ada," ujarnya yang datang ke Swiss karena mengikuti Latsis Symposium di ETH Zurich.

Sedangkan Clara, mahasiswa doktor ETH asal Perancis, mengutarakan pentingnya kolaborasi antara pengusaha sawit dengan para petani skala kecil untuk keberlanjutan lingkungan hidup.

"Saya menjadi lebih paham, mengapa Pemerintah Indonesia menempatkan sawit sebagai prioritas, karena di antaranya memperhatikan kepentingan para petani skalakecil ini,"paparnya. 


  (MUH)