
Bekasi, MERDEKANEWS - Pedagang Kelapa di Pasar Induk Cibitung, Kabupaten Bekasi mengeluhkan lonjakan drastis harga kelapa dalam beberapa bulan terakhir. Para pedagang kesulitan mendapatkan stok dengan harga wajar, sementara konsumen terpaksa membayar lebih mahal untuk kebutuhan mereka.
Mulyawan, pedagang kelapa yang sehari-harinya berjualan di Pasar Induk Cibitung mengungkapkan bahwa kenaikan harga ini telah berdampak besar pada usahanya.
"Sebelum Juli 2024, harga kelapa masih berkisar antara Rp 4.000 hingga Rp 5.000 per butir, dan saya bisa menjual hingga 3.000 butir per hari. Sekarang, harga sudah naik dua kali lipat, dan penjualan menurun setengahnya," ujarnya.
Sebelum Juli 2024, harga kelapa di pasar Induk Cibitung berkisar antara Rp 4.000 hingga Rp 5.000 per butir dengan volume penjualan mencapai 3000 butir per hari. Namun sejak Agustus 2024 hingga Februari 2025, harga kelapa naik drastis menjadi Rp 8.000 hingga Rp 9.000 per butir. Penjualan pun menurun dengan rata-rata hanya 1.500 butir per hari.
Azis, pedagang kelapa lainnya di Pasar Induk Cibitung, juga merasakan dampak yang sama.
"Dengan harga setinggi ini, banyak pelanggan yang mengurangi pembelian mereka. Kalau dulu mereka beli dalam jumlah besar, sekarang hanya membeli beberapa butir saja," katanya.
Kenaikan ini terjadi akibat dibukanya kran ekspor kelapa bulat yang tidak memiliki regulasi ketat. Akibatnya pasokan dalam negeri semakin menipis. Lonjakan harga ini inilah yang membuat pedagang harus berpikir ulang dalam menentukan harga jual agar tidak kehilangan pelanggan. Stok yang semakin langka juga menyebabkan ketidakpastian dalam pasokan.
"Kami semakin sulit mendapatkan kelapa dengan harga yang wajar. Pemasok dari berbagai daerah juga kesulitan mengirim karena permintaan ekspor lebih tinggi," tambah Mulyawan.
Sementara itu, konsumen yang biasa menggunakan kelapa untuk kebutuhan sehari-hari maupun industri kecil juga merasakan dampaknya.
"Banyak pelanggan yang mengeluh karena harga yang terlalu mahal. Jadi konsumen jadi membatasi untuk konsumsinya juga ," ujar Azis.
Para pedagang berharap pemerintah bisa membuat regulasi yang lebih ketat terkait ekspor kelapa agar pasokan dalam negeri tetap stabil.
"Kalau ekspor terus dibiarkan tanpa batasan, stok di pasar lokal akan semakin sulit dan harganya semakin tidak masuk akal," tegas Mulyawan.
Regulasi yang lebih jelas dalam mengatur ekspor kelapa dinilai penting untuk menjaga keseimbangan antara pasar lokal dan internasional. Jika tidak ada tindakan dari pemerintah, dikhawatirkan harga kelapa akan terus naik dan berdampak lebih luas terhadap sektor ekonomi yang bergantung pada komoditas ini.
Jika tidak ada langkah konkret dari pemerintah untuk menekan harga, situasi ini dapat terus memburuk, mengancam usaha pedagang dan daya beli masyarakat. ***
(Won008)
-
Dukung Pertumbuhan Ekonomi Akar Rumput, Amartha Hadirkan Investor Global di The 2025 Asia Grassroots Forum Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I - 2025 hanya 4,87 persen secara tahunan. Angka ini menurun jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya, yaitu 5,11 persen.
-
PEFINDO dan S&P Global Ratings Gelar Seminar Annual Indonesia Credit Spotlight yang Ketiga PEFINDO, lembaga pemeringkat kredit pertama dan terbesar di Indonesia, bersama dengan S&P Global Ratings, lembaga pemeringkat kredit independen terkemuka di dunia, menyelenggarakan seminar Annual Indonesia Credit Spotlight yang ketiga di Jakarta.
-
Beauty District Clinic Klarifikasi Penggiringan Opini Negatif yang Dilakukan Tersangka Irene Kamaludin Pengacara Beauty District Clinic Brian Praneda secara tegas menyampaikan klarifikasi sekaligus membantah penggiringan opini negatif yang dilakukan oleh Irene Kamaludin, tersangka kasus dugaan tindak pidana pengrusakan.
-
Pefindo Dapatkan Amanat Surat Utang di Sektor Perbankan Rp12,6 Triliun Pefindo (PT Pemeringkat Efek Indonesia) tahun ini mendapatkan mandat pemeringkatan surat utang untuk sektor perbankan sebesar Rp12,6 triliun per 31 Maret 2025.
-
Pefindo Prediksi Penerbitan Obligasi Korporasi Tahun 2025 Bakal Hadapi Berbagai Tantangan PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), menilai prospek penerbitan obligasi korporasi pada tahun 2025 diprediksi bakal menghadapi sejumlah tantangan yang signifikan.