
Jakarta, MERDEKANEWS -- Pagar laut misterius di pesisir Kabupaten Tangerang sepanjang 30,16 km mengundang perhatian. Pasalnya, tidak ada yang tahu siapa pemilik atau yang memasang pagar ilegal tersebut. Hal ini menarik perhatian pemerintah, termasuk Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut KKP, Kusdiantoro mengatakan pengawasan dan pengendalian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan salah satu prioritas kebijakan ekonomi biru KKP untuk menciptakan ruang laut yang sehat, aman, tangguh dan produktif bagi bangsa.
"Saya berikan dukungan, mendukung adanya diskusi hari ini, sehingga terkait masalah pemagaran laut semakin jelas, bagaimana menyikapi solusinya. Dan ini menjadi satu bentuk komitmen juga dari KKP," kata Kusdiantoro dalam Diskusi Publik Permasalahan Pemagaran Laut Tangerang Banten di Kantor KKP Jakarta, Selasa.
Diskusi permasalahan pemagaran laut di Tangerang melibatkan berbagai pihak mulai jajaran KKP, Ombudsman RI, Kementerian ATR/BPN, Kantah Tangerang, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Banten, DKP Tangerang, Himpunan Ahli Pengelolaan Pesisir Indonesia (HAPPI), camat hingga kepala desa setempat serta pihak-pihak terkait lainnya.
Menurut dia, pemagaran laut merupakan indikasi adanya upaya orang untuk mendapatkan hak atas tanah di laut secara tidak benar, yang akan menjadikan pemegang hak berkuasa penuh dalam memanfaatkan, menutup akses publik, privatisasi, merusak keanekaragaman hayati, dan perubahan fungsi ruang laut.
"Kami berharap diskusi ini melahirkan solusi, bisa menjawab masalah yang berkembang dan semakin mencerahkan kepada masyarakat agar bisa mengikuti aturan yang ada khususnya terkait dengan pengelolaan ruang laut," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten Eli Susiyanti mengatakan, hasil investigasi yang dilakukan pihaknya, didapatkan ada pemagaran yang terbentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji di wilayah perairan Kabupaten Tangerang yang disinyalir sepanjang 30,16 km.
Eli menjelaskan, struktur pagar laut terbuat dari bambu atau cerucuk dengan ketinggian rata-rata 6 meter. Di atasnya, dipasang anyaman bambu, paranet dan juga dikasih pemberat berupa karung berisi pasir.
"Kemudian di dalam area pagar laut itu sudah juga dibuat kotak-kotak yang bentuknya lebih sederhana dari pagar laut itu sendiri," katanya.
Pagar laut sepanjang 30,16 km itu merupakan kawasan pemanfaatan umum yang berdasarkan Perda Nomor 1 Tahun 2023 meliputi zona pelabuhan laut, zona perikanan tangkap, zona pariwisata, zona pelabuhan perikanan, zona pengelolaan energi, zona perikanan budi daya, dan juga beririsan dengan rencana waduk lepas pantai yang diinisiasi oleh Bappenas.
"Di sepanjang kawasan ini, 6 kecamatan dengan 16 desa ini, ada sekelompok nelayan, masyarakat pesisir yang beraktivitas sebagai nelayan. Ada 3.888 nelayan, kemudian ada 502 pembudi daya," ujarnya.
Eli mengungkapkan, pihaknya pertama kali mendapatkan informasi pada 14 Agustus 2024. Pihaknya langsung menindaklanjuti dengan turun ke lapangan pada 19 Agustus 2024. Dari kunjungan ke lapangan ada aktivitas pemagaran laut saat itu masih di sepanjang kurang lebih 7 km.
"Kemudian setelah itu tanggal 4-5 September 2024, kami bersama dengan Polsus dari PSDKP (Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan) KKP dan juga tim gabungan dari DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan), kami kembali datang ke lokasi bertemu dan berdiskusi," lanjutnya
Pada 5 September 2024, pihaknya membagi dua tim. Pertama langsung terjun ke lokasi, sedangkan satu tim lainnya berkoordinasi dengan camat dan beberapa kepala desa di daerah itu.
Saat itu informasi yang didapatkan bahwa tidak ada rekomendasi atau izin dari camat maupun dari desa terkait pemagaran laut di daerah itu. Saat itu pula belum ada keluhan dari masyarakat terkait pemagaran tersebut.
Selanjutnya, Eli mengaku bahwa pada 18 September 2024, pihaknya kembali melakukan patroli dengan melibatkan dari Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang serta Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI). Saat itu, DKP Banten meminta aktivitas pemagaran dihentikan.
"Terakhir kami melakukan inspeksi gabungan bersama-sama dengan TNI Angkatan Laut, Polairut, PSDKP KKP, PUPR Satpol-PP, Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang. Kami bersama-sama melaksanakan investigasi di sana, dan panjang lautnya sudah mencapai 13,12 km. Terakhir malah sudah 30 km," kata Eli.
Eli pun mengaku bahwa pihaknya akan terus melibatkan berbagai pihak untuk menangani permasalahan tersebut.
Di tempat yang sama, Himpunan Ahli Pengelolaan Pesisir Indonesia (HAPPI) Rasman Manafii menegaskan bahwa apabila ada penggunaan ruang laut di atas 30 hari maka wajib membutuhkan sejumlah izin, seperti izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).
"Aktivitas di ruang laut yang aturannya itu harus ada KKPRL kalau di atas kegiatan 30 hari," kata Rasman.
Oleh karena itu, dia mempertanyakan izin KKPRL dari pemagaran laut di wilayah tersebut, jika tidak mengantongi hal itu, maka dinilai maladministrasi.
-
KKP Lirik Potensi NTB Jadi Lokasi Sentra Garam KKP Lirik Potensi NTB Jadi Lokasi Sentra Garam
-
Mbah Tupon Jadi Korban: Jangan Sampai Tanah Rakyat Habis Dicuri Mafia Tanah! Dia pun meminta Polri dan Kementerian ATR/BPN menaruh atensi penuh terhadap kasus tersebut, karena jangan sampai tanah rakyat habis dicuri oleh mafia tanah
-
Tangkap 2 Kapal Vietnam, KKP Selamatkan Kerugian Negara Rp152 M Tangkap 2 Kapal Vietnam, KKP Selamatkan Kerugian Negara Rp152 M
-
KKP Permudah Ekspor Produk Perikanan Via Aplikasi Siap Mutu KKP Permudah Ekspor Produk Perikanan Via Aplikasi Siap Mutu
-
KKP Optimalkan Layanan Sertifikasi Ekspor Perikanan Jelang Lebaran KKP Optimalkan Layanan Sertifikasi Ekspor Perikanan Jelang Lebaran