merdekanews.co
Sabtu, 21 April 2018 - 18:10 WIB

Eksekusi Lahan Plasma Inti Sawit Way Kanan Wajib Menunggu Putusan PK

setyaki purnomo - merdekanews.co

Way Kanan, MERDEKANEWS - Kisruh lahan antara warga dari 27 desa di Way Kanan bersama PT Palm Lampung Persada (PLP) melawan Nataragung, mewakili keluarga salah satu menteri di Kabinet Kerja, memasuki babak baru.

Perkara ini ditangani Pengadilan Negeri (PN) Blambangan Umpu, Way Kanan, Lampung. Sidang gugatan atas putusan sita eksekusi Mahkamah Agung (MA) telah disidangkan pada Kamis (19/4/2018).

Ratusan warga dari 27 desa yang wilayahnya termasuk dalam lahan plasma inti kelapa sawit yang disengketakan, mendatangi PN Blambangan Umpu untuk menyaksikan jalannya persidangan. Yang mengagendakan pemeriksaan saksi untuk membuktikan bahwa area yang menjadi obyek sengketa, menurut pihak terlawan tidak tepat.

Majelis Hakim yang diketuai Jumaji menggali keterangan dari dua saksi yang diajukan kuasa hukum PT PLP, terkait batas wilayah lahan milik PT PLP. Sidang kembali digelar pada Rabu (25/4/2018). “Tidak benar PT PLP mencaplok tanah Nataragung. Semua sudah jelas (batas) tanah milik Nataragung dan PT PLP. Dua saksi yang kami ajukan tersebut membuktikan tidak ada pencaplokan tanah oleh PT PLP,” ujar kuasa hukum PT PLP, Syawaludin.

Ditambahkan kuasa hukum PT PLP lainnya, Ahmad Maulana, Keputusan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Lampung Utara Nomor: BPN.460/03/YY-4/1997 tentang Pemberian Izin Lokasi Kepada PT Palm Lampung Persada untuk keperluan perkebunan kelapa sawit seluas 3.175 hektar. Letaknya di Desa Bumiagung, Runtai, Kaeangan, Tulangbawang, Mesir Ilir, Giriharjo Kecamatan Bahuga.  “Jadi tidak ada daerah Nataragung yang masuk ke lahan PT PLP,” ujar Maulana.

Dilanjutkan Syawaludin, PT PLP melakukan perlawanan lewat Peninjauan Kembali (PK). Tindakan ini ditujukan untuk membuktikan dasar hak kepemilikan PT PLP sudah benar sesuai hukum. “Kita punya bukti baru yang tidak pernah dihadirkan di sidang sebelumnya. Kita juga mengajukan perlawanan untuk menunda eksekusi ini. Tolong tunggu sampai keputusan PK keluar,” tandas Syawaludin.

Di tempat yang sama, kuasa hukum Nataragung, Zul Fahriz mengakui jika sidang kali ini merupakan bantahan terhadap putusan eksekusi yang telah memiliki keputusan hukum tetap. Terkait adanya pengajuan PK.

“Sebenarnya tidak ada masalah dengan kesepakatan, yang jadi permasalahan adalah sampai persidangan ini, PT PLP tidak pernah melakukan pengukuran terhadap lahan plasma Nataragung, dan saya disini membela kepentingan keluarga Ryamizad Ryacudu," ujar Zul Fahriz.

Ia juga membenarkan jika pengukuran lahan adalah kewenangan BPN. “Betul, dalam klausul perjanjian disebutkan menunggu hasil pengukuran dari BPN, tapi tidak pernah dilaksanakan oleh PT PLP,” ucapnya.

Menurut Syawaludin kuasa hukum PT PLP. Selama proses hukum masih berlangsung tidak boleh ada upaya eksekusi hingga keputusan PK ditetapkan. Menurutnya, hal ini harus dilakukan agar tidak terjadi gejolak sosial seperti kasus Mesuji. (setyaki purnomo)