merdekanews.co
Rabu, 04 April 2018 - 13:45 WIB

Komisi III DPR: Pengawasan Travel Umroh Tidak Maksimal

Aji Nugraha - merdekanews.co
Ketua Komisi VIII DPR RI Ali Taher Parasong

Jakarta, MERDEKANEWS -- Ketua Komisi VIII DPR RI Ali Taher Parasong mengakui pengawasan Kementerian Agama kepada biro perjalanan umroh atau travel nakal telah dilakukan, namun tidak maksimal.

“Pengawasan ada tapi tidak maksimal. Indikatornya, travel-travel tidak dipanggil, mestinya ada evaluasi bertahap. Evaluasi bisa dilakukan 6 bulan atau setahun sekali. Ijin juga ada batas waktunya dan dilakukan pengawasan, travel yang baik bisa dipertahankan, yang tidak baik dievaluasi dan yang buruk bisa dilakukan pencabutan ijin,” tandasnya dalam perbincangan dengan pers, Senin (02/4/2018) sore di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.

Menurut politisi PAN ini, selama ini Komisi VIII tidak pernah melihat pengawasan kepada biro perjalanan umroh bermasalah tersebut, maka dewan selau memberi saran dan rekomendasi agar Kemenag proaktif.

Dalam berbagai kasus umroh nakal ini, masyarkat tidak bisa disalahkan, karena sulit medapatkan akses. Karena itu Kemenag perlu melakukan sosialisasi, mana travel yang baik dan bermasalah. Dalam kaitan ini peran aparat Kemenag di daerah termasuk KUA turut melakukan sosialisasi mana travel bermasalah dan tidak, sehingga masyarakat bisa memutuskan pilihan terbaik.

Komisi VIII, lanjut Ali Taher, sudah menawarkan solusi dimana yang sudah dapat dan memenuhi kewajiban harus diberangkatkan. Lalu yang belum berangkat maka hak-haknya dikembalikan baik uang yang disetor dan dokumennya supaya rasa nyaman bagi masyarakat.

“Lalu alternatif terakhir, travel yang bermasalah terus dan tak ada solusi maka diusulkan dicabut ijinnya. Ini jauh lebih penting,” tegasnya.

Ada satu lagi yang perlu dikejar, menurut Ali Taher, adanya pembiaran oleh travel nakal meski sudah diekspor besar-besaran. “Ini perlu dikejar, supaya ada rasa nyaman di masyarakat bahwa pembinaan, pengawasan dan monitoring adalah tugas pemerintah. Itu juga sebagai tanda hadirnya negara dalam melayani masyarakat,” katanya mengingatkaan.

Lebih lanjut politisi dapil Banten II ini menjelaskan, Komisi VIII saat raker dengan Kemenag meminta supaya segera dilakukan sosialasi Peraturan Menteri Agama (PMA) No.8/2018 tentang penyelenggaraan umroh.

Umroh harus ada kepastian berangkat, setelah pendaftaran maka paling lama 6 bulan harus berangkat. Untuk kepentingan keberangkatan maka jamaah harus sudah menerima hak-haknya, yang paling pokok adalah kepastian visanya, tiket PP dan akomdasi selama di Makah-Madinah.

Misalnya waktu umroh selama 9 hari, harus dipenuhi hak-haknya apa yang diperoleh dan itu perlu standar minimum biaya yaitu Rp20 juta. Intinya DPR minta pemerintah membuat standar pelayanan minimum antara Rp20-Rp26 juta tergantung zonanisasi yang berbeda antara di Jawa dan Indonesia Timur.

Dengan kepastian itu, dewan mencoba bisa meminimalisir travel nakal, sebab umumnya melakukan pembiaran. Dari jumlah sekitar 950 travel hanya sebagian kecil yang memberikan standar pelayanan memenuhi persyaratan, selebihnya bermasalah.

“Kepada travel bermasalah ini, kita minta Kemenag melakukan pengawasan, sekaligus verifikasi terhadap trave-travel agar memenuhi kewajibannya bisa menyelenggarakan umroh berkualitas sehingga kenyamanan dan ketertiban jamaah bisa terpuhi,” pungkas Ali Taher.

  (Aji Nugraha)