merdekanews.co
Selasa, 05 Maret 2024 - 08:55 WIB

Smart Policing dalam Situasi Gawat Darurat

Viozzy - merdekanews.co
Kasespim Lemdiklat Polri Irjen Pol. Prof. Dr. Chryshnanda Dwilaksana, M.Si. (Foto Istimewa)

Jakarta, MERDEKANEWS -- Disrupsi selain cepat juga berdampak pada berbagai produktifitas dalam kehidupan juga pada keteraturan sosial. Tatkala pengendalian atau penanganan atas disrupsi tidak mampu mengimbangi atau tertinggal maka berbagai hal yang kontra produktif dan terganggunya keteraturan sosial akan bermunculan.

Tatkala bermunculan isu di era digital akan ada serangan yang berdampak gawat darurat atau emerjensi misalnya situasi menjadi "no electric dan no internet" tentu akan banyak masalah keteraturan sosial, yang berkaitan dengan hidup dan kehidupan sosial kemasyarakatan.

Di sinilah perlu ada pemikiran bagaimana polisi dan pemolisiannya mampu menangani atau mengatasi disrupsi dengan berbagai dampaknya bagi kemanusiaan, keteraturan sosial dan peradaban, secara proaktif dan problem solving. 

Pada era digital atau revolusi industri 4.0 tata kehidupan sosial banyak bergantung dari listrik maupun internet dan sistem-sistem aplikasi on line yang berbasis elektronik. Tatkala kenormalan baru serangan forensik muncul dalam berbagai hal yang berdampak chaos, Polisi dalam pemolisiannya tetap dituntut untuk bertugas secara: profesional, cerdas, bermoral dan modern dan fungsional atau smart.

Model smart policing merupakan model pemolisian yang mampu model orkestra yang mengharmonikan antara pemolisian konvensional, pemolisian elektronik maupun pemolisian forensik. Smart policing model pemolisian untuk mengatasi berbagai masalah kontra produktif yang konvensional, masalah-masalah siber atau virtual di era digital juga masalah-masalah forensik. 

Sejalan dengan hal tersebut di atas, model smart policing dapat diimplementasikan dengan model pendekatan wilayah, model fungsi, model dampak masalah pada ranah birokrasi maupun ranah masyarakat. Yang diimplementasikan dalam operasi kepolisian yang bersifat rutin, bersifat khusus maupun kontijensi. 

Smart policing dalam implementasi conventional policing, e policing dan forensic policing secara konseptual ditunjukkan sebagai berikut :

1. Conventional policing

Pendekatan ala polisi konvensional yang manual tradisional, kompetensi petugas sebagai pelindung pengayom yang dilakukan dengan cara pengaturan, penjagaan, patroli, penanganan TKP (tempat kejadian perkara), penanganan kejahatan dari pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, penyitaan hingga pengejaran secara konvensional diperlukan kompetensi dasar untuk pengetahuan maupun ketrampilannya.

Penanganan berbagai masalah dengan reaksi cepat, penangan konflik sosial yang melibatkan massa besar, demonstrasi dan konflik sosial, premanisme jalanan (blue collar crime), perkelahian antar warga/perang kampung, kecelakaan lalu lintas hingga bencana alam.

Penanganan secara reaktif dan cara-cara fisik masih diperlukan dan dibutuhkan dalam mewujudkan dan memelihara keteraturan sosial. Kemampuan pemetaan masalah, pemetaan wilayah, pemetaan potensi, bela diri, menembak, kemampuan dasar kepolisian untuk menjaga mengatur serta patroli. Mendatangi dan menangani TKP, menerima laporan dan pengaduan dan sebagainya. Penanganan pelayanan kepolisian yang berkaitan pelayanan administrasi, pelayanan hukum, pelayanan keamanan, pelayanan keselamatan, pelayanan informasi dan pelayanan kemanusiaan tetap memerlukan pengetahuan-pengetahuan dan kompetensi conventional policing.

2. Electronic Policing (E policing)

Pemolisian secara elektronik merupakan pemolisian yang saling terhubung atau on line yang mampu memberikan pelayanan secara virtual dan mampu mendukung pemolisian yang konvensional.

Landasan dasar E policing adalah melalui back office (sebagai operation room atau pusat K3I (komunikasi, koordinasi, komando pengendalian dan informasi) yang di dukung aplication berbasis Artificial intellegence (AI) juga networking yang berbasis internet of things (IoT).

Aplikasi yang berbasis AI mampu berfungsi untuk merecognize atau inputing data baik orang, benda, kendaraan, lingkungan hingga aktifititas. Melalui AI dapat dikonstruksi menjadi model untuk ditemukan algoritma yang berupa info grafis, info statistik, maupun info virtual lainnya.

Algoritma dapat berfungsi sebagai prediksi, antisipasi maupun solusi yang dapat diakses secara real time, any time dan on time. Algoritma dapat menjadi landasan atau acuan indeks atau setidaknya sebagai potret visual atas situasi dan kondisi keteraturan sosial.

Kompetensi dan pengetahuan bagi petugas siber (cyber cops) yang mengawaki e policing adalah kemampuan memahami data digital inputing dan analisanya untuk menghasilkan algoritma. Memahami prinsip-prinsip dasar di era digital dan sistem IT dan proses pembangunan big data maupun sistem-sistem terintegrasi menuju one gate service system.

Sistem analisa dan algoritma merupakan bagian early warning dan problem solving yang prediktive antisipative serta solutive. Petugas cyber cops akan mengimplementasikan smart management agar pemolisian secara aktual maupun virtual ada suatu sistem yang sejalan saling menguatkan atau saling mendukung.

Permasalahan-permasalahan perbankan, permasalahan keuangan, korupsi, terorisme, penyelundupan, pembajakkan, bahkan cyber crime akan terus berkembang sehingga memerlukan polisi siber yang profesional, mampu menganalisa dan menemukan potensi  kejahatan. Kejahatan white collar crime tentu dilakukan secara teroganisir dan dilakukan para ahli atau setidaknya kaum yang memiliki kompetensi. Dengan demikian cyber security menjadi sangat penting dan memdasar.

3. Forensic Policing

Di era disrupsi perkembangan masalah nuklir biolgi maupun kimia bahkan fisika (nubika) hal-hal sosial dapat menjadi suatu masalah bagi terjaminnya keteraturan sosial. Era post truth dengan senjata hoaxpun dapat digunakan untuk menghambat merusak bahkan mematikan produktifitas.

Forensik policing memerlukan kompetensi dan pengetahuan dasar tentang nubika. Dampak atas penyalahgunaan nubika atau pemanfaatan nubika oleh penjahat yang dapat menteror atau mematikan produktivitas secara masal dan berdampak luas.

Kompetensi para petugas forensic policing secara mendasar yang berkaitan dengan konseptual dan teknik forensik bahkan mampu mengetahui pemanfaatan nubika maupun masalah-masalah sosial yang akan dijadikan senjatanya. Kemampuan forensik didukung dengan sistem peralatan yang dapat didukung petugas polisi siber maupun pemolisian yang konvensional. Pelayanan di bidang forensik berkaitan pada sistem security yang dapat dikembangkan pada pemgamanan pada sector : private, industrial, public, ecological maupun cyber. 

Smart policing sebagai model pemolisian yang senantiasa siap memberikan pelayanan kepada publik dalam berbagai situasi, juga dalam situasi emerjensi maupun kontijensi sekalipun. 

Masa pandemi manusia sebagai mahkluk sosial diputus rantai sosialnya. Sistem online yang berbasis elektronik masih memungkinkan menjembatani. Tatkala listrik dan internet terganggu atau bahkan sampai hilang sama sekali tentu diperlukan era kenormalan baru untuk menjadi solusinya.

10 Point Smart Policing setidaknya mencakup : 

1. Mengharmonikan dan dapat menyatukan antar model pemolisian (policing)

2. Siap memprediksi, menghadapi, merehabilitasi berbagai permasalahan yang mengganggu keteraturan sosial

3. Model pemolisian yang mampu berfungsi untuk lingkungan dan berbagai masalah konvensional, era digital, permasalahan yang berkaitan dengan forensik kepolisian

4. Dapat diimplementasikan tingkat lokal, nasional bahkan global

5. Mengatasi berbagai gangguan keteraturan sosial yang by design

6. Mengatasi keteraturan sosial dalam dunia virtual

7. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan publik secara prima dalam one stop service

8. Prediktif, proaktif dan problem solving

9. Menjembatani dan mengatasi dalam berbagai situasi dan kondisi emerjensi maupun kontijensi

10. Diawaki petugas polisi yang profesional, cerdas bermoral dan modern dukungan penelitian dan pengembangan serta pembangunan laboratorium menjadi sangat penting dan mendasar. 

Penelitian merupakan bagian penting mendukung smart policing secara konseptual maupun teoritikal dengan berbagai pendekatan. Model smart policing dapat dibangun secara konseptual, secara fisik, secara scientific, secara infrastruktur dan sistem-sistem pendukungnya, selain itu juga pada kurikulum dan pengajarannya, agar tetap fungsional dalam kondisi emerjensi sekalipun.

10 Point model smart policing untuk menangani masalah emergency (Emergency Policing)

1. Model Pemolisian Transplantasi sebagai penjaga, pengamat, jembatan penghubung, pelatih, back up system dan sebagainya, hingga yang diback up dapat berfungsi kembali.

2. Pola-pola pemolisian secara managerial setidaknya mencakup: 4 unsur:

a. Kepemimpinan,

b. Administrasi (SDM, perencanaan dan program-program, sarana, prasarana dan anggaran),

c. Operasional,

d. Capacity building.

3. Implementasinya dapat mengacu pada community policing/polmas 

4. Di back up dengan sistem-sistem online yang berbasis elektronik 

5. Personilnya  bersifat ad hoc meruoakan gabungan dari berbagai fungsi maupun antar wilayah

6. Perkantoran dengan membangun tenda-tenda lapangan, kontainer atau memanfaatkan tempat-tempat/ lokasi yang biasa diberdayagunakan. 

7. Membangun posko-posko sebagai pusat K3i yang berisi peta-peta dan jaringan-jaringan elektronik maupun kontak- kontak person. Dapat dibuat pengkategorian, Merah: Rawan dua, Kuning: Rawan satu, hijau: kondisi normal. Model pergeseran  pasukan untuk back up kontijensi dengan peta rute dari dan ke lokasi sasaran dengan berbagai alternatifnya.

Pemberdayaan teknologi informasi dan komunikasi.

8. Kesiapan Logistik, transportasi darat, laut maupun udara, ambulans, untuk evakuasi dan bantuan kemanusiaan.

9.Rumah sakit lapangan dan perlengkapan, obat-obatan dan tenaga medisnya.

10. Operasionalnya dapat menerapkan model Asta Siap. Siap: Posko, Piranti Lunak, model penanganan lapangan, siap mitra, jejaring, personel, logistik, anggaran.

 

Cdl (Viozzy)