merdekanews.co
Jumat, 16 Februari 2024 - 06:55 WIB

Banyak Suara Gaib untuk Prabowo-Gibran di Data Sirekap KPU, Bawaslu: Acuannya Rekapitulasi Manual

Jyg - merdekanews.co
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja (tengah) saat konferensi pers. (Foto: istimewa)

Jakarta, MERDEKANEWS -- Kesalahan input hasil rekapitulasi suara Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 pada Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) milik Komisi Pemilihan Umum (KPU), ramai dibahas dan viral di media sosial.

Warganet membahas jumlah suara 'gaib' pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di Sirekap KPU yang jauh lebih tinggi dari hasil yang ada di formulir C1.

Salah satu kasus yang ditemukan, yakni penghitungan suara TPS 013 di Desa Kalibaru, Cilodong, Depok, Jawa Barat. Hasil penghitungan manual di kertas plano pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar 70 suara dan jumlah itu sama dengan yang tampil web.

Jumlah yang sama juga terjadi pada penghitungan suara pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud Md. Antara data di hitungan manual dan web memunculkan angka yang sama, yakni 15 suara.

Namun jumlah suara yang berbeda sangat jauh justru terjadi pada penghitungan suara Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.



Dari penghitungan di kertas plano, pasangan Prabowo-Gibran memperoleh suara sah di TPS 013 sebanyak 117. Namun yang ditampilkan dalam situs KPU tersebut mencapai 617 suara. Artinya suara Prabowo-Gibran melonjak 500 suara.

Penggunaan Sirekap untuk memasukan data penghitungan suara dilakukan oleh dua anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dari setiap TPS.

Pengambilan data itu dengan memfoto kertas plano hasil penghitungan manual, lalu diunggah. Hasil unggahan itu akan dimasukkan oleh panitia pemilihan kecamatan atau PPK untuk terbaca dalam pemilu2024.kpu.go.id.

Menanggapi soal banyaknya temuan kesalahan input hasil rekapitulasi suara tersebut, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja menyatakan bahwa Sirekap KPU bukan instrumen yang menjadi acuan hasil Pemilu 2024.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, penentuannya sesuai hasil rekapitulasi manual secara berjenjang dari tingkat bawah sampai pusat.

"Penentunya hasil itu adalah manual rekapitulasi, jadi bukan Sirekap," kata Bagja saat jumpa pers di Kantor Bawaslu, Jakarta, Kamis kemarin.

Dia menegaskan Sirekap KPU hanya merupakan alat bantu menghitung suara serta monitoring. Sehingga, untuk saat ini pihaknya masih mengkaji lebih dulu permasalahan input data Sirekap. "Ini sudah kami temukan, cuma kami lagi mengkaji untuk masalah Sirekap," katanya.

Senada dengan itu, Anggota Bawaslu Lolly Suhenty mendapatkan informasi bahwa Sirekap belum bisa diakses oleh publik. Namun demikian, dia berharap kepada masyarakat memahami esensi Sirekap yang hanya sebagai alat bantu.

“Tapi sekali lagi masyarakat harus memahami publik harus mengetahui bahwa Sirekap itu alat bantu. Yang otentik itu saat proses rekapitulasi secara manual berjenjang,” tuturnya.

“Kita akan alami proses itu dari hari ini 15 Februari sampai 20 Maret yang berjenjang sampai selesai, jadi mari kita tunggu sama-sama,” sambung Lolly.

Sekadar informasi, kesesuaian antara data Sirekap dengan formulir C1 ramai dibahas pengguna media sosial X. Sejumlah akun mengunggah bukti berupa foto yang menunjukkan angka pada data Sirekap lebih besar dari angka yang tertera pada formulir C1.

Dengan begitu, muncul dugaan di publik media sosial perihal potensi kecurangan pemilu karena menilai ada markup pada input data Sirekap.

(Jyg)