merdekanews.co
Senin, 19 Maret 2018 - 04:35 WIB

Dapat Angin dari Jokowi, Airlangga Mendadak Jadi Pakar Garam

Setyaki Purnomo - merdekanews.co
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto

Jakarta, MERDEKANEWS - Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto tiba-tiba menerangkan perbedaan garam industri dengan garam konsumsi. Bisa jadi, pernyataan Ini terkait keputusan Presiden Joko Widodo bahwa impor garam industri di tangan Kemenperin, bukan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) lagi.

"Jadi, pemerintah mengimpor garam untuk kebutuhan bahan baku industri-industri. Sedangkan untuk garam konsumsi, masih akan dipenuhi oleh industri garam nasional," kata Airlangga melalui keterangan resmi di Jakarta, Minggu (18/3/2018).

Airlangga menjelaskan, kualitas garam yang digunakan industri, tidak hanya mensyaratkan kandungan natrium klorida (NaCl) yang tinggi, yakni minimal 97%.

Namun, masih ada kandungan lainnya yang dipersyaratkan. Semisal, kandudangan Kalsium dan Magnesium maksimal 600 ppm, serta kadar air yang rendah. Standar kualitas tersebut, dibutuhkan industri aneka pangan dan industri chlor alkali plan (soda kostik).

Sedangkan industri farmasi yang memproduksi infus atau cairan pembersih darah, mensyaratkan bahan baku garamnya harus mengandung NaCl sebesar 99,9%."Penggunaan garam ini sangat luas, antara lain di industri kimia, aneka pangan dan minuman, farmasi dan kosmetika, hingga pengeboran minyak. Bahkan, tanpa garam, industri kertas tidak berproduksi, dan kontak lensa tidak bisa jadi," terang Ketum Partai Golkar ini.

Ketua Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI), Tony Tanduk menyambut baik kebijakan baru yang memastikan ketersediaan bahan baku garam industri. "Kami memberikan apresiasi kepada pemeritah karena serius menyelesaikannya. Ini sesuai dengan harapan di kalangan industri dalam negeri yang membutuhkan garam sebagai bahan baku produksinya," ujar Tony.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI), Adhi S Lukman menyampaikan, industri makanan dan minuman (mamin) membutuhkan minimal 550 ribu ton garam sebagai bahan baku pada 2018. Atau naik 22% dibandingkan kebutuhan tahun lalu yang hanya 450 ribu ton. "Kenaikannya seiring peningkatan investasi dan ekspansi di sektor industri makanan dan minuman," papar Adhi.

Kementerian Perindustrian mencatat, pertumbuhan industri mamin pada 2017 mencapai 9,23%. Jauh di atas pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) nasional sebesar 5,07%. Peran sektor ini terhadap PDB mencapai 6,14% dan terhadap PDB industri nonmigas mencapai 34,3%. Capaian ini terbesar dibandingkan sektor lain di periode yang sama. Industri mamin juga menyerap tenaga kerja cukup banyak, yakni lebih dari 3,3 juta orang.

Sementara itu, Direktur PT Asahimas Chemical Eddy Sutanto menyatakan, garam industri merupakan bahan baku utama di sektor industri kimia dasar yang dibutuhkan lebih dari 400 perusahaan nasional.

Kebutuhan garam industri ini juga untuk menopang peningkatan ekspor, salah satunya pabrik kimia di Cilegon, Banten yang telah melakukan perluasan usaha sejak 2016 dengan nilai investasi lebih dari Rp5 triliun. "Selain itu, ekspansi yang dilakukan dalam rangka mengurangi impor bahan kimia dan mengamankan pertumbuhan industri kimia dan industri-industri turunannya," ungkapnya

Eddy menjelaskan, untuk industri kimia, garam industri yang diimpor dilakukan langsung oleh industri kimia dan diterima di pelabuhan sendiri dan digunakan sendiri. "Jadi, tidak ada broker, hal ini untuk menjaga keberlangsungan produksi yang beroperasi 24 jam non-stop dan menjaga cost competitiveness dari produk kimia tersebut untuk kebutuhan di dalam negeri dan persaingan di pasar ekspor," tuturnya.

Merujuk data Kemenperin, kebutuhan garam industri nasional pada 2018 dipekirakan 3,7 juta ton. Bahan baku ini akan disalurkan kepada industri Chlor Alkali Plant (CAP), untuk memenuhi permintaan industri kertas dan petrokimia sebesar 2.488.500 ton.

Selain itu, bahan baku garam juga didistribusikan kepada industri farmasi dan kosmetik sebesar 6.846 ton serta industri aneka pangan 535.000 ton. Sisanya, kebutuhan bahan baku garam sebanyak 740.000 ton untuk sejumlah industri, seperti industri pengasinan ikan, industri penyamakan kulit, industri pakan ternak, industri tekstil dan resin, industri pengeboran minyak, serta industri sabun dan detergen.

  (Setyaki Purnomo)