merdekanews.co
Selasa, 23 Januari 2024 - 16:55 WIB

Dikritik Cak Imin dan Mafud Md, Polemik Program Food Estate yang Diklaim Berhasil oleh Gibran

Jyg - merdekanews.co
Ilustrasi. (foto: istimewa)

Jakarta, MERDEKANEWS -- Proyek lumbung pangan atau food estate tengah menjadi sorotan pasca debat calon wakil presiden (cawapres) pada Minggu (21/01) malam. Cawapres nomor urut 1 Muhaimin Iskandar dan cawapres nomor urut 3 Mahfud Md kompak menyebut food estate merupakan proyek gagal.

Cak Imin mengkritisi program ketahanan pangan ini justru memihak kepada para pengusaha besar, bukan kepada rakyat. Sementara Mahfud Md memandang program food estate sebagai proyek gagal pemerintah.

Namun berbeda dengan Muhaimin Iskandar dan Mahfud Md, cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabumingraka justru justru mengklaim food estate tersebut berhasil, salah satunya di Gunung Mas, Kalimantan Tengah.

Lantas bagaimana fakta di lapangan terkait proyek lumbung pangan pemerintah tersebut?

Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan, food estate bukan program gagal dan dari beberapa proyek yang sedang dikerjakan di beberapa daerah telah berjalan baik dan sesuai target.

"Food estate ini bukan proyek instan, butuh proses. Kenyataannya kita memiliki 10 juta hektare yang sebelumnya tidak dimanfaatkan untuk lahan pertanian. Kami sekarang menggarap itu, butuh proses, butuh teknologi agar menjadi lahan produktif," kata Amran dikutip dari Antara, Selasa (23/01)

Mentan mencontohkan saat ini food estate di Humbang Hasundutan seluas 418,29 hektare. Kemudian untuk food estate Temanggung dan Wonosobo seluas 907 hektare telah berhasil panen komoditas hortikultura.

Di Kalimantan Tengah berhasil dilakukan intensifikasi dan ekstensifikasi lahan hingga mampu panen padi dengan produktivitas 5 ton per ha.

Begitu pula di Sumba Tengah (NTT) dan Kabupaten Keerom (Papua) yang telah mampu panen jagung seluas 500 hektare, lanjut Mentan.

“Food estate tersebut sudah berhasil panen. Food estate Gunung Mas juga sudah panen jagung seluas 10 hektare dan singkong seluas 3 hektare. Kita pantau terus lahan tersebut,” ucapnya.

Lebih jauh Mentan Amran mengatakan sektor pertanian akan selalu menjadi bantalan ekonomi nasional dan mampu menekan inflasi.

Sementara sebelumnya, Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan, food estate hanya perlu dievaluasi.

“Iya (tidak gagal) tapi dievaluasi terus karena tentu implementasinya ada beberapa hal yang sifatnya kompleks yang perlu dilakukan penyempurnaan,” kata Ari kepada awak media di Istana Negara Jakarta, Senin (22/01).

Ari mengatakan, proyek food estate harus ada perbaikan. Tujuannya agar cita-cita ketahanan pangan bisa tercapai.

“Implementasinya kan tentu ada evaluasi, perbaikan, penyempurnaan terus berjalan. Ya supaya apa yang tujuan kebijakan itu bisa tercapai,” harap dia.

Ari menjelaskan, proyek food estate bertujuan untuk merespons situasi nasional soal pangan yang dihadapi bangsa. Sebab, saat ini dunia sedang krisis pangan. 

“Jadi setelah pandemi diketahui bahwa seluruh dunia menghadapi ancaman krisis pangan. Banyak negara yang kemudian menjadi negara gagal karena dia tidak mampu memenuhi kebutuhan pangannya, harga pangan juga melambung tinggi di pasaran dunia,” ungkap Ari.

Demi merespons itu, lanjut Ari, negara memiliki terobosan dengan skala besar dan karena itu, sebabnya mengapa Presiden Jokowi mendorong untuk merespons dampak pandemi dan krisis pangan.

“Maka dari itu kebijakan lumbung pangan adalah menghasilkan produksi yang bisa memenuhi cadangan pangan pemeirntah, sehingga kemampuan kita untuk mandiri dari sisi pangan itu bisa tercukupi, tidak perlu impor, tidak perlu tergantung dari negara lain khususnya ketika harga cukup tinggi,” dia menandasi.

Suara berbeda datang dari Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Profesor Dwi Andreas Santosa. Ia menepis klaim proyek food estate telah berhasil. Ia secara tegas mengatakan food estate sebagai program ini gagal total alias gatot.

"Yang ada seluruh food estate di Indonesia gagal total tak ada yang berhasil. Kenapa gagal, karena program ini melanggar kaidah-kaidah ilmiah dan akademis," kata Andreas dalam diskusi bertajuk 'Outlook Ekonomi Sektor-sektor Strategis 2024' yang diselenggarakan oleh CORE Indonesia di Tebet, Jakarta Selatan pada Selasa (23/01).

Dwi menjelaskan, proyek food estate jadi wacana lama sejak tahun 1996. Pelaksanannya juga angin-anginan, alias sempat dihentikan kemudian dibuka lagi ketika rezim berganti, termasuk di era Presiden Jokowi ini. Dia menjabarkan, ada 4 pilar kaidah ilmiah yang harus dipenuhi untuk pengembangan food estate.

Pilar pertama adalah kelayakan tanah dan agroklimat. Pilar kedua adalah kelayakan infrastruktur, yang terdiri dari jaringan irigasi dan jalan usaha tani. Kemudian, pilar ketiga adalah aspek budidaya dan teknologi yang menyangkut varietas bibit unggul dan teknologi pertanian. Dan pilar terakhir adalah sosial dan ekonomi.

Dari seluruh pilar ini kata Dwi semuanya tidak ada yang memenuhi, tetapi proyek ini tetap dilanjutkan. "Saya tidak ingin terjebak dalam hal politis jadi saya sampaikan apa adanya karena kebetulan saya terlibat dalam proyek ini," ungkap Dwi.

(Jyg)