merdekanews.co
Sabtu, 17 Maret 2018 - 15:10 WIB

Utang RI Rp4.034,8 Triliun Masih Aman? Faisal Basri Mengkhawatirkan

Setyaki Purnomo - merdekanews.co

Jakarta, MERDEKANEWS - Tim Ekonomi bahkan Menko Perekonomian Darmin Nasution boleh saja jumawa dengan utang pemerintah yang mencapai Rp 4.034,8 triliun per Februari 2018. Disebutnya, utang tersebut masih aman, tidak mungkin gagal bayar. Dan dijamin tidak mengganggu perekonomian serta anggaran. Benarkah?

 Berbeda pandangan dengan ekonom senior asal Universitas Indonesia (UI),  Faisal Basri. Dia bilang, utang RI yang sudah menggunung justru bikin was-was karena potensi gagal bayarnya besar.

Alasan Faisal, sebagian besar utang tersebut berbentuk obligasi. "Harus anda tanyakan beda utang zaman dulu dengan sekarang,  kalau orba (orde baru) bikin defisit APBN juga. Di zaman orba, defisit APBN ditutup dengan utang luar negeri,  jadi bilateral maupun multilateral seperti ke Bank Dunia, pemerintah AS dan pemerintah Jepang. Artinya, utang terukur, bayarnya kapan,  bunganya berapa," kata Faisal di Jakarta, Sabtu (17/3/2018).

"Tapi sekarang sebagian besar utang pemerintah berbentuk obligasi. Dan, obligasi pemerintah itu dipegang oleh asing. Nah, obligasi itu sewaktu-waktu bisa dijual, enggak bisa seperti utang bilateral maupun multilateral. Kalau asing melihat Afsel (Afrika Selatan) bagus nih return-nya, dia (asing) jual (obligasi) Indonesia, kemudian beli obligasi Afsel," papar Faisal.

Yang menarik, lanjut Faisal, seberapa pintar pemerintah punya keleluasaan untuk menjaga Indonesia tetap menarik bagi asing. Lantaran, Indonesia adalah satu-satunya negara di dunia yang surat utangnya separuh dipegang asing.

"Nah kenapa sampai segitu, karena utang APBN ditambah global bonds semua. Kalau enggak ada apa-apa, ya enggal ada masalah. Tapi ini tiba-tiba AS berniat naikkan suku bunga atau Fed rate lebih dari 3 kali. Bisa-bisa semua pada lari ke AS kan. Nah, pemerintah Indonesia bilang ini sepenuhnya gara-gara faktor global, Padahal di lingkungan kita juga banyak virus. Jadi, bergantung daya tahan kita," kata Faisal.

Jika situasi yang digambarkan itu benar-benar terjadi, kata Faisal, bisa gawat. Daya tahan ekonomi Indonesia bisa terganggu, lantaran sebagian besar surat utang negara dipegang asing.

"Ini menunjukkan daya tahan kita rendah, rupiah goyang, pasar saham goyang,  karena itu tadi.  Kedaulatan semakin dipegang pihak luar, karena kita tidak bisa kendalikan soal penjualan obligasi itu.  lingkungan makronya sudah berubah kalau tidak ada apa-apa ekonomi global anteng aja ya ga bakal begini," kata Faisal.

Sebelumnya, Menko Perekonomian Darmin Nasution menjamin bahwa utang yang dimilik negara masih dalam kondisi yang aman-aman saja, tak ada yang perlu ditakutkan lantaran utangnya sebagian besar untuk kegiatan yang produktif.

"Utang itu produktif tidak ada yang konsumtif," kata Darmin di Jakarta, Jumat malam (16/3/2018).

Darmin kembali memastikan bahwa kemampuan pemerintah untuk membayar utang sebesar itu, masih kuat. Apalagi, rasio utang terhadap PDB (Produk Domestik Bruto), masih di kisaran aman yakni 28%-29%.

Untuk itu, Darmin meminta masyarakat, tidak perlu mengkhawatirkan kemampuan pemerintah untuk mengelola utang tersebut. Karena, utang tersebut tidak berpotensi mengalami gagal bayar. "Jangan terpengaruh dengan angka triliunan yang begitu besar," katanya.

Sebelumnya, Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Kementerian Keuangan Schneider Siahaan, menjelaskan, masyarakat seharusnya tidak terlalu mengkhawatirkan jumlah utang pemerintah.

Karena, rasio utang pemerintah masih dalam level aman, yakni 29,24% dari PDB. Dan, utang tersebut diajukan secara hati-hati dan efisien.

Di mana, batas maksimum utang pemerintah sebagaimana tercantum dalam UU Keuangan Negara Nomor 17 Tahun 2003, adalah 60% terhadap PDB. "Utang ini akan naik terus sepanjang anggaran kita masih defisit. Yang kami lakukan adalah mengelola utang dengan baik, agar bisa membayarnya," ujarnya.

Schneider mengilustrasikan, pembayaran utang ini dengan penerimaan yang dihimpun negara termasuk penerimaan pajak. Apabila pada 2018 perkiraan penerimaan negara sebesar Rp1.894 triliun, maka dengan jumlah utang Rp 4.034 triliun, pemerintah memiliki waktu untuk melunasi utang tersebut selama 9 tahun.

Dengan begitu, setiap tahun, berdasarkan perhitungan kasar, pemerintah perlu membayar utang Rp450 triliun. "Kalau kita punya penerimaan Rp1.894 triliun dan utang jatuh tempo Rp450 triliun setiap tahun, itu kita bisa bayar tidak? Ya bisa. Jadi itu namanya mengelola," jelasnya.

#UtangPemerintah#PresidenJokowi#DarminNasution#FaisalBasri# (Setyaki Purnomo)