merdekanews.co
Kamis, 09 November 2017 - 13:43 WIB

Dua Pimpinan KPK 'Tersangka'

Nasib Agus-Saut Bisa Seperti Antasari dan Samad?

Khairi Ataya/ROL - merdekanews.co
Ketua KPK Agus Rahardjo

JAKARTA, MerdekaNews – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terancam lumpuh. Apakah nasib Ketua KPK Agus Rahardjo dan wakilnya, Saut Situmorang bisa seperti Antazari Azhar dan Abraham Samad?

Agus dan Saut bisa dinonaktifkan jika ditetapkan sebagai tersangka atas perkara hukum yang menjeratnya, yakni dugaan pemalsuan surat dan penyalahgunan wewenang.

"Kalau ada SPDP (surat pemberitahuan dimulainya penyidikan) seperti ini, kalau nanti yang bersangkutan dipanggil sebagai tersangka, maka otomatis sesuai pasal 32 ayat 1, 2 dan 3 UU KPK, yang bersangkutan akan diberhentikan sementara, akan dinonaktifkan oleh Presiden," kata mantan pimpinan KPK Haryono Umar saat dihubungi, Kamis (9/11).

Akibatnya, lanjut Haryono, dalam kondisi itu KPK bisa lumpuh dan tidak bisa melakukan berbagai upaya penindakan lagi. Sebab, tiap keputusan yang dihasilkan oleh KPK, harus didasarkan pada persetujuan lima komisioner karena kepemimpinan di institusi tersebut bersifat kolektif kolegial.

Keputusan yang dibuat dalam kondisi komisionernya di bawah lima orang, tidak sah. Kalau ada keputusan yang diambil meski jumlah komisionernya di bawah lima, maka bisa dikenakan pidana karena telah menyalahgunakan wewenang.

"Keputusan KPK itu harus lima. Kolektif kolegial. Kalau kurang dari lima, keputusannya tidak sah. Umpamanya hanya tiga komisioner yang ambil keputusan, terkena pidana karena melakukan penyalahgunaan wewenang yaitu membuat keputusan yang tidak kolektif kolegial. Lima itu harus, enggak boleh kurang," ujarnya.

Seperti diketahui, Antasari Azhar dan Abraham Samad dinonaktifkan karena statusnya sebagai tersangka oleh polisi. Kasus keduanya disebut dengan Cicak Vs Buaya.

Bareskrim Polri telah resmi meningkatkan status kasus pelaporan terhadap Agus Rahardjo dan Saut Situmorang ke tingkat penyidikan. Kadiv Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto menjelaskan, kasus ini berdasarkan laporan nomor LP/1028/IX/2017 Bareskrim tanggal 9 Oktiber 2017 atas nama pelapor Sandy Kurniawan.

"Perkara yang dimaksud adalah tindak pidana membuat surat palsu atau memalsukan surat dan atau penyalahgunaan wewenang yang diduga dilakukan oleh Saut Situmorang dan Agus Rahardjo dan kawan-kawan," ujar Setyo di Mabes Polri, Rabu (8/11).

Setyo menjelaskan, secara kronologis, Saut Situmorang, selaku pimpinan KPK telah menerbitkan surat larangan bepergian keluar negeri untuk Setya Novanto pada 2 Oktober 2017 setelah adanya putusan praperadilan nomor 97/pid/prap/2017 PN Jaksel tanggal 29 September 2017, yang dimenangkan oleh Setya Novanto.

Adapun, putusannya menyatakan penetapan tersangka terhadap Ketua DPR yang dikeluarkan oleh termohon berdasarkan surat nomor B310/2307/2017 tanggal 18 Juli 2017 dinyatakan tidak sah. Kemudian memerintahkan termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap setya novanto atau pemohon berdasarkan surat perintah penyidikan nomor Sprin.dik/560107/2017 tanggal 17 Juli 2017.

Setyo menjelaskan, dalam mengusut kasus ini, penyidik Bareskrim Polri telah memeriksa sejumlah saksi. "Satu ahli bahasa, tiga ahli pidana dan satu ahli hukum tata negara," kata Setyo.

Usai melakukan pemeriksaan saksi, Polisi pun melaksanakan gelar perkara. Lalu polisi melaksanakan penyidikan sejak tanggal 7 November 2017. "Jadi semenjak kemarin sudah dinaikan menjadi tingkatnya penyidikan," kata Setyo.

  (Khairi Ataya/ROL)