merdekanews.co
Jumat, 01 Desember 2023 - 18:56 WIB

Geger Pengakuan Agus Rahardjo Soal Dugaan Jokowi Minta Setop Kasus Korupsi e-KTP yang Menjerat Setnov

Ind - merdekanews.co
Mantan Ketua Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) periode 2015-2019, Agus Rahardjo. (Foto: istimewa)

Jakarta, MERDEKANEWS -- Pengakuan mantan Ketua Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) periode 2015-2019, Agus Rahardjo sedang menjadi sorotan. Ia  mengaku pernah dipanggil dan diminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menghentikan penanganan kasus korupsi KTP elektronik (e-KTP) pada 2017.

Akibat adanya intervensi tersebut, Agus sempat berencana untuk mundur dari jabatannya sebagai ketua lembaga antirasuah.

Hal itu diungkap oleh mantan penyidik KPK, Novel Baswedan. Ia menyebut, rencana Agus tersebut diduga tak terlepas usai Jokowi meminta untuk berhenti mengusut perkara yang menjerat Setya Novanto (kala itu Ketua DPR dan Ketua Umum Golkar).

"Iya saya emang pernah dengar cerita itu, saya saat itu ada di Singapura, sedang berobat. Dan, seingat saya malah Pak Agus mau mengundurkan diri itu," ujarnya kepada wartawan di markas Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat (01/12).

"Jadi untuk bertahan dalam komitmen perkara SN (Setya Novanto) tetap dijalankan, itu Pak Agus pernah mau mengundurkan diri," imbuhnya.

Di sisi lain, Novel menyebut kondisi tersebut juga semakin membuktikan bahwa revisi UU KPK yang dilakukan setelah penanganan kasus E-KTP memang sengaja dilakukan untuk melemahkan lembaga antirasuah.

"Sekarang semakin jelas. Apa yang banyak dikatakan orang, termasuk saya, bahwa Undang-Undang KPK, revisi UU KPK yang Nomor 19 itu adalah untuk melemahkan KPK," tuturnya.

Terpisah, Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana merespons pengakuan Agus. Ia mengatakan, proses hukum terhadap Setya Novanto telah terbukti berjalan sesuai hukum yang berlaku.

"Kalau kita lihat kenyataannya, proses hukum terhadap Bapak Setya Novanto seperti yang kita ketahui bersama berjalan pada tahun 2017. Berjalan dengan baik dan sudah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap pada saat itu," ujar Ari Dwipayana di Jakarta, Jumat.

Ari mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo dalam pernyataan resmi tanggal 17 November 2017 juga sudah menegaskan agar Setya Novanto kala itu mengikuti proses hukum yang ada di KPK. "Dan Bapak Presiden meyakini bahwa proses hukum itu akan berjalan dengan baik," kata Ari.

Berkaitan dengan adanya Revisi Undang-Undang KPK, Ari mengatakan bahwa hal itu adalah inisiatif DPR pada tahun 2019 dan bukan inisiatif dari pemerintah.

Agus Raharjo merupakan Ketua KPK periode 2015-2019. Di bawah kepemimpinannya kala itu, KPK mengusut kasus besar e-KTP yang melibatkan Ketua DPR Setya Novanto dan banyak politikus elite lain.

Pengakuan Agus soal amarah Jokowi yang disebut meminta agar kasus itu dihentikan disampaikan dalam acara wawancara di Kompas TV yang dipandu jurnalis senior Rosiana Silalahi.

"Itu di sana begitu saya masuk Presiden sudah marah, menginginkan, karena begitu saya masuk beliau sudah teriak 'hentikan'. Kan saya heran yang dihentikan apanya. Setelah saya duduk saya baru tahu kalau yang suruh dihentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov, Ketua DPR waktu itu mempunyai kasus e-KTP supaya tidak diteruskan," kata Agus dalam acara tersebut.

Agus meyakini kejadian itu berimbas pada revisi UU KPK pada 2019. Dalam revisi UU KPK, terdapat sejumlah ketentuan penting yang diubah. Di antaranya KPK kini di bawah kekuasaan eksekutif dan bisa menerbitkan SP3 atau penghentian kasus.

(Ind)