merdekanews.co
Kamis, 23 November 2023 - 14:10 WIB

Oleh: Djono W. Oesman

Korban Dicor di Kamar

### - merdekanews.co
TKP penemuan kerangkan di Blitar

Penemuan kerangka manusia di dalam kamar sebuah rumah di Blitar, Jatim, Selasa (21/11) diungkap warga sangat cepat. Tanpa uji DNA, warga langsung berkata kompak: “Itu mayat Fitriana yang menghilang setahun lalu.” Sementara, polisi masih menyelidiki.
—------------

Mayat itu ditemukan terkubur di dalam lantai kamar di sebuah rumah di Desa Bacem, Kecamatan Ponggok, Blitar. Di lantai tampak cor semen yang menonjol. Rumah itu dibeli Sugeng Riyadi, September lalu dari adik iparnya, Suprio Handono.

Sejak dua  pekan lalu rumah itu direnovasi total. Tukang bangunan curiga pada satu kamar di belakang. Di lantainya tampak coran menonjol, tidak rata. Bagi tukang, itu aneh. Mengapa tidak diratakan? Diduga, ada sesuatu di bawah coran itu. Tukang lapor ke pemilik rumah.

Pemilik rumah Sugeng, memerintahkan tukang, coran dibongkar saja. Diratakan. Lalu dikeramik.

Coran dibongkar tukang. Baru dua-tiga pukulan pahat, tampak rambut manusia. Digali lebih dalam lagi, kelihatan kepala manusia. Stop. Tukang kaget, lalu temuan itu tersiar ke tetangga. Menyebar se-desa. Polisi dihubungi, tiba di TKP. Coran dibongkar. Memang kerangka manusia. Sudah tak ada daging tersisa.

Tim polisi langsung melakukan olah TKP. Mayat kondisi begitu diduga kuat korban pembunuhan. Mayat dikirim ke RS Bhayangkara Kediri, langsung diotopsi.

Pemeriksa mayat dari RS Bhayangkara Kediri, dr Tutik Purnawati kepada wartawan mengungkapkan, dari hasil pemeriksaan, itu mayat perempuan.
Berdasarkan kondisi tulang.

Warga Desa Bacem yang sangat kepo, langsung tahu hasil otopsi itu dari berita media massa online. Cuma dari dua potong informasi hasil otopsi itu, warga segera menyimpulkan, itu pasti mayat Fitriana, asal Kendari, Sulawesi Tenggara. Ibu dua anak, isteri Suprio Handono, 30, pemilik rumah tersebut sebelum dibeli Sugeng.

Tetangga rumah tersebut bernama Ali Masykur, kepada wartawan, Rabu (22/11) mengatakan: “Nuhan (panggilan Suprio Handono) itu orangnya pendiam lo, kog tega mengubur istrinya sendiri.”

Dugaan Ali, karena ia dan para tetangga lain tahu, bahwa itu rumah warisan orang tua Suprio yang sudah meninggal. Suprio tinggal di situ sejak kecil. Pada 2017 Suprio menikahi gadis asal Kendari bernama Fitriana. Mereka tinggal di situ, punya dua anak, usia 5 dan 3.

Sejak lebih dari setahun lalu Ali tidak pernah melihat Fitriana lagi. Ia bertanya ke Suprio yang pendiam itu.

Ali: “Nuhan kalau ditanya di mana Fitri,  pasti jawabnya selalu istrinya dibawa kabur pria lain. Nuhan cerita, istrinya tergoda pria lain. Lalu kabur dari rumah bersama pria selingkuhan itu.”

Ali sudah membaca berita di media massa online soal hasil otopsi kerangka tersebut.

Ali: “Pas sekali. Kata dokter pemeriksa mayat, itu mayat perempuan usia di bawah 25 yang terkubur sekitar setahun lalu. Persis. Fitriana waktu itu (2021) umur 23. Tidak kelihatan sejak lebih setahun lalu.”

Ketua RT setempat, Sunaryo mengatakan kepada wartawan lebih detil. Bahwa rumah itu dulu milik orang tua Suprio. Ditempati bersama anaknya, Domiratul Qusnah dan Suprio.

Orang tua Suprio sudah lama meninggal. Domiratul Qusnah menikah dengan Sugeng Riyadi dan tinggal di tempat lain. Lalu Suprio menikahi Fitriana dan tinggal di situ. Kemudian, dua bulan lalu Sugeng, kakak ipar Suprio, membeli rumah itu, lalu direnovasi.

Sunaryo: “Fitriana kalau sekarang masih hidup usianya 25. Dia tinggal di rumah itu sejak menikah dengan Suprio, 2017. Mereka punya dua anak.”

Dilanjut: “Sekitar dua tahun lalu Suprio menyewa tempat, buka warung kopi di desa tetangga. Warung itu dijaga Suprio dan Fitriana. Sejak itu mereka jarang di rumah, sebab jaga warung. Tapi pulangnya ke rumah ini.”

Dikatakan, Suprio orangnya pendiam. Jarang bicara pada tetangga. Tapi sejak sekitar dua tahun lalu tetangga mengamati, Suprio dan Fitri tidak rukun.

Sunaryo: "Saya terakhir melihat istri Suprio sekitar dua tahun lalu. Setelah itu tak pernah terlihat. Setelah buka warung, hubungan mereka kurang harmonis. Kadang-kadang, istrinya masih ketemu anaknya dengan cara sembunyi-sembunyi.”

Maksudnya?

Sunaryo: “Ya… Suprio dan isteri tidak rukun. Mungkin, Suprio melarang isteri menemui anak-anaknya. Sehingga Fitri menemui anak-anak dia dengan cara sembunyi-sembunyi.”

Sunaryo juga dengar kabar dari tetangga, bahwa Suprio kalau ditanya keberadaan Fitri selalu kelihatan sedih. “Suprio bergaya sedih, sambil cerita bahwa Fitri kabur dengan pria selingkuhan,” katanya.

Dari cerita warga yang begitu gencar, di desa sekecil itu, otomatis memberi tekanan moral terhadap polisi. Sementara, polisi belum bisa membuktikan identitas mayat. Berdasar KUHAP, penyidik Polri baru bisa menetapkan tersangka jika ada (minimal) dua alat bukti yang kuat.

Di perkara pembunuhan, antara lain, harus ada identitas korban. Juga bukti bahwa pelaku (dalam kronologi) melakukan pembunuhan terhadap korban. Serta senjata yang dijadikan alat bunuh.

Kapolres Blitar Kota, AKBP Danang Setiyo PS kepada wartawan, Rabu (22/11) mengatakan, kerangka manusia berjenis masih diselidiki identitasnya.

Danang: "Identitas korban masih diperkirakan. Nanti akan kami kroscek kembali dengan hasil forensik dari Labfor.”

Belum ada penjelasan rinci tentang kasus ini. Sebab, polisi masih bekerja keras mengungkap. Karena diyakini, ini perkara pembunuhan. Tidak gampang bagi polisi mengungkap dengan menyertakan alat bukti langsung.

Dikutip dari The Conversation, terbitan 15 Agustus 2019 karya Prof Jodie Ward, dokter ahli forensik Australia, berjudul How do we identify human remains? disebutkan: Ada tiga cara untuk mengetahui identitas mayat yang sudah terkubur lebih dari setahun.

Pertama, sidik jari kalau masih ada sisanya. Kedua, cetakan gigi. Di negara-negara  maju, mayoritas warga punya cetakan gigi sebagai salah satu identitas. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, tidak ada. Kecuali orang itu pernah ganti gigi atau implan gigi.

Ke tiga, uji DeoxyriboNucleic Acid (DNA). Kini di hampir semua negara, termasuk Indonesia, sudah punya alat uji DNA.

Prof Ward adalah guru besar patologi forensik di Centre for Forensic Science, University of Technology Sydney, Australia.

Ward: "Terbaru, logam pada mayat. Itu kalau yang bersangkutan pernah pasang logam (pen) pada tulang yang patah.  Pada logam itu tertera nomor seri dan nama rumah sakit yang memasang."

Bisa juga, implan payudara, alat pacu jantung, atau implan gigi. Penyidik bisa menghubungkannya dengan catatan pasien melalui tanda uniknya. Yakni merek dagang, tanggal pembuatan, dan nomor seri, pasti tertera di alat itu.

Cuma itu dasar pengungkap identitas mayat.

Di kasus Blitar, polisi sudah mengamankan seorang pria yang sampai Rabu (22/11) masih berstatus saksi. AKBP Danang belum bersedia mengungkap identitas pria yang diamankan. “Cuma saksi,” ujatnya.

Tapi, warga Desa Bacem sudah tahu. “Siang tadi, Nuhan dibawa polisi. Entah ke mana,” ujar salah seorang tetangga Suprio. Dan, cerita Suprio dibawa polisi ini sudah menyebar se-desa.

Kalau di Australia cara mengungkap mayat seperti dijelaskan Prof Ward itu, di Indonesia ternyata jauh lebih sederhana: Dari mulut ke mulut. Bahkan, kerangka itu sudah dikuburkan warga desa pada Rabu (22/11) di makam umum Desa Bacem. Pada nisan tertulis nama: Fitriana.

Betapa pun, cerita warga itu sangat kuat. Struktur ceritanya kuat. Karena semua orang di sana bercerita dengan satu alur cerita yang sama tentang suami-isteri Suprio-Fitriana.

Polisi kini bekerja keras mengungkap. Berikan kesempatan polisi membuktikan perkara ini. (*)

(###)