merdekanews.co
Senin, 13 November 2023 - 08:55 WIB

Pemilu antara Kesepakatan yang Disepakati dan Kesepakatan yang Tidak Sepakat

Viozzy - merdekanews.co
Ilustrasi pemilu(Ilustrator: Kompas.com/Andika Bayu Setyaji)

Jakarta, MERDEKANEWS -- Tatkala terjadi suksesi kemimpinan melalui pemilihan umum yang terbayang kampanye dan berbagai hal yang kontra produktif, para politikus unjuk diri. Mereka beranggapan politik bukan modal ludah walau kadang ada juga meludah dan menjilat ludah. 

Suksesi kepimpinan melalui pemilihan umum bagi kepala daerah merupakan bagian dari merawat membangun dan mengembangkan peradaban. Tatkala merawat membangun dan memgembangkan peradaban setidaknya issue yang kontra produktif semestinya tidak dilakukan. Cara-cara black campaign, politik uang, maupun berbagai kecurangan dan hal hal memalukan menodai demokrasi sengaja dilakukan bahkan dibanggakan. 

Suksesi kepemimpinan melalui pemilu diharapkan menghasilkan pemimpin yang transformatif yang mampu mengangkat harkat martabat manusia dan wilayah yang dipimpinnya.

Tatkala berbicara peradaban maka penyelenggaraan Pemilu menunjukkan :

1. Proses suksesi kepemimpinan secara damai

2. Calon calon pemimpin sebagai putra putra terbaik bangsa

3. Pemilu dilaksanakan dengan langsung, umum,  jujur dan berkeadilan

4. Para petugas KPU profesional sadar bertanggung jawab menyelenggarakan suksesi kepemimpinan, transparan kepada: para calon pemimpin, partai maupun kelompok kemasyarakatan yang mampu menjaga marwah demokratis

5. Marwah demokratis menunjukan penyelenggaraan Pemilu (a. Berbasis supremasi hukum, b. Memberikan jaminan dan perlindungan HAM, c. Transparan, d. Akuntabel, e. Berorientasi pada peningkatan kualitas hidup masyarakat demgan terpilihnya para pemimpin yang transformatif, f. Adanya pembatasan dan pengawasan kewenangan)

6. Penyelenggaraan Pemilu ditangani dengan cara yang humanis dan memgacu poit 5 melalui sistem asta siap (a. Siap piranti lunak seperti aturan, pedoman dan petunjuk pelaksanaan tugas, b. Siap posko sebagai back office atau pusat k3i ( komando pengendalian, komunikasi, koordinasi dan informasi) yang siap melayani secara prima, c.siap latihan dalam pra operasi dengan model-modelnya, d. Siap jejaring sampai ke tingkat TPS, e. Siap mitra sebagai soft power dan smart power, f. Siap personil untuk melaksanakan tugas di posko atau operation room, petugas pada satgas ( preemtif, preventif, represif, rehabilitasi) maupun petugas di TPS dan petugas kontijensi, g. Siap sarana prasarana untuk perorangan, unit, maupun kesatuan., h. Siap anggaran yang bugeter maupun non bugeter)

7. Kekuatan akan perdamaian dan pengamanan dibangun melalui deklarasi damai yang disepakati semua stake holder

8. Pilkada damai merupakan citra atau refleksi peradaban dan harga diri yang harus dan wajib kita jaga bersama

9. Sepakat menandatangani etika pilkada yang berisi apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan

Pemilu merupakan suksesi kepemimpinan namun sebenarnya merupakan pesta budaya dan refleksi peradaban yang terselenggara dengan cara cara beradab dalam masyarakat yang demokratis. Setidaknya point point di atas dapat diimplementasikan dan semua stake holder sepakat menjaga marwah daerahnya dengan Pemilu damai aman dan demokratis.

Di dalam masyarakat majemuk Indonesia konflik dan potensi konflik bervariasi beragam dari konflik: antarsuku bangsa, antarpemeluk keyakinan agama, antardaerah, antarpelajar atau mahasiswa, antarwarga masyarakat, demonstran dengan aparat, antaraparat, antarpendukung partai atau calon pimpinan eksekutif, buruh dengan pengusaha, masyarakat dengan pemerintah, dan sebagainya. 

Konflik-konflik tersebut memang berbeda antara satu dengan lainya, tetapi pada prinsipnya konflik disebabkan karena  (1) perebutan sumber daya, (2) perebutan pendistribusian sumber daya, dan (3) harga diri. Konflik terjadi biasanya dimulai dari konflik perorangan sebagai pemicunya. 

Konflik tersebut sebenarnya tidak tiba-tiba tetapi sudah menumpuk dan tinggal menunggu pemicu meledakannya. Pada konflik antarsuku bangsa, misalnya, ada pengaruhi nilai  budaya lokal dan ada prasangka yang berkembang menjadi kebencian. Konflik-konflik tersebut apabila belum sampai puncaknya sulit dihentikan.

Setiap konflik selalu bertujuan untuk menang dan menghancurkan lawan. Sasarannya adalah menghancurkan simbol-simbol atau individu dari pihak lawan; tidak peduli wanita, atau anak-anak, semua menjadi sasaran.

Polisi dalam pemolisiannya menjadi pihak ke tiga yang netral dan dipercaya oleh pihak-pihak yang tengah bertikai, langkah-langkah yang dapat dilakukan yaitu : 1. Bagaimana mencegah, 2. Bagaimana menangani, dan 3. Bagaimana merehabilitasi.

1. Mencegah konflik 

Mencegah berarti ada tindakan yang dilakukan pada saat aman atau saat sebelum terjadi sesuatu. 

a. Memetakan wilayah, menganalisis potensi konflik, menginventasasi masalah, mendatangi kelompok-kelompok yang mempunyai masa, menganalisis isu-isu yang beredar dan berkemban, menganalisis potensi masyarakat yang bisa mendukung, mendatangi tokoh-tokoh agama, menganalisis sumber daya yang menjadi potensi di wilayah tersebut (sumber daya alam, sumber daya manusia,  menghitung jumlah massa pengikut suatu kepercayaan atau aliran, mengidentifikasi tempat-tempat yang strategis bidang jasa yang bisa menghasilkan uang (tempat parkir, terminal, pasar, dan sebagainya).  

b.  Data-data tersebut senantiasa diperbarui, dianalisis, dan dievaluasi kemudian dihubungkan satu sama lain untuk dijadikan produk bagi penerapan sistem pemolisiannya. 

c. Membangun sistem penangananya, baik secara online maupun manual dalam aspek komunikasi, informasi, komando dan kendali, sistem-sistem back up, sistem edukatif. Letak kantor polisi juga menentukan dalam rute patroli dan penanganan yang cepat. Semua itu dikendalikan dari pusat K3i (komunikasi, koordinasi, komando dan kendali, informasi).

d. Membangun jejaring dan wadah-wadah kemitraan sebagai sarana untuk menampung berbagai masalah yang terjadi dalam masyarakat, menemukan akar masalah,  dan mencari solusi yang dapat diterima oleh semua pihak.

e. Mengembangkan sstem-sistem edukasi sosial kemasyarakatan dalam rangka membangun budaya patuh hukum.

2. Menangani saat terjadinya konflik 

Saat terjadinya konflik yang saling menyerang dan saling menghancurkan, tindakan polisi setidaknya adalah sebagai berikut.

a.  Menjaga agar konflik tidak meluas, membangun pos-pos pengamanan dan sebagainya.                

b. Membuka dialog bila sudah memungkinkan 

c.  Membantu evakuasi korban

d.  Menindak tegas para pelaku konfik.

e.  Mencari provokatornya atau kelompok-kelompo preman yang memanfaatkn situasi.

f.  Melakukan patroli dan komunikasi 

g. Membuat counter isu atas isu-isu yang berkembang,

3. Merehabilitasi daerah konflik 

Pasca terjadinya konflik terjadi kerusakan-kerusakan sosial yang tentu menimbulkan masalah yang berkaitan dengan produktifitas dan aktifitas-aktifitas sosial kemasyarakatan. Perbaikan atas kerusakan sosial yang terjadi dapat dilakukan antara lain: 

a.  Membersihkan dan menata kembali lingkungan yang rusak.

b.  Memberikan dorongan, apabila situasi sudah normal, untuk mengatasi trauma warga.

c.  Melakukan pendampingan

d.  Memberdayakan potensi yang ada masyarakat bangkit dari keterpurukan.

e.  Membangun kemitraan dengan pemangku kepentingan untuk memperbaiki sarana dan prasarana yang rusak akibat konflik

Model pemolisian dalam menangani konflik sosial bisa menerapkan pola Polmas dengan tindakan yang tegas namun humanis. Polisi yang dipercaya oleh pihak-pihak yang terlibat konflik bisa bertindak sebagai jembatan untuk membuka dialog.

Untuk mencapai kepercayaan tersebut polisi dituntut untuk profesional, cerdas, bermoral, dan patuh hukum. Sebaliknya, apabila polisi tidak lagi dipercaya dan dinilai memihak,  jangan sekali-kali bertugas sebagai juru damai. Posisinya dapat digantikan oleh polisi dari luar daerah yang tidak tersangkut dalam konflik tersebut.

Pemolisian dalam menangani konflik memang tidak bisa disamakan antara satu daerah dengan daerah lainya. Namun pada hakikatnya, prinsip-prinsip penangannya berlaku umum dan sama. Pemahaman inilah yang setidaknya harus terus dibangun dalam penyelenggaraan pemolisian dengan model wilayah.

Era Post Truth memunculkan apa yang disebut dengan Hoax. Hoax dapat diartikan sebagai kabar bohong yang dibuat dengan tujuan jahat. Hoax mengeksploitasi keyakinan, dan fanatisme identitas dengan menyebarkan ketakutan, kecemasan dan kebencian yang bertujuan untuk menyentuh sisi rasional, emosional dan fisikal. 

Hoax dipercaya dapat mengelabui masyarakat yang tinggal di perkotaan, berpendidikan tinggi maupun masyarakat yang fanatik menjadi target utama dan sering termakan oleh hoax. Sasaran manipulasi hoax dalam politik di bernbagai negara adalah lembaga resmi negara, data-data resmi negara, medi akonvesional, lembag ailmiah, kalangan ahli, proses demokrasi, lembaga penegak hukum dan legitimasi yang sah.

Fenomena post-truth lekat dengan politik  berdampak pada pembodohan yang berakibat melemahnya ketahanan nasional. Ketahanan nasional merupakan kondisi dinamik bangsa Indonesia yang berisikan keuletan dan ketangguhan, kemampuan dalam mengembangkan kekuatan nasional di dalam menghadapi dan mengatasi berbagai tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan yang dating dari dalam maupun luar negeri yang dapat membahayakan integritas dan kelangsungan hidup bagi bangsa Indonesia  yang merupakan dasar untuk dapat terselenggaranya pembangunan nasional. 

Post Truth dapat mempengaruhi pada situasi perpolitikan yang berdampak pada tingkat kepercayaan publik. Post Truth tatkala tidak ditangani dengan tuntas atau kebenaran kalah terhadap pembenarana maka dapat melemahkan stabilitas keamanan nasional maupun ketahanan nasional. 

Ketahanan nasional di era post truth dapat dilakukan dengan mencerdaskan kehidupan bangsa  dengan merubah mindset/ open mind. Open Mind (pikiran terbuka) adalah kemampuan untuk check and recheck atas informasi yang diterima, tahu potensi konflik atas informasi. 

Selain itu perlu lepaskan captive mind  yang menjadi belenggu dan perlu ditemukan orang-orang yang tempered radical. Tempered radical dapat dipahami sebagai kelompok atau golongan diluar dari main stream, yang berpikir berbeda “out of the box atau bahkan no box” yang mungkin dianggap aneh cara pandangnya diluar cara memandang pada umumnya “vokal tetapi loyal”.

Masalah politik adalah salah satu permasalahan yang juga ada di setiap negara tidak terkecuali di Indonesia. Masalah politik yang muncul saat ini berupa korupsi, kasus antar partai dan kasus di dalam pemilu. Hal tersebut dibuktikan dengan berbagai permasalahan yang ada baik itu korupsi, konflik antar partai dan kasus di dalam pemilu . Pemilu akan menjadi arena konflik dengan isu-isu yang beredar diantaranya hoax, isu SARA, politik identitas, permasalahan ekonomi, tenaga kerja asing, isu kecurangan dan keberpihakan penyelenggara pemilu dan lain sebagainya. 

Potensi konflik yang dapat ditimbulkan bisa dari dunia nyata dan dunia maya yang mampu mengakibatkan konflik sosial dalam masyarakat. Oleh sebab itu dalam menangani berbagai permasalahan tersebut perlu dibangunya stabilitas politik yang mampu mendukung pertumbuhan ekonomi dan dibarengi dengan adanya stabilitas keamanan. 

Selain itu perlu juga penegakan hukum yang mampu menunjung tinggi rasa keadilan serta pembenahan aparatur pemerintahan dalam memberikan pelayanan sehingga dapat menunjang pembangunan nasional. Untuk itulah diperlukan adanya ketahanan nasional.

Pemilu yang berketahanan nasional di era post truth  diperlukan untuk menghadapi dinamika Perkembangan Lingkungan Strategi (Lingstra) terhadap potensi ancaman negara saat ini dan yang akan datang. Tantangan dan ancaman kawasan pada masa kini, tentunya berbeda dengan potensi ancaman yang kita hadapi pada tahun-tahun sebelumnya, dan ancaman tersebut selalu berevolusi secara terus-menerus, sejalan dengan perkembangan geopolitik lingkungan strategis yang dinamis dan selalu berubah. 

Kondisi Lingstra saat ini memunculkan sebuah fenomena ancaman baru yaitu ancaman nyata yang bersifat lebih dinamis dan bersifat multi dimensional, baik berbentuk fisik maupun non fisik yang bisa muncul dari dalam atau luar negeri seperti aksi terorisme dan paham radikalisme, terjadinya gerusan sosial budaya dan sebagainya.

Senja Pho 130823

Cdl

Irjen Pol. Prof. Dr. Chryshnanda Dwilaksana, M.Si. (Viozzy)






  • Pencegahan Kejahatan  Pencegahan Kejahatan  Pencegahan Kejahatan merefleksikan pola pemolisian yang proaktif dan memecahkan masalah. Pencegahan kejahatan merupakan model pemolisian yang kontemporer atau kekinian