merdekanews.co
Minggu, 29 Oktober 2023 - 17:45 WIB

Soal Gibran Cawapres

Hasto Ngaku Dapat Cerita Kartu Truf Ketum Parpol dan Kerasnya Tekanan Kekuasaan

Jyg - merdekanews.co
Hasto Kristiyanto. (foto: istimewa)

Jakarta, MERDEKANEWS -- Sekretaris Jenderal Partai PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyinggung  proses pencalonan Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal cawapres Prabowo Subianto.

Hasto dalam keterangan tertulisnya, Minggu (29/10), mengaku mendapat cerita soal kartu truf ketua umum partai politik. Ia menyinggung perihal tekanan kekuasaan, hingga kartu truf ketua umum partai politik menyangkut pencalonan Gibran. 

"Indonesia negeri spiritual. Di sini moralitas, nilai kebenaran, kesetiaan sangat dikedepankan. Apa yang terjadi dengan seluruh mata rantai pencalonan Mas Gibran, sebenarnya adalah political disobidience terhadap konstitusi dan rakyat Indonesia," ucap Hasto.

"Kesemuanya dipadukan dengan rekayasa hukum di MK. Saya sendiri menerima pengakuan dari beberapa ketua umum partai politik yang merasa kartu truf-nya dipegang," kata Hasto. 

"Ada yang mengatakan life time saya hanya harian; lalu ada yang mengatakan kerasnya tekanan kekuasaan," sambungnya.

Diketahui, PDIP merasa dikhianati dengan manuver yang dilakukan keluarga Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang memberikan restu terhadap Wali Kota Surakarta GIbran Rakabuming Raka sebagai bakal cawapres Prabowo Subianto. 

Pasalnya, Gibran yang merupakan putra sulung Jokowi adalah kader dari PDIP yang notabene sudah mendeklarasikan pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD sebagai capres dan cawapres di Pilpres 2024. 

Kemudian, hal itu dianggap tidak sejalan dengan keputusan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Hasto juga mengatakan, banyak kader hingga simpatisan tak percaya perihal kondisi hubungan partai dengan keluarga Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Ketika DPP partai bertemu dengan jajaran anak ranting dan ranting sebagai struktur partai paling bawah, banyak yang tidak percaya bahwa ini bisa terjadi," ucap Hasto 

Ia mengungkapkan, partainya memberikan keistimewaan atau privilege kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan keluarga. Namun, pemberian tersebut ditinggalkan Jokowi dan keluarga.

"Kami begitu mencintai dan memberikan privilege yang begitu besar kepada Presiden Jokowi dan keluarga, namun kami ditinggalkan karena masih ada permintaan lain yang berpotensi melanggar pranatan kebaikan dan Konstitusi," kata Hasto. 

"Pada awalnya kami hanya berdoa agar hal tersebut tidak terjadi, namun ternyata itu benar-benar terjadi," sambungnya. 

Menurut Hasto, seluruh simpatisan, anggota dan kader sepertinya belum selesai rasa lelahnya, setelah berturut-turut bekerja dari lima pilkada dan dua pilpres kepada Jokowi.

"Itu wujud rasa sayang kami. Pada awalnya kami memilih diam. Namun apa yang disampaikan Butet Kartaredjasa, Goenawan Mohamad, Eep Syaifullah, Hamid Awaludin, Airlangga Pribadi dll beserta para ahli hukum tata negara, tokoh pro demokrasi dan gerakan civil society, akhirnya kami berani mengungkapkan perasaan kami," pungkasnya. 

(Jyg)