merdekanews.co
Jumat, 27 Oktober 2023 - 11:45 WIB

Kasus Cacar Monyet Meningkat, Kemenkes Sediakan Vaksin Kelompok Berisiko

Viozzy - merdekanews.co
Ilustrasi. (Foto: Istimewa)

Jakarta, MERDEKANEWS -- Kasus konfirmasi cacar monyet atau Monkeypox (Mpox) di Indonesia hingga 26 Oktober 2023 sebanyak 14 kasus. Sebagian besar dari kasus tersebut dialami oleh laki-laki yang melakukan seks dengan sejenis.

Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes dr. Maxi Rein Rondonuwu mengatakan selain 14 kasus konfirmasi tersebut, ada 2 kasus probable atau memiliki gejala dan kontak dengan orang positif Mpox tetapi saat ini sudah sembuh. Kemudian ada 9 kasus suspek atau ada gejala dan sudah ambil sampel tinggal menunggu hasilnya.

“Kasus kita ada 14 total sampai hari ini. Setiap hari rata-rata nambah 2 sampai 3 kasus. Di Indonesia melaporkan kasus Mpox pertama kali pada 20 Agustus 2022 sebanyak 1 kasus, kemudian pada 13 Oktober 2023 Indonesia kembali melaporkan kasus Mpox,” ujar Dirjen dr. Maxi pada konferensi pers update kasus Mpox, Kamis (26/10) di Jakarta.

Karakteristik dari 14 kasus konfirmasi paling banyak berusia 25-29 tahun sebanyak 64% sisanya 30 – 39 tahun 36%. Semua pasien konfirmasi adalah laki-laki dan tertular melalui perilaku seks berisiko.

Masih dari 14 kasus konfirmasi, 12 dilaporkan dari DKI Jakarta dan 2 kasus dari Tangerang. Duabelas kasus diketahui merupakan laki-laki seks dengan sejenis, 1 biseksual, dan 1 heteroseksual. Kondisi penyakit penyerta dari 14 pasien itu, 12 di antaranya ODHIV dan di samping itu ada 5 pasien dengan penyakit Sifilis.

Selanjutnya, 13 pasien bergejala dan hanya 1 asimptomatis. Gejala paling banyak berupa lesi pada kulit (ruam merah, krusta, bernanah) disertai demam atau ada pembengkakan kelenjar, terutama di bagian paha. Sakit menelan, nyeri tenggorokan, sakit otot, menggigil, badan sakit, kelelahan, mual, bahkan ada yang sampai diare.

“Ini gejala-gejala yang umumnya ada pada penderita Mpox. Tapi yang spesifik untuk membedakan Mpox dengan cacar air adalah adanya limfadenopati atau pembengkakan kelenjar getah bening,” ucap dr. Maxi.

dr. Prasetyadi Mawardi, Sp. D.V.E., Subsp. Ven., FINSDV, FAADV dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia mengatakan Mpox berhubungan erat dengan perilaku dan sebagian besar terjadi pada kelompok yang berisiko yaitu pada komunitas tertentu. Dari 14 kasus yang terjadi keseluruhannya berkaitan dengan seksual.

“Mpox ini meskipun disebut penyakit menular tapi risiko penularannya tidak mudah. Berbeda dengan cacar air yang penularannya sangat cepat, Mpox ini relatif lambat. Ini juga tergantung dari daya tahan tubuh setiap orang,” ungkapnya.

Upaya penanggulangan Mpox, Kementerian Kesehatan RI memperkuat surveilans atau penemuan kasus aktif di seluruh fasilitas kesehatan. Kemenkes juga bekerja sama dengan komunitas atau relawan untuk menjangkau kelompok-kelompok tertentu untuk bisa melakukan deteksi, terutama mencari kontak erat.

“Kita dalami setiap kasus, langsung kita lakukan penyelidikan epidemiologi dan juga penyiapan laboratorium rujukan,” ucap dr. Maxi.

Sejumlah laboratorium seperti Balai Besar Laboratorium Kesehatan milik Kemenkes mempunyai kemampuan untuk memeriksa Mpox, sehingga Kemenkes tinggal mendistribusikan reagennya. Kemenkes juga tengah menunggu pemeriksaan whole genome sequencing terhadap kasus konfirmasi Mpox untuk menentukan jenis varian dari Mpox.

Kemenkes juga meminta pasien melakukan isolasi dan memberikan terapi. Rata-rata pasien diisolasi di rumah sakit dan memang pengobatannya lebih banyak ke suportif. Pasien juga diberi obat antivirus dan antibiotik kalau gejalanya parah.

“Semua pasien saat ini dalam kondisi stabil, jadi dalam kurun waktu 1 sampai 2 minggu lesi pada kulitnya mulai hilang dan kalau kondisinya bagus pasien bisa dipulangkan,” katanya.

Dalam upaya pencegahan, Kemenkes melakukan vaksinasi. Vaksin disiapkan sejak akhir tahun lalu. Stok vaksin saat ini baru tersedia 1000 dosis untuk jumlah sasaran 477 orang dengan pemberian 2 dosis dengan rentang 4 minggu.

Pemberian vaksin diprioritaskan pada kontak erat dengan penderita Mpox dan ODHIV.

dr. Robert Sinto, Sp.PD, K-PTI, FINASIM dari Perhimpunan Kedokteran Tropis dan Penyakit Infeksi Indonesia menjelaskan penelitian di luar negeri tidak semua pasien monkeypox mendapatkan antivirus, hanya sekelompok kecil pasien yang mendapatkan antivirus, yaitu kelompok dengan gejala berat atau pasien yang sudah datang dalam keadaan sakit parah.

“Data dari 14 orang yang sudah positif saat ini, kami pantau semuanya belum dalam keadaan membutuhkan antivirus tersebut. Vaksinasi juga bisa dilakukan sebagai pencegahan pasca pajanan. Jadi dalam 4 hari kalau memang ada kontak erat dengan pasien yang sudah konfirmasi Mpox maka kita bisa memberikan juga vaksinasi ini sebagai proses pencegahan,” tutur dr. Sinto. (Viozzy)