merdekanews.co
Selasa, 19 September 2023 - 15:05 WIB

Pegang Data Intelijen Parpol, Presiden Jokowi Klaim Bertindak Sesuai UU

Jyg - merdekanews.co
Presiden Joko Widodo. (foto: istimewa)

Jakarta, MERDEKANEWS -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan penjelasan perihal klaimnya yang mengaku memegang data intelijen terkait pergerakan partai politik jelang Pemilihan Umum 2024.

Jokowi mengatakan, dirinya telah bertindak sesuai dengan Undang-undang terkait dengan isu data intelijen partai politik yang dinilai beberapa pihak yang melanggar tatanan demokrasi.

"Gimana melanggar, kan Undang-undang (mengamanatkan) laporannya ke presiden, silakan coba dicek," kata Jokowi di sela-sela kunjungan PT Pindad Bandung, Jawa barat, Selasa.

Jokowi menegaskan, data-data tersebut rutin diperolehnya dari badan intelijen berbagai instansi terkait berbagai persoalan.

“Saya itu rutin mendapatkan laporan baik dari Kepolisian, Bais TNI, BIN, itu rutin mendapatkan laporan baik yang berkaitan dengan politik, ekonomi, medsos. Itu rutin, dan semua presiden itu sama,” ucapnya.

Sebelumnya, presiden menyatakan mengantongi data intelijen soal partai politik saat menghadiri Rapat Kerja Nasional relawan Sekretariat Nasional Jokowi di Hotel Salak, Kota Bogor, Jawa Barat, Sabtu (16/09) lalu.

"Saya tahu di dalamnya partai seperti apa. Ingin mereka menuju ke mana saya juga ngerti," kata Jokowi, beberapa waktu lalu.

Dia menyatakan tiga pemilu ke depan akan sangat menentukan nasib Indonesia apakah akan menjadi negara maju atau stagnasi.

Pernyataan presiden itu pun mendapat sorotan dari berbagai pihak seperti politisi Senayan serta berbagai lembaga swadaya masyarakat seperti koalisi masyarakat sipil untuk sektor reformasi keamanan yang mengecam tindakan intelijen negara yang menjadikan partai politik sebagai objek dan target pemantauan.

Mereka menilai hal itu sebagai ancaman bagi demokrasi. Koalisi tersebut terdiri dari Imparsial, PBHI, Amnesty International, YLBHI, Kontras, Centra Initiative, Elsam, Walhi, ICW, HRWG, LBH Masyarakat dan Setara Institute.

"Ini merupakan masalah serius dalam kehidupan demokrasi di Indonesia. Tidak boleh dan tidak bisa dalam negara demokrasi," kata Ketua PBHI Julius Ibrani dalam keterangan resminya, Sabtu (16/09).

(Jyg)