
Jakarta, MERDEKANEWS - Salah satu anak usaha PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (Telkom), PT Finnet Indonesia secara konsisten berupaya menjaga kepentingan bersama perusahaan salah satunya melalui pelaksanaan pelatihan Refreshment & Enrichment ISO 31000 Manajemen Risiko pada Kamis (14/9) & Jumat ( 15/9).
Kegiatan ini sejalan dengan Permen BUMN per 02/MBU/03 2023 dalam konteks Manajemen Risiko yang diterapkan pada BUMN dan anak perusahaan BUMN, acara ini dilaksanakan selama dua hari dan diikuti total 35 peserta yang dipercaya Manajemen sebagai Pengelola Implementasi Manajemen Risiko (Risk Champion).
Direktur Finance & Risk Management Finnet Rina Susanti menyampaikan kepada para peserta untuk dapat mengikuti kegiatan dengan saksama,
“Saya berharap agar semua peserta dapat berpartisipasi serta aktif dalam implementasi manajemen risiko dan mendorong subordinat serta lingkungan kerja untuk peduli terhadap pengelolaan risiko dan mitigasinya.” katanya.
Rina menambahkan setiap insan di Finnet memiliki potensi risiko atas proses yang dikelolanya, sehingga perlu paham juga mitigasi terhadap hal tersebut.
ISO 31000 adalah panduan kebijakan risiko yang terdiri atas tiga elemen: prinsip (prinsip), kerangka kerja (framework), dan proses (proses). Prinsip risiko manajemen adalah praktik dasar atau filosofi manajemen risiko.
Kerangka kerja adalah pengaturan sistem manajemen risiko secara terstruktur dan sistematis di seluruh organisasi. Proses adalah aktivitas pengelolaan risiko yang berurutan dan saling terkait.
Dengan penerapan ISO 31000 diharapkan Finnet mampu mengendalikan risiko-risiko yang ada, sehingga perusahaan dapat mengoptimalkan penggunaan sumber daya dan meningkatkan efisiensi operasional yang dapat berdampak pada kinerja positif mencapai target perusahaan. (Viozzy)
-
Hadapi Tantangan Ekonomi Global, BRI Ungkap Pentingnya Risk Awareness Bagi Bankir Risk awareness perlu terus diajarkan agar dapat menjaga bankir dalam menjalankan profesinya
-
BRI Bidik Porsi Loan at Risk Kembali Single Digit Pada 2025 Kredit BRI yang direstrukturisasi karena pandemi tertinggi mencapai 30% dari total portofolio kredit, yang puncaknya terjadi sekitar September 2020 dengan nilai lebih dari Rp250 triliun.