merdekanews.co
Selasa, 05 September 2023 - 14:55 WIB

Padahal Kebebasan Beribadah Dilindungi Konstitusi tapi Kok Tempatnya Mau Dikontrol Pemerintah?

Jyg - merdekanews.co
Wacana semua tempat ibadah di bawah kontrol pemerintah yang dilontarkan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Rycko Amelza Dahniel. (Foto: istimewa)

Jakarta, MERDEKANEWS -- Wacana semua tempat ibadah di bawah kontrol pemerintah yang dilontarkan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Rycko Amelza Dahniel, menuai polemik.

Wakil Ketua Umum (Waketum) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas mengatakan kebebasan dalam beribadah dan berpendapat di Indonesia merupakan hak yang dilindungi oleh konstitusi.

"Kebebasan beribadah dan berpendapat di Indonesia sudah merupakan sebuah hak yang dilindungi oleh konstitusi," kata Anwar dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.

Anwar mengungkapkan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 29 ayat 2 telah mengatakan bahwa Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya.

Selain itu, dia juga mengungkapkan UUD 1945 Pasal 28E ayat 3 telah mengatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

"Hal tersebut mengedepankan pendekatan security approach dan mengabaikan pendekatan yang lebih bersifat dialogis, objektif, dan rasional," katanya.

Oleh karena itu, pria yang juga Ketua PP Muhammadiyah bidang UMKM, Pemberdayaan Masyarakat, dan Lingkungan Hidup tersebut mengusulkan agar penanggulangan sikap radikalisme dan intoleran dilaksanakan dengan cara yang lain, bukan menggunakan mekanisme kontrol rumah ibadah.

Menurutnya, cara tersebut kurang sesuai dengan semangat demokrasi yang telah diperjuangkan oleh Bangsa Indonesia selama ini.

Atas hal tersebut, Anwar Abbas mendorong BNPT agar melakukan cara yang lebih sesuai dengan jiwa dan falsafah dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yaitu Pancasila dan UUD 1945.

Sebelumnya, Kepala BNPT Rycko Amelza Dahniel mengusulkan agar semua tempat ibadah di bawah kontrol pemerintah. Usulan itu disampaikan Rycko merespons pernyataan anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Safaruddin dalam rapat bersama Komisi III DPR, Senin (04/09) kemarin.

Safaruddin menyampaikan informasi ada masjid di wilayah Kalimantan Timur yang kerap digunakan untuk menyampaikan kritik kepada pemerintah.

"Kami di Kalimantan Timur Pak, ada masjid di Balikpapan, tapi tiap hari mengkritik pemerintah di situ Pak, di dekat lapangan Merdeka itu," kata Safaruddin.

Menurut dia, kasus tersebut mestinya menjadi perhatian bagi BUMN. Apalagi ada data yang menyebut sejumlah BUMN telah disusupi gerakan radikal.

"Mungkin saran kami juga menjadi prioritas untuk BUMN. Karena BUMN ini kan juga sudah disusupi, kemarin kan sudah terbukti, Kereta Api itu kan Pak," kata dia.

Merespons Safaruddin, Rycko ingin meniru aturan yang telah berlaku di Malaysia, Singapura, beberapa negara di Timur Tengah, hingga Afrika. Menurutnya, masjid atau tempat ibadah sepenuhnya di bawah kontrol pemerintah.

Menurut dia, langkah itu bisa diikuti pemerintah Indonesia. Seluruh tempat ibadah dikontrol pemerintah.

"Mungkin dalam kesempatan yang baik ini kita perlu memiliki sebuah mekanisme untuk melakukan kontrol terhadap seluruh tempat ibadah. Bukan hanya masjid tapi semua tempat peribadatan kita," kata dia.

Rycko menjelaskan pemerintah dapat mengawasi setiap agenda ibadah yang digelar suatu tempat ibadah. Selain itu, juga mengawasi tokoh agama yang menyampaikan dakwah atau khotbah.

Menurutnya, hal ini demi menghindari hadirnya narasi kekerasan di tempat ibadah. "Siapa saja yang boleh memberikan menyampaikan konten di situ. Termasuk mengontrol isi daripada konten. Supaya tempat-tempat ibadah kita ini tidak dijadikan alat untuk menyebarkan ajaran-ajaran kekerasan," kata dia.

"Kita perlu belajar kepada negara-negara tetangga kita, Singapura, Malaysia. Negara-negara Timur Tengah, negara-negara di Afrika pun mereka sudah memiliki mekanisme kontrol terhadap tempat ibadah ini," imbuhnya.

(Jyg)