merdekanews.co
Senin, 31 Juli 2023 - 14:20 WIB

Masih Relevankah Birokrasi di Era Revolusi Industri 4.0?

Viozzy - merdekanews.co
Ilustrasi. (Foto: Freepik)

Jakarta, MERDEKANEWS -- Pemikiran Max Weber tentang birokrasi adalah adanya pelayanan yang prima sesuai dengan kompetensinya. Restorasi Meiji di jepang, revolusi industri, revolusi Perancis, revolusi Amerika berjuang mereformasi birokrasi. 

Birokrasi patrimonial adalah birokrasi feodal, cenderun menjadi KKN,  orientasinya kekuasaan, kewenangan pada jabatan-jabatan yang dianggap strategis (memiliki kewilayahan, ada kewenangan upaya paksa, perijinan, fungsi pengawasan dan auditing, penggunaan sumber daya). Spiritnya bukan lagi pembaharuan atau tatanan baru, melainkan mempertahankan kemapanan dan kenyamannya. 

Pola-pola status quo anti akan disrupsi yang out of the box atau yang melepas belenggu cara berpikir (captive mind). Ketidakberanian keluar dari zona nyaman nampak munculnya kaum oligargi dan makelar-makelar jabatan. Kata kata reformasi birokrasi yang sering diungkapkan sebatas lips service belaka.

Kehadiran AI (artificial intellegence) akan memporak porandakan birokrasi patrimonial. Pemegang kekuasaan bukan lagi sabdo pandito ratu lagi melainkan orang-orang amanah yang bekerja bukan sebatas seremonial. 

Para pejabat adalah orang-orang yang secara fakta bekerja keras dan cerdas mewujudkan impian atau harapan menjadi kenyataan. Faktual sama atau sejalan dengan yang ideal. 

Core value dibangun atas dukungan Political will yang waras membongkar status quo dan melakukan disrupsi, perubahan yang sangat cepat. Kekuatan dan kekuasaan serta sumber daya besar untuk memberdayakan maupun memelihara bagi kemakmuran atau kemajuan maupun peningkatan kualitas hidup. 

Di era demokrasi, pemegang kekuatan dan kekuasaan dengan berbagai dominasi dan pendominasiannya di berbagai sumber daya untuk dicurigai dan dipertanyakan eksistensinya. Mereka wajib menunjukan akuntabilitas atas segala previlegenya secara moral, hukum, administrasi dan secara sosial yang terefleksi dalam political will nya. 

Model feodal dengan cara konvensional, parsial dan manual serta pendekatan personal terus berujung core value berbeda bahkan bertentangan antara yang ideal dan aktual. Apa yang dipamerkan hanyalah kehormatan semu, kebanggaan materi semata yang untangible tidak tersentuh.

Perubahan mendasar reformasi birokrasi secara kultural yang mendasar, dimulai dari pemimpinnya. Pemimpin dengan kepemimpinan yang transformasional, visioner akan berani dan mampu memperbaiki kesalahan, mampu memenuhi tuntutan, harapan, tantangan, kebutuhan bahkan ancaman di masa kini. 

Kebijakannya mencerahkan dan menyadarkan untuk melakukan perubahan. Mau tidak mau perubahan merupakan suatu keniscayaan. Perubahan yang hakiki dan mendasar membuat core value birokrasi makin mendekati yang ideal dan melakukan keutamaan. Sesuatu yang eksisting tentu ada yang baik dan benar untuk ditumbuhkembangkan secara konsisten dan berkesinambungan. Standar operaional dan pencapaian tujuan menjadi indeks keberhasilan dan produktifitasnya.

Menghadapi berbagai tantangan dan tuntutan perubahan jaman untuk memperbaiki kesalahan masa lalu, mengatasi ancamannya serta untuk menyiapkan masa depan yang lebih baik dengan berbasis keutamaanya beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain:  

1. Membuat rasionalisasi atas apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab dan dijabarkan dalam sop sebagai panduan implementasinya dalam grand strategi, aturan dan panduannya serta penyiapan sumber daya manusia yang akan mengawakinya.

2. Membangun program program visioner yang modern sesuai dengan visi misi reformasi birokrasi, pelayanan prima dan anti korupsi 

3. Mengimplementasikan Strategi: Akademik, Hukum, Operasional, Media, Soft power dan Politik 

4. Political will untuk mewujudkan point 1 sd 4

5. Kepemimpinan yang transformatif

6. Membangun tim transformasi sebagai back up system

7. Membangun infrastruktur dan sistem-sistem modern berasis IT yang menjadi baian intervensi maupun fungsi kontrol

8. Memberdayakan SDM yang profesional yang dapat menjadi agen perubahan dan role model 

9.  Program-program unggulan di tempatkan dalam berbagai pilot projek

10. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan tugas dalam standar index keberhasilan dan pola pengembangannya

Langkah langkah di atas tatkala menjadi komitmen, integritas diimplementasikan secara konsisten akan sangat membantu memberdayakan potensi-potensi yang ada secara efektif dan efisien. Reformasi birokrasi secara kultural merupakan sesuatu yang mendasar yang membuat birokrasi mampu bertahan dan memdapat kepercayaan publik.

Dasar birokrasi dalam negara yang modern dan demokratis dibangun berbasis:

1. Supremasi hukum

2. Mampu memberikan jaminan dan perlindungan Ham

3. Transparansi

4. Akuntabilitas

5. Berorientasi pada peningkatan kualitas hidup masyarakat

6. Memberikan pelayanan prima kepada publik

7. Adanya pembatasan dan pengawasan publik.

8. Membangun infrastruktur dan sistem-sistem yang saling terhubung (on line) dan bernasis elektronik

9. Membangun  dan menerapkan stem big data dan one stop service.

10. Membangun strategi kolaborasi multibstake holder antara pemerintah, sektor bisnis, pakar dan akademisi dan helix lainnya.

Mereformasi Birokrasi perlu adanya :

1. Nyali untuk belajar dan memperbaiki kesalahan di masa lalu, yang berarti melawan kaum status quo dan membongkar zona nyaman

2. Ide cerdas yang visioner secara konseptual dan pragmatis dapat dibuat dalam grand strategy maupun road mapnya

3. Kekuatan hukum, politik  dan kekuasan serta kompetensi sumberdayanya

4. Massa pendukung yang memiliki visi dan misi sama untuk melakukan disrupsi

5. Waktu yang tepat

Reformasi adalah usaha perubahan menuju sesuatu yang lebih baik atau menjadi lebih baik. Birokrasi dapat dimaknai sebagai tata kerja institusi pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada publik. Birokrasi dapat dimaknai pula dengan pembagian tugas sesuai dengan struktur organisasi dengan pembagian beban tugas dan tanggung jawab penyelenggaraan tugas dalam institusi. 

Reformasi birokrasi adalah segala usaha atau upaya menjadikan birokrasi berfungsi secara professional mampu memberikan pelayanan yang prima dan menjadi ikon pelayanan, perlindungan, pengayoman masyarakat juga sebagai penegak hukum dan keadilan yang tegas berwibawa serta humanis.

Selain itu juga diawaki oleh SDM yang berkarakter, memiliki integritas komitmen, kompetensi dan keunggulan yang benar benar mencintai dan bangga akan institusinya. Implementasi penyelenggaraan tugas kepolisian dalam ranah birokrasi maupun masyarakat ditunjukkan dengan kualitas prima dalam memberikan pelayan kepada publik. 

Pendekatan birokrasi yang profesional ada pada hubungan-hubungan yang sifatnya impersonal atau hubungan kompetensi. Birokrasi demikian disebut juga dengan birokrasi yang rasional. Artinya, konsep-konsep dan kebijakan-kebijakan bersifat tertulis. Keputusan ada pada pimpinan tetapi dia bertanggung jawab sebagai manajer atas kewenangan yang diberikan dan keputusan yang diambilnya. Sangat berbeda bahkan bertentangan dengan birokrasi yang patrimonial, feodal, dan tidak rasional dan pendekatan personal menjadi andalannya. 

Dalam mereformasi birokrasi, hal penting dan mendasar dilakukan adalah perubahan kultur yang dimulai dari perubahan mind set. Reformasi secara struktural instrumental dan kultural diperlukan pembenahan konsepnya, aturannya, infrastruktur dan sistem-sistem pendukung yang berbasis IT, kepemimpinan yang transformatif, pembinaan SDM yang berkarkter adanya keteladanan serta penegakkan hukum yang tegas dan berkeadilan. Dengan demikian mampu menjadikan birokrasi sebagai ikon bagi pelayanan publik. 

Hakikat reformasi secara mendasar adalah reformasi kultural. Dapat dipahami sebagai wujud perubahan mendasar atas nilai-nilai budaya, pedoman-pedoman, keyakinan-keyakinan, dan teori-teori yang digunakan sebagai secara selektif prioritas dalam mengimplementasikan pelayanan kepada publik sehingga mampu menjadi ikon peradaban dengan pelayanan berstandar prima.

Hal yang dapat menghambat reformasi birokrasi secara kultural salah satunya adalah diskresi birokrasi yang cenderung menjadi korupsi. Diskresi birokrasi ini ditunjukkan adanya kepemimpinan yang otoriter dalam birokrasi patrimonial yaitu kebijakan lisan pimpinan atau kebijakan tidak tersurat namun tersirat dan mau tidak mau harus dijadikan dijadikan pedoman bagi anggota bawahanya dalam menyelenggarakan tugas.  

Diskresi birokrasi ini memiliki kencenderungan korup, karena acuanya adalah keputusan yang subyektif dengan pendekatan personal dan bersifat lisan. Sehingga secara administratif, secara hukum, secara fungsional bahkan secara moral tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Perubahan mind set tidak mungkin dilakukan dengan instan, tidak mungkin juga dengan cara-cara fisik atau kegiatan seremonial ataupun supervisial sesaat. Tidak mungkin juga dilakukan dengan suatu perintah, "siap grak berubah grak ...". 

Perubahan mind set adalah kemauan, keberanian, dan kepedulian bahkan kerelaan berkorban dari segenap unsur pimpinan di semua lini karena para pemimpin semestinya menjadi teladan atau panutan sebagai agen perubahan yang mempunyai kekuasaan dan legitimasi untuk melakukan perubahan. Keteladanan, integritas, komitmen moral, dari pimpinan menjadi dasar pijakan perubahan mind set bahkan culture set. Political will pimpinan menjadikan tiang pancang untuk tautan, karena tanpanya sistem akan hancur berantakan. 

Aspek lain yang perlu dilakukan adalah edukasi bertahap, berjenjang, dan berkesinambungan bahkan sepanjang hayat untuk menjadikan birokrasi menjadi pembelajar. Pada tahap ini semua level pimpinan wajib mengedukasi bawahannya sehingga mampu menjadi mentor yang mampu menjembatani, memotivasi, memberdayakan bahkan membantu memberikan berbagai solusi. 

Perubahan nilai-nilai budaya yang diikuti dengan pembangunan infrastruktur dan penegakkan hukum dan disiplin harus dilakukan. Tentu ini tidak dilakukan dengan cara-cara otoriter tetapi bagaimana kesadaran dapat dibangun dan bagaimana kepekaan dan tanggung jawab diwujudkan.

Yang tidak kalah penting adalah membangun karakter institusi yang ditunjukan dari profesionalisme, keunggulan-keunggulan, maupun sikap moralitas. Kesadaran merupakan tingkatan moral tertinggi yang dapat mendorong pada kepekaan kepedulian bahkan empati serta belarasa yang menjadikan humanis di dalam mengangkat harkat dan martabat manusia

Dukungan dari berbagai pemangku kepentingan dan legitimasi dari berbagai pihak  merupakan soft power yang dapat dijadikan landasan dan langkah awalnya atau modal dasar reformasi birokrasi.  

Reformasi birokrasi, pemahamannya dapat dimaknai sebagai upaya menuju birokrasi yang rasional, modern, yang berdasarkan kompetensi, profesional, cerdas, modern, inovatif, kreatif, transparan, akuntabel dan proaktif serta problem solving. 

Reformasi birokrasi kepolisian dapat dipahami sebagai upaya kepolisian menjadi  polisi sipil yang profesional, cerdas, kreatif, inovatif, transparan, akuntabel, modern, proaktif, problem solving, kemitraan yang mengutamakan pencegahan serta seantiasa berupaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Di dalam masyarakat yang modern dan demokratis sebagai ikon peradaban, kemanusiaan. Reformasi secara struktural, instrumental dan kultural.

Dalam mereformasi kepolisian ada 3 pola dasar yang meliputi upaya untuk :

1. Belajar dan memperbaiki kesalahan masa lalu

Yang harus berani ditunjukan apa kesalahan-kesalahan masa lalu dan tentu saja bukan karena subyektifitas serta sifat defense yang berlebihan. Tentu saja bukan untuk menyalahkan atau mencari kesalahan tetapi untuk memperbaiki kesalahan baik di bidang pembinaan maupun bidang operasional. Termasuk konsep-konsep dan peraturan-peraturan maupun pedoman-pedoman yang telah ada. Selain kesalahan tentu ada potensi-potensi yang bisa mendukung yang bisa diberdayakan atau direvitalisasi.

2. Siap menghadapi tuntutan dan kebutuhan masa kini.

Reformasi birokrasi kepolisian mewujudkan harapan dan kebutuhan serta tuntutan masyarakat di masa kini. Yang harus cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel, informatif dan mudah. Untuk mencapainya tanpa dukungan ilmu pengetahuan dan  teknologi maka akan tidak mungkin terwujud.

3. Menyiapkan masa depan yang lebih baik.

Reformasi birokrasi merupakan upaya untuk mempersiapkan masa depan yang lebih baik, baik dalam bidang pembinaan maupun operasional. Sebagai contoh dalam pembinaan SDM baik dari rekrutmen sampai pengakhiran dinas berdasarkan standar kompetensi atau produktifitas, yang transparan, akuntabel.  

Sejalan dengan pemikiran di atas maka dalam reformasi birokrasi hal hal yang perlu dipersiapkan antara lain: 

1. Political will yang visioner dan mendukung proses reformasi birokrasi, 

2. Adanya kepemimpinan yang transformatif

3. Pembangunan infrastruktur yang berbasis IT, 

4. Menyiapkan tim transformasi sebagai tim back up dan tim monitoring serta evaluasi, 

5. Menyiapkan SDM yang berkarakter sebagai penjaga kehidupan pembangun peradaban. 

7. Memiliki program unggulan mencapai standar dan kualitas tinggi (world class), 

8. Menyiapkan pilot project sebagai model percontohan, 

9. Monitoring dan evaluasi dan melakukan evaluasi 

10. Mengembangkan apa yang dicanangkan pada wilayah wilayah lainnya.

Implementasi reformasi birokrasi kepolisian dapat dijabarkan dalam 8 program yang mencakup :

1. Birokrasi mampu menjadi institusi yang tepat fungsi, dan tepat ukuran (right size).

2. Tatalaksana (sistem, proses dan prosedur yang jelas, efektif, efisien, terukur, sesuai dengan prinsip-prinsip good governance).

3. Peraturan/ UU (regulasi yang tertib, tidak tumpang tindih).

4. SDM (SDM beritegritas, netral, kompeten, kapabel, berkinerja tinggi, dan sejahtera)

5. Pengawasan (meningkatnya penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN)

6. Akuntabilitas (meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi).

7. Pelayanan publik (pelayanan prima sesuai kebutuhan dan harapan masyarakat).

8. Budaya kerja (birokrasi dengaan integritas dan kinerja tinggi).

9 hal tersebut merupakan yang diprioritaskan pada : 

a. SDM yang berbasis kompetensi 

b. Instrument dan metode, 

c. Kelembagaan (struktur dan kultur). 

Implementasinya dijabarkan oleh masing-masing satuan kerja (satker) dan sub satker. 

Mereformasi birokrasi prinsip bisa sama namun implementasinya disesuaikan dengan corak masyarakat dan kebudayaanya, dan kepentingan maupun fungsional, visi, misi dan core valuenya serta tupoksi (tugas pokok dan fungsi) masing-masing yang dapat dikembangkan dalam membangun birokrasi yang profesional, cerdas, bermoral dan modern dalam masyarakat yang demokratis (membangun supremasi hukum, memberikan jaminan dan perlindungan HAM, transparan dan akuntabel, berorientasi pada peningkatan kualitas hidup masyarakat). Yang ditunjukan dari kinerja Polri yang profesional, cerdas, transparan dan akuntabel, cepat, tepat, akurat, informatif, mudah di akses, proaktif, problem solving yang mengutamakan pada tindakan pencegahan.

Dengan demikian reformasi birokrasi dilandasi dengan membangun sistem  yang berbasis pada supremasi hukum, Pemolisiannya dapat dipertanggungjawbkan secara administrasi, hukum, fungsional dan kemanfaatanya bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat dan secara moral karena untuk kemanusiaan yang berarti memanusiakan manusia, mengangkat harkat, martabat manusia, yang dibangun di atas dasar kesadaran, tanggung jawab, dan disiplin. Selain itu juga bagi ketertaturan sosial dan peradaban. 

Penjabaran konsep-konsep tersebut perlu dilakukan pada tataran kepemimpinan, administrasi, operasional, dan peningkatan kapasitas, mulai dari tingkat pusat hingga di semua lininya.

Ikon atau simbol-simbol birokrasi terefleksi atas kinerja para petugasnya sebagai: simbol keahlian (profesionalisme), kemanusiaan, aparat yang berkarakter, dan simbol perubahan. Melaksanakan simbol-simbol itu merupakan wujud dari keunggulan yang kekinian dan membawa manfaat signifikan bagi keamanan dan keselamatan masyarakat. 

Perwujudan ikon atau simbol itu akan menjadi kebanggaan yang sekaligus memecahkan beberapa masalah yang internal maupun eksternal. Jika para petugasnya mampu menjadi ikon, maka masalah yang dihadapi secara internal dapat diminimalisir dan mendapat dukungan dari semua pihak. 

Ketahanan, daya tangkal bahkan daya saing birokrasi di sepanjang jaman bukan yang kuat, bukan yang besar, bukan yang kaya melainkan yang mampu melakukan perubahan yang berbasis pada keutamaan secara dinamis mampu mengikuti bahkan melampaui disrupsi.

Loro Jonggrang 310723

Cdl

Irjen Pol. Prof. Dr. Chryshnanda Dwilaksana, M.Si. (Viozzy)